Dalam agenda saya, ada dua macam pameran yang kerap saya datangi. Pameran properti dan pameran buku.
Biasanya, saya mengandalkan informasi dari sosmed dan spanduk tentang adanya pameran ini. Sayang rasanya
jika sampai terlewat. Pameran? Waktunya berburu informasi dan produk incaran.
Pameran Properti
Ketertarikan saya untuk mengunjungi pameran properti baru tumbuh 1-1,5 tahun belakangan ini. Tepatnya ketika saya berpikir untuk membeli rumah.
Di
arena pameran ini saya bisa mendapatkan banyak informasi tentang perumahan. Tak
terbayang banyaknya waktu yang terbuang jika saya harus mendatangi lokasi
perumahan tersebut satu per satu.
Terakhir kali datang ke pameran properti di Manggala Siliwangi,
beberapa bulan yang lalu, saya tak berharap banyak lagi.
Bukan karena harganya
yang mencekik dompet tetapi karena incaran saya sudah berubah. Saya tidak lagi
mencari rumah hunian, tetapi rumah kos. Untuk keperluan ini, mencari lewat
situs-situs internet lebih efektif.
Lalu, untuk apa saya tetap datang ke pameran properti? Satu, untuk
jalan-jalan. Maklum, sehari-hari saya adalah working home mother.
Bekerja dari rumah memang menyenangkan, tapi sekali-kali butuh refreshing
ke luar rumah.
Kedua, untuk cuci mata. Senang saja rasanya melihat maket-maket rumah
yang dipajang di sana. Sedikit banyak itu memacu semangat saya untuk memiliki
rumah seperti yang dipamerkan itu.
Ketiga, mencari setting lokasi yang bagus untuk novel-novel saya.
Foto rumah-rumah itu sangat membantu saya membuat deskripsi rumah dalam
cerita-cerita saya.
Pameran Buku
Pameran yang satu ini wajib saya kunjungi. Bukan
semata-mata karena saya penulis tapi karena saya merasakan atmosfer yang mengasyikkan
di sana.
Kadang-kadang saya ke pameran buku bersama anak-anak, kadang-kadang
sendiri.
Bisa dibaca nih Tips Berburu Harta Karun di Pameran Buku ala saya.
Jika bersama anak-anak, saya bisa mengenalkan
mereka pada dunia buku. Harapan saya, mereka akan menjadi anak-anak yang
mencintai buku. Apa pun profesi yang mereka tekuni kelak, kalau mereka suka
membaca hal itu akan menjadi nilai plus.
Apakah mereka sendiri suka diajak ke pameran
buku? Si sulung yang suka membaca sangat menikmati jika diajak ke pameran buku.
Si bungsu yang belum terlalu suka membaca, lebih tertarik pada… stan es krim. Tak apa. Yang penting dia sudah tak asing dengan
dunia buku.
Itu jika pergi bersama anak-anak. Bagaimana jika
pergi sendiri?
Kalau pergi sendirian ke pameran, saya bisa
menghabiskan lebih banyak waktu di sana. Menjelajahi hampir semua stan yang ada
dan mengamati buku-buku yang dipajang di sana.
Biasanya yang saya lewatkan
hanya stan buku pelajaran dan text book kuliah, stan buku aktivitas anak
prasekolah, serta stan buku resep masakan.
Daya Tarik Pameran Buku
Harga-harga diskon di pameran tentu saja menjadi
daya tarik. Bayangkan, buku yang baru terbit saja didiskon sampai 25%, khusus di pameran. Di toko buku sih harganya normal.
Dengan uang seratus ribu rupiah, misalnya, bisa mendapatkan lebih banyak buku dibandingkan jika membeli di toko
buku.
Buku murah pasti bajakan, kata sebagian orang. Oho, tunggu dulu! Selalu ada kesempatan untuk membeli buku baru dengan harga miring. Salah satunya melalui pameran buku.
