Resensi Buku Air Akar
Keragaman budaya masyarakat
Indonesia merupakan kekayaan luar biasa sekaligus sumber ide tak
habis-habisnya.
Mengangkatnya dalam cerita pendek menjadi salah satu
cara untuk menumbuhkan rasa bangga dan cinta pada Tanah Air. Itulah yang
dilakukan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif melalui Kompetisi
Menulis Fiksi dan Nonfiksi.
Buku memuat 10 cerpen terbaik yang mengalahkan 1.412 karya (hal 6). Para penulis mengangkat cerita dari Aceh sampai Papua.
Buku memuat 10 cerpen terbaik yang mengalahkan 1.412 karya (hal 6). Para penulis mengangkat cerita dari Aceh sampai Papua.
Cerpen “Air Akar” karya Benny Arnas ditempatkan sebagai pembuka. Cerpen yang sekaligus menjadi judul buku ini berkisah tentang Bunga Raya, seorang guru di Kampung Nulang, 20 kilometer dari Lubuklinggau, Sumatra Selatan. Bunga Raya bukan hanya guru, tapi juga dokter. Dia disebut mantri hebat (hal 10).
Kehebatannya sebagai mantri berawal ketika menyembuhkan muridnya, Nalin, yang sakit diare. Meskipun Bunga Raya sudah meyakinkan masyarakat bahwa oralit mudah dibuat sendiri, mereka tetap menganggapnya sebagai ramuan rahasia. Setelah berkonsultasi dengan beberapa dokter, ahli herbal, dan teman-temannya, Bunga Raya membuat Air Akar, ramuan obat serbaguna warisan leluhur (hal 13). Tak semua orang suka tindakan Bunga. Malahan ketidaksukaan datang dari sesama pengajar di SD Nulang.
Cerpen-cerpen lain karya para Finalis Cerita Pendek Kompetisi Menulis Tulis Nusantara 2012 ini juga tidak kalah menarik. Misalnya, “Barongsai Merah Putih” (hal 49-64).
Cerpen karya Ade Sugeng Wiguno
tersebut menceritakan Rudy dan Erik, dua pemain barongsai yang berusaha
keras terpilih mengikuti Kejuaraan Nasional Barongsai di Semarang. Tapi
mereka gagal, bahkan diusir dari perguruan sehingga merasa terhina.
Resensi Air Akar di Koran Jakarta edisi digital |
Mereka bertekad menunjukkan bahwa mereka bisa memainkan barongsai dengan baik. Masalahnya, mereka tak punya barongsai. Untunglah keempat sahabat mereka―Andi, Surya, Bunga, dan Dewi―bahu-membahu membantu.“…Saat bermain, kalian sungguh menikmati persahabatan satu sama lain. Itulah yang dilupakan para seniman barongsai lain” (hal 64).
Tiga dari 10 cerpen tampil berbeda karena tidak spesifik mengusung daerah tertentu. Mereka adalah “Sepasang Kupu-kupu Hitam-Putih”, “Penulis Biografi”, dan “Protokol Karimata.” Meskipun demikian, ketiga cerpen tersebut juga sarat nilai-nilai kebaikan keindonesiaan.
“Sepasang Kupu-Kupu Hitam-Putih” (hal 77-87), misalnya, mengangkat cerita tentang kupu-kupu.
Tokoh utama dalam cerpen karya Ari Keling ini sepasang kupu-kupu bernama Lala dan Lolo. Lala yang sedang menunggu Lolo tertangkap oleh Reni, seorang remaja penggemar kupu-kupu yang tak tahu cara memperlakukan binatang tersebut.
“Protokol Karimata” (hal 125-145) karya Wiryawan Nalendra menyuguhkan setting waktu tahun 2121. Dia berkisah tentang penjelajahan waktu oleh tokoh aku yang terlempar dari satu masa ke masa lainnya.
Sedikit kekurangan buku ini adalah pada tata letak halaman. Nomor halaman yang tercantum di daftar isi berbeda dengan sesungguhnya. Di daftar isi, cerpen “Air Akar” disebutkan berada di halaman 7, tetapi ternyata berada di halaman 9. Demikian selanjutnya hingga cerpen terakhir. Selain itu, di bagian atas cerpen “Tandan Sawit” karya Nafi’ah Al-Mar’ab (hal 117-123) tertulis judul cerpen dan nama penulis lain, yaitu “Penulis Biografi” (di halaman genap) dan “Bode Riswandi” (di halaman ganjil).
Data Buku
Judul : Air AkarPenulis : Banyak Orang
Penerbit : Gramedia
Terbit : November, 2013
Tebal : 152 halaman
ISBN : 978-979-22-9867
(Diresensi Triani Retno A, lulusan Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad)
Tidak ada komentar
Komentar dimoderasi dulu karena banyak spam. Terima kasih.