Astravalor Princess,
Sang Pengelana Antardimensi
Apa
yang Anda rasakan jika Anda tidur di kamar Anda tetapi terbangun di tempat
lain, tempat yang sama sekali berbeda dengan tempat yang ada di bumi?
Bagi
sebagian orang, lorong waktu, time machine, atau perjalanan melintasi
ruang dan waktu adalah topik yang menarik untuk diperbincangkan. Mungkinkah
perjalanan seperti itu bisa terjadi?
Ketertarikan pada hal ini memunculkan
banyak film tentang perjalanan dengan menggunakan mesin waktu itu.
Sebut saja
misalnya film Men
in Black III, The Butterfly Effect, Déjà vu, Time Machine, atau film serial TV
yang terkenal pada tahun 1990-an, Quantum Leaps.
Cerita tentang
penjelajahan waktu itu pun bisa ditemukan di novel The Time Machine karya
H.G Wells, misalnya.
Bagi
sebagian orang lainnya, konsep perjalanan melintasi ruang dan waktu bukanlah
sesuatu yang aneh. Perjalanan ini terjadi ketika tubuh fisik sedang tidur. Pada
saat itu, tubuh nonfisik melakukan perjalanan di dunia astral.
Richard Craze
(2009: 46) menyebutkan bahwa dunia astral tidak dipandang sebagai dunia
fantasi, sebagai kebalikan dari realitas fisik dunia ini, tetapi berada sejajar
dengan dunia fisik.
Baca juga: Resensi Novel Tere Liye, Selena dan Nebula
Melintasi Dimensi
Astravalor
Princess berkisah tentang Freya Alexandra,
seorang gadis remaja di Bali. Cerita dibuka dengan berakhirnya hubungan Freya
dan Jason yang telah berjalan selama satu tahun. Jason yang mempunyai
penglihatan mata ketiga tak tahan lagi karena merasa ketakutan.
“Aku nggak
suka waktu kita lagi berdua, ada yang ngintip atau menatapku, apalagi sorot
matanya penuh kebencian. Terus, makhluk menyeramkan itu mengancam setiap kali
aku berusaha mendekatimu.” (halaman 9-10)
Meski
menjalani hidup secara normal di Legian―kuliah, kerja sambilan untuk
mendapatkan uang saku, membantu orangtua―Freya bukanlah gadis biasa.
Pertemuannya
dengan Raiden Shiryu, penguasa negeri Syushin di dunia astral membuatnya
memiliki kekuatan yang tak biasa. Freya menjadi astravalor, pengelana yang
mampu melepaskan roh dari tubuh untuk melintasi dimensi.
Kehidupan
normal Freya hilang ketika ia dalam keadaan tak sadar, kehilangan fokus,
terlalu berfokus, atau dalam kondisi emosional.
Dalam kondisi seperti itu, rohnya
lepas begitu saja dan ia mengembara di dunia astral. Ia mengalami lebih daripada
yang dialami oleh Jason dan Aul yang sama-sama memiliki mata ketiga.
“Nggak
heran kamu selalu marah kalau aku menyebut tentang penglihatan.” (halaman
84)
Kelebihan
itu tak membuat Freya bahagia. Ia justru merasa tersiksa. “Aku benci
diperlakukan sebagai spesies aneh. Keluarga Ayah malah menganggapku sakit jiwa,
bukan sekadar aneh.” (halaman 53).
Anggapan bahwa Freya adalah aneh dan
sakit jiwa membuat Freya harus bolak-balik berurusan dengan psikiater dan “orang
pintar”.
Dari
hari ke hari, Freya merasa kehidupannya semakin mengerikan. “Semua ini
terdengar mustahil dan absurd. Tapi aku merasakan sendiri mengerikannya
terbangun di tempat asing atau melihat makhluk aneh mondar-mandir di depanku.”
(halaman 57).
Perkenalannya dengan Tommy Angelo dan Chen Feng tak membuat hidupnya menjadi lebih mudah. Kedua cowok tampan itu sama-sama menyimpan misteri.
Perkenalannya dengan Tommy Angelo dan Chen Feng tak membuat hidupnya menjadi lebih mudah. Kedua cowok tampan itu sama-sama menyimpan misteri.
Belum lagi para iblis dan penyihir hitam mengincar nyawa Freya karena
kedekatan gadis itu dengan Raiden Shiryu, sang penguasa negeri astral.
Siapa
Tommy Angelo dan Chen Feng sebenarnya? Di pihak manakah mereka berada? Berhasilkah
Freya kembali ke kehidupannya yang normal tanpa bersentuhan dengan dunia
astral?
Baca juga: Resensi novel Milea, Suara dari Dilan
Fantasy Thriller
Novel fantasy thriller yang menyajikan cukup banyak adegan flashback ini khas novel-novel karya Putu Felisia: mempunyai setting lokasi di Bali, romance, dan menghadirkan cowok-cowok tampan berciri fisik Asia Timur.Adegan-adegan flashback itu sepertinya tak terhindarkan mengingat apa yang dialami Freya di masa kini sering terasa seperti déjà vu, pernah dialami di masa lalu.
Sudut pandang
orang pertama (aku: Freya) yang
digunakan oleh penulis membuat perasaan, ketakutan, dan konflik batin Freya
sebagai seorang astravalor dapat tereksploitasi dengan baik.
Sedikit
kekurangan pada buku ini adalah pada penggunaan kata “acuh” yang salah kaprah
(halaman 30 dan 80).
Astravalor Princess membuka pemahaman pada pembaca mengenai sisi lain
anak-anak berkemampuan khusus. Mereka
tetap manusia yang butuh dipahami, bukan divonis dengan berbagai anggapan yang
salah.
Judul : Astravalor Princess
Penulis : Putu
Felisia
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Terbit : Maret 2014
Tebal : 230 halaman
ISBN : 978-602-03-0287-4
Salam,
Triani Retno
Tidak ada komentar
Komentar dimoderasi dulu karena banyak spam. Terima kasih.