Masih ingat dengan peristiwa longsornya TPA Leuwigajah di Bandung pada bulan Februari 2005?
Sudah sembilan tahun
peristiwa yang merenggut ratusan jiwa manusia tersebut berlalu. Namun,
persoalan sampah tak serta-merta berlalu dari keseharian kita. Rasa peduli lingkungan kita masih saja rendah.
Pemanfaatan sampah hingga bernilai ekonomi saya tulis di Pupuk Cair Gratis dan Mengolah Barang Bekas Menjadi Bernilai Jual.
Sampah masih menjadi masalah lingkungan. Kita seperti terkena amnesia. kita lupa bagaimana tumpukan sampah itu telah menelan jiwa manusia.
Lebih parah lagi, kita seperti tak bisa mengambil pelajaran dari peristiwa tersebut. Kita tetap tidak peduli lingkungan hidup kita bagaimana.
Sampah menumpuk di tempat-tempat penampungan sampah sementara, di
permukiman warga, di pasar-pasar tradisional, dan di pinggir-pinggir jalan raya.
Kualitas lingkungan pun
menurun. Udara berbau busuk menguar, air tanah tercemar, lalat beterbangan ke
mana-mana, belatung bermunculan, ancaman penyakit pun mengintai.
Di blognya, Inna Savova, seorang blogger asal Bulgaria yang kini menetap di Bandung bahkan menyebut Kota Kembang ini sebagai The City of Pigs.
Sebagai warga Bandung, komentar itu cukup membuat wajah saya merah. Bukan karena marah, melainkan malu. Tulisannya di blog itu memang pedas, tetapi benar. Lihatlah foto ini.
Tempat sampah yang menyampah di Jl. Surapati, Bandung |
Tempat-tempat sampah telah disediakan di berbagai penjuru kota. Namun, tanpa kesadaran dari masing-masing individu, sampah tetap akan menjadi masalah lingkungan. Bukan hanya sampahnya yang berserakan ke mana-mana, besi tempat sampahnya pun sering hilang diambil si tangan jahil.
Sekarang Bandung memang dipimpin oleh wali kota yang peduli pada masalah lingkungan hidup. Namun, kepedulian beliau tersebut perlu didukung oleh semua warga. Berikut beberapa aksi pro-lingkungan Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil:
Sekarang Bandung memang dipimpin oleh wali kota yang peduli pada masalah lingkungan hidup. Namun, kepedulian beliau tersebut perlu didukung oleh semua warga. Berikut beberapa aksi pro-lingkungan Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil:
- Makanan dan minuman untuk konsumsi rapat tidak lagi disajikan dalam dus dan botol minuman, tetapi dihidangkan di piring dan gelas. (Mengurangi sampah plastik dan kertas.)
- Bus gratis untuk pelajar yang berseragam pada hari Senin dan Kamis, serta Program Jumat Bersepeda. (Mengurangi kemacetan lalu lintas, polusi, dan penggunaan bahan bakar minyak.)
- Pembuatan lubang-lubang biopori. (Menjaga ketersediaan air bersih, mengurangi risiko banjir, mengubah sampah organik menjadi pupuk hingga tanah pun menjadi lebih subur.)
Kurangi Sampah Plastik
Meskipun telah membayar
retribusi, bukan berarti warga dapat berlepas tangan begitu saja dari masalah kebersihan lingkungan. Tumpukan
sampah itu terjadi karena banyaknya sampah yang dihasilkan oleh warga.
Dalam
berita yang dilansir oleh http://fokusjabar.com
tanggal 6 November 2012, Cece H. Iskandar (Dirut PD Kebersihan Kota Bandung)
menyebutkan bahwa kota Bandung memproduksi sampah sebanyak hampir 11 ton per
hari.
Dari jumlah itu, 65% nya berupa sampah anorganik. 11,6% sampah anorganik
itu adalah sampah plastik. Daur ulang sampah plastik dan komposting merupakan salah satu cara mengatasi masalah persampahan ini.
Plastik merupakan salah satu
jenis sampah yang sulit diurai. Alam membutuhkan waktu puluhan tahun untuk
menguraikan plastik, padahal setiap hari manusia menghasilkan sampah plastik.
Jika hal ini terus berlangsung, betapa penuhnya bumi ini dengan sampah plastik.
Salah satu cara sederhana
untuk mengurangi sampah plastik adalah dengan tidak menggunakan kantung plastik
(tas kresek) ketika berbelanja.
Sebenarnya, pada tanggal 28
Oktober 2010, Walikota Bandung (ketika itu dijabat oleh Dada Rosada) telah mengeluarkan surat edaran No.
660.2/SE.128-BPLH tentang Himbauan Untuk Mengurangi Penggunaan Kantong Plastik
Yang Tidak Ramah Lingkungan.
Surat imbauan ini ditujukan kepada para pelaku
usaha agar mengurangi penggunaan kantung plastik yang sulit diuraikan dan
menggantinya dengan kemasan yang lebih ramah lingkungan. Namun, agaknya imbauan
ini kurang tersosialisasi--apalagi diterapkan--dengan baik.
Dulu, ibu-ibu biasa membawa
keranjang jika berbelanja ke pasar. Sekarang, membawa keranjang ketika
berbelanja mungkin dianggap kurang keren dan merepotkan.
Tas kain dan spunbond aneka warna dan ukuran. Bisa di-matching-kan dengan pakaian yang dikenakan, lho. Selain itu, lebih ramah lingkungan dibandingkan menggunakan tas plastik |
Namun, itu bukan
alasan untuk membenarkan penggunaan tas kresek. Kantung atau tas yang terbuat
dari kain dapat dijadikan pilihan. Tak repot membawanya. Pilihan
warna, ukuran, motif, dan modelnya pun beragam.
Biasakanlah membawa tas seperti ini
ketika berbelanja ke pasar, toko, minimarket, atau supermarket. Ketika akan
membayar, sodorkan tas kain itu dan tolaklah penggunaan tas kresek. Jadilah green
shopper yang meminimalkan produksi sampah plastik.
Usaha yang dilakukan oleh pemerintah dan organisasi-organisasi yang peduli lingkungan seperti WWF (World Wide Fund for Nature) tidak akan maksimal jika tidak didukung oleh semua anggota masyarakat.
Peduli lingkungan hidup dimulai dari diri sendiri, dari hal-hal kecil, dan dilakukan saat ini
juga karena bumi kita tak bisa menunggu terlalu lama.
Yuk bergerak. Tanamkan kesadaran dalam diri kita bahwa sampahku tanggung jawabku.
Tidak ada komentar
Komentar dimoderasi dulu karena banyak spam. Terima kasih.