Sosialisasi GBS
Minggu, 12 Oktober 2014, ada acara spesial di Indah Plaza (BIP) Lantai 3. Ada acara Sosialisasi Guillain Barre Syndrome (GBS) sekaligus launching album single religi Ogest.
Perkenalan saya dengan Ogest terjadi melalui Ima (Risma Inoy aka Risma El Jundi). Suatu hari di tahun 2011 Ima nge-tag catatan ke FB saya.
Saya sebenarnya (jujur nih) nggak selalu membaca catatan yang di-tag ke saya. Tapi catatan Ima tentang Ogest itu saya baca sampai habis dan saya tersentuh. Ogest ini luar biasa. Kisah hidupnya pun sangat tak biasa.
Kebetulan waktu itu saya bekerja sebagai acquisition editor (AE) di Gramedia Pustaka Utama. Freelance. Salah satu tugas saya adalah mencari naskah yang akan diterbitkan oleh GPU.
Singkat cerita, naskah Ima tentang Ogest itu di-acc untuk terbit. Bagi saya naskah ini spesial. Mengedit naskah tentang Ogest ini memberi banyak pelajaran hidup bagi saya.
Siapa Ogest?
Ogest alias Yogaswara adalah seorang survivor GBS (Guillain Barre Syndrome). GBS merupakan penyakit autoimun yang menyerang susunan saraf tepi. Penyakit ini tidak menular dan belum diketahui cara pencegahannya.
Hampir dua per tiga pasien GBS memiliki riwayat infeksi bakteri atau virus sebelum terserang GBS. Umumnya berupa infeksi saluran pernapasan atau infeksi saluran pencernaan 2 hingga 4 minggu sebelumnya. Lalu disusul keluhan kesemutan pada jari-jari serta kelemahan otot-otot tungkai atas hingga tidak dapat berjalan (disarikan dari Kata Pengantar dr. Yusak Mangara Tua Siahaan, Sp.S dalam buku GBS Tak Menghalangi Langkahku).
GBS Tak Menghalangi Langkahku. Kisah nyata hidup Ogest, mantan penyanyi cilik. |
Ogest terserang GBS ketika sedang mekar-mekarnya sebagai remaja, 17 tahun. Ketika itu (tahun 1991) ia masih berstatus sebagai siswa SMA di Bandung.
Sebagai remaja, Ogest gemar berolahraga badminton, renang, dan panjat tebing. Ogest juga jago menyanyi.
Bakatnya terasah lewat berbagai lomba menyanyi. Profilnya sering dimuat di media cetak. Lalu, GBS itu datang tanpa permisi.
Mulanya dadanya terasa sakit dan sesak. Tubuhnya terasa seperti ditusuk-tusuk jarum ketika terkena air. Lalu tangan kanannya terasa kesemutan dan tak berdaya, menjalar ke seluruh tubuhnya, dari leher sampai ujung kaki.
Dalam hitungan menit, Ogest tak bisa lagi menggerakkan tubuhnya. Ogest langsung dibawa ke rumah sakit di Tasikmalaya (ketika GBS itu menyerangnya, Ogest sedang di Tasikmalaya bersama sahabat-sahabatnya), lalu dirujuk ke rumah sakit di Bandung.
Dokter tidak mendiagnosisnya menderita GBS. Akibatnya, selama bertahun-tahun Ogest mendapat pengobatan yang tak tepat.
Saya bersama Ogest dan Teh Dian, istrinya yang cantik, lembut, dan sabar banget. |
Ketika akhirnya ada dokter yang mengatakan Ogest terkena GBS, sudah terlambat. Ogest sudah lumpuh dari leher hingga ujung kaki. Lengan kirinya bisa digerakkan tapi terbatas. Telapak tangannya pun mengepal.
Kisah lebih lengkap tentang Ogest, silakan baca buku GBS Tak Menghalangi Langkahku, ya. Kalau sudah susah menemukan buku ini di toko buku, hubungi Ima saja.
Meski lumpuh, pikiran Ogest tetap jernih. Suaranya juga tetap merdu. Dengan segala keterbatasan fisiknya, ia terus menyanyi dan menciptakan lagu. Ia juga masih menyanyi live di panggung.
Album Ogest, Langkah Pasti. |
Album Langkah Pasti yang launching kemarin berisi tiga lagu: Langkah Pasti, Jangan Berlama-Lama, dan Menggapai Mimpi.
Lirik ketiga lagu ini adalah karya Ogest, sedangkan musik diaransemen oleh Leo Tralala. Lagu Langkah Pasti ini merupakan theme song Komunitas Care for GBS.
...Tak ada alasan ragu untuk melangkah
meski jatuh, pantang ku menyerah
Waktu tak akan kubuang percuma
melintas lepas begitu saja
Kan kuisi dengan hal berguna
berkarya nyata sebagai bentuk syukurku....