Selain harga diskon, ada beberapa hal lagi yang membuat
pameran buku selalu menarik.
1. Jumpa Penerbit
Di pameran buku terbuka peluang untuk bertemu langsung dengan
penerbit. Biasanya, staf marketing turun langsung ke pameran.
Salah satu ilmu
yang bisa didapat dari mereka adalah tentang buku apa yang laku di pasar.
Kadang-kadang, editor pun ada di pameran dan menyediakan waktu khusus untuk
berkonsultasi tentang naskah.
2. Jumpa penulis.
Kalau punya
penulis idola, ini momen bagus untuk bertemu mereka, berfoto bersama, dan book
signing.
3. Silaturahmi.
Karena saya penulis, ajang seperti ini sering menjadi
tempat pertemuan dengan teman-teman yang selama ini hanya kenal karya dan nama.
4. Harta karun.
Saya berharap menemukan harta karun berupa buku-buku lama yang sudah
susah (bahkan tidak bisa) ditemukan di toko buku.
Saya rela berlama-lama di
stan yang menjual buku-buku lama, rela jari-jari tangan saya sampai hitam
berdebu karena mencari buku-buku itu.
Beda lho sensasinya antara berhasil menemukan buku
lama dari pengarang terkenal dengan membeli buku baru pengarang tersebut. Ada
rasa puas yang tak terkatakan ketika menemukan buku lama mereka.
Novel karya Rose Linda. Hei, tahu nggak nama asli penulis ini? :D Saya girang sekali ketika menemukan novel terbitan tahun 2005 ini di pameran. |
Buku-buku lama ini bukanlah buku yang baru terbit beberapa
bulan tapi sudah dijual dengan harga obral. Untuk buku jenis kedua ini, saya
pribadi merasa dilematis.
Sebagai pelahap buku, ini kesempatan emas untuk
memborong buku-buku bagus dengan harga murah. Namun, sebagai penulis saya bisa
merasakan perihnya.
Sakitnya itu di sini… di hati, di kepala, dan di transferan
royalti. Buku yang ditulis berminggu-minggu, bahkan mungkin berbulan-bulan,
dalam sekejap jatuh ke harga obral.
Jika kamu ke pameran buku lalu menemukan seorang
perempuan berkerudung dan berkacamata berdiri termangu dengan ekspresi absurd di dekat tumpukan
buku baru yang sedang diobral, cobalah menyapa. Mungkin itu saya.
Salam,
Wah gak pernah terpikir tuh sama saya melihat pameran property terus jadi ide setting novel. Kereeeen...Mbak Eno memang salah satu inspirator saya. Semoga sukses ya, Mbak <3
BalasHapusAamiin. Doa yang sama untuk Teh Yas :)
BalasHapusBtw, aku sebenernya lemah di deskripsi, Teh. Udah gitu, jarang pergi2 pula :D Jadi mesti nyari cara untuk memperbaiki kelemahan.
Sebenernya sih nggak terlalu suka pameran, karena saya nggak suka Susana yang frame banget banyak orang gitu. paling ke pameran buku, ngelmu kalo ada acara bedah buku atau promo buku. kalo lagi ada uang baru beli, itupun beli yang aneh, yang nggak ada di toko, soalnya kadang ceritanya suka nggak mainstream gitu. sukses nyari kosannya ya
BalasHapusSaya juga gak suka Susana kalo di film horor #salahfokus :D
BalasHapusSama, Cem. Kalo datang ke pameran pas rame2nya malah suka puyeng. Di mana-mana kepala orang melulu :) Makanya aku biasanya ke pameran pas jam-jam sepi, sekitar jam 9 (pas baru buka) sampe jam 12. Untung aku gak kerja di kantoran.
Makasih ya, Ceeeem. Makasih juga soal nyari kosan tea. Hehehe....mimpi yang pengen banget diwujudkan eta mah.