Terbayang di mata saya bagaimana perjuangan Ogest menulis, menyanyikan dan merekam album ini.
Betapa tidak, sekadar membalikkan posisi tubuh Ogest harus dibantu. Namun, ia mampu menghasilkan karya seindah ini.
Album lama Ogest bareng Papa Romantic. Soundtrack novel Ouhibouki, Areta. Novel itu editan saya juga, lho :) |
Yanna Marvells, Sahabat Sejati
Yanna Marvells. Semula saya menganggap dia hanya seleb yang kebetulan adalah teman lama Ogest. Saya sudah lama tahu Yanna adalah vokalis The Marvells.
Well, jangan terkecoh dengan penampilan saya yang kalem dan perempuan banget.
Cek playlist di laptop saya. Ada lagu-lagu Bon Jovi, Guns N Roses, dan Aerosmith di situ (selain lagu-lagu BCL dan Cherrybelle juga *benerin bando*). Jadi, kalau "sekeras" Marvells aja sih masih masuk.
Pandangan saya berubah ketika bertemu Yanna dan Ogest saat launching buku GBS Tak Menghalangi Langkahku pada bulan Januari 2013 di Graha Kompas Gramedia Bandung. Mereka benar-benar sahabat.
Kemarin (12 Oktober 2014) saya bertemu lagi dengan mereka (tapi kenapa lupa foto bertiga dengan mereka ya?). Ogest makin ganteng. Yanna juga makin ganteng walaupun katanya baru jadi korban malapraktik di sebuah salon (baca: salah potong rambut).
Dan saya... masih tetap terharu, berkaca-kaca, ketika mendengar Yanna menyanyikan sepotong lagu ini. Lagu yang terinspirasi dari kisah hidup Ogest.
Kekuatan yang ada di hatimu,
ku tak punyai itu
dan caramu memandang indahnya hidup,
ajarkanlah padaku
Yanna juga cerita tentang persahabatannya dengan Ogest sejak zaman mereka masih ABG, tentang kedekatannya dengan keluarga Ogest. Kata Yanna, "Kasarnya, saya udah pernah ikut makan rezeki keluarga Ogest, deh."
Ternyata Yanna bukan sekadar seleb. Dia memang sahabat sejati Ogest, bagian dari keluarga Ogest. Terus terang, terharu sekaligus iri lho melihat persahabatan mereka.
Selain sosialisasi GBS yang diisi oleh Ogest, Ima, drg. Silvia Wahyuni (alias Bunda GBS), dr. Reza Sp.S, dan dr. Vitri (maaf kalau salah tulis nama) yang spesialis rehabilitasi medis, juga ada sharing dari Kang Aden, Deputi Direktur BILIC (Bandung Independent and Living Center).
Komunitas ini memberi edukasi dan konseling pada para penyandang disabilitas dan keluarganya. Mereka juga saling memotivasi, menerima kekurangan, dan mengekspos kelebihan agar bisa tetap eksis dan berkarya dengan kemampuan sendiri.
Sosialisasi GBS di Bandung Indah Plaza. |
Menurut Kang Aden, istilah disabilitas lebih baik daripada istilah cacat. Karena cacat menunjukkan sesuatu yang tidak berguna, afkir. Apakah ada yang cacat dalam ciptaan Allah? Orang disabilitas tidak hanya mempunyai kekurangan, tetapi juga memiliki kelebihan.
Ada kejutan. Ternyata orang yang duduk di sebelah saya adalah Mas Agung Pribadi, penulis buku Gara-Gara Indonesia, sekaligus kakak Mbak Nuri (teman saya, penulis novel KluBelimbing).
Haduuuh... kalau nggak janjian dulu, saya memang susah mengenali orang, apalagi kalau eh... sayanya lagi sibuk merekam Yanna yang sedang perform di panggung *nyengir tersipu-sipu*
Berada di sebuah acara yang dihadiri oleh banyak penyandang disabilitas memberi kesan tersendiri di hati. Memang ini bukan pertama kalinya bagi saya (sewaktu mahasiswa saya rutin jadi reader di panti tuna netra) tapi tetap istimewa. Memunculkan rasa syukur atas kesempurnaan yang diberikan Allah pada saya.
Ingin tahu lebih banyak tentang GBS? Silakan hubungi: Ogest (0857 1929 6935, 0812 1394 2145, PIN 29250967), Sena (0815 7096 860), Ima (0812 2438 5427), email: caregbs@gmail.com / ogest74@yahoo,com, Twitter: @Ogest74 (Ogest Care of GBS), Facebook: Care GBS / Yogas Ogest Swara
Tidak ada komentar
Komentar dimoderasi dulu karena banyak spam. Terima kasih.