Diberi kepercayaan untuk menjadi Juri Lomba Cerpen Konferensi Penulis Cilik Indonesia (KPCI) 2014 merupakan sebuah penghargaan tersendiri bagi saya.
Bagaimana tidak. Ini event besar. Kompetisi berskala nasional ini diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Kemendikbud RI bekerja sama dengan Mizan Publishing House.
Event kepenulisan lain yang melibatkan saya:
Ada lima bidang lomba yang dipertandingkan, yaitu Lomba Menulis Cerpen Kategori Pemula, Lomba Menulis Cerpen Kategori Penulis, Lomba Menulis Syair, Lomba Menulis Pantun, dan Lomba Mendongeng.
Saya sendiri dipercaya untuk menjadi salah satu juri Lomba Menulis Cerpen Kategori Pemula.
Penjurian dilaksanakan dua kali. Pertama, babak penyisihan di Hotel Verona Palace, Bandung (20 - 23 Oktober 2014). Kedua, babak final di Hotel Rizen Premiere, Bogor (4-7 November 2014).
Pada babak penyisihan, dewan juri hanya akan berhadapan dengan naskah yang datang dari berbagai penjuru Nusantara. Di babak final barulah bertemu langsung dengan para peserta yang terpilih.
Satu doa saya sebelum berangkat dan selama penjurian berlangsung, semoga Allah senantiasa menjaga saya agar dapat berlaku adil.
Untuk cerpen sendiri ada 400-an naskah yang harus selesai dibaca dan dinilai dalam waktu dua hari (21 - 22 Oktober) ini.
Empat ratus cerpen itu dibagi dua, ada yang masuk kategori Pemula, ada yang kategori Penulis. Tenang, deh. Berarti kira-kira "hanya" 200-an naskah yang harus dibaca.
Lomba Menulis Cerpen memang dibagi menjadi dua kategori, Pemula dan Penulis. Kategori Pemula adalah untuk mereka yang baru mulai menulis dan belum punya karya.
Sementara itu, kategori Penulis adalah untuk mereka yang telah menghasilkan karya, baik itu berupa buku maupun tulisan di media cetak. Saya bersama Shinta dan Kang Huda menjuri di kategori Pemula.
Saya sendiri dipercaya untuk menjadi salah satu juri Lomba Menulis Cerpen Kategori Pemula.
Penjurian dilaksanakan dua kali. Pertama, babak penyisihan di Hotel Verona Palace, Bandung (20 - 23 Oktober 2014). Kedua, babak final di Hotel Rizen Premiere, Bogor (4-7 November 2014).
Pada babak penyisihan, dewan juri hanya akan berhadapan dengan naskah yang datang dari berbagai penjuru Nusantara. Di babak final barulah bertemu langsung dengan para peserta yang terpilih.
Satu doa saya sebelum berangkat dan selama penjurian berlangsung, semoga Allah senantiasa menjaga saya agar dapat berlaku adil.
Proses Penjurian Lomba Cerpen
Ketika briefing juri cerpen pada tanggal 20 Oktober sore, Kang Rama mengatakan bahwa total naskah yang masuk lebih dari 1.000.Untuk cerpen sendiri ada 400-an naskah yang harus selesai dibaca dan dinilai dalam waktu dua hari (21 - 22 Oktober) ini.
Empat ratus cerpen itu dibagi dua, ada yang masuk kategori Pemula, ada yang kategori Penulis. Tenang, deh. Berarti kira-kira "hanya" 200-an naskah yang harus dibaca.
Lomba Menulis Cerpen memang dibagi menjadi dua kategori, Pemula dan Penulis. Kategori Pemula adalah untuk mereka yang baru mulai menulis dan belum punya karya.
Sementara itu, kategori Penulis adalah untuk mereka yang telah menghasilkan karya, baik itu berupa buku maupun tulisan di media cetak. Saya bersama Shinta dan Kang Huda menjuri di kategori Pemula.
Formasi lengkap Juri Cerpen (Pemula dan Penulis) KPCI 2014. |
Oya, untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, para juri baru diperkenankan menulis status atau mengunggah foto-foto selama penjurian setelah acara final di Bogor.
Ketika acara pembukaan pada malam harinya, barulah kami mendapat info lengkap. Sebanyak 400-an cerpen itu dibagi dua tidak sama besar.
Tak sampai 40 naskah yang masuk kategori Penulis. Sisanya masuk kategori Pemula.
Rasanya mulai migrain ketika melihat panitia mengangkut dus-dus besar berisi naskah ke dalam ruang meeting. Banyaknyooo!
Di rundown acara sih penjurian baru dimulai hari Selasa, 21 Oktober. Namun, tumpukan tinggi naskah itu membuat kami memutuskan untuk mulai bekerja malam itu juga!
Malam itu kami mulai lembur, berkencan dengan naskah cerpen para siswa SD. Tengah malam barulah kami meninggalkan ruang meeting. Terkantuk-kantuk menuju lift untuk ke kamar, masing-masing sambil memeluk mesra setumpuk naskah.
Di kamar pun tetap baca setumpuk naskah. |
Selama dua hari, dari selesai sarapan hingga tengah malam kami membaca dan menilai ratusan naskah ini.
Paling-paling hanya istirahat untuk makan, shalat, dan mandi. Waktu makan pun kadang-kadang masih sambil membaca naskah.
Yang menyenangkan, keakraban dan kekeluargaan sesama juri sangat terasa. Saling menyemangati, bercanda, ledek-ledekan, saling menjahili, saling membantu.
QS Emmus (Juri Cerpen Penulis), misalnya, sangat membantu para juri lainnya yang gagap MS Excel. Makloooom, para penulis dan editor ini cuma akrab dengan MS Word. Hehehe....
Yang menyenangkan, keakraban dan kekeluargaan sesama juri sangat terasa. Saling menyemangati, bercanda, ledek-ledekan, saling menjahili, saling membantu.
QS Emmus (Juri Cerpen Penulis), misalnya, sangat membantu para juri lainnya yang gagap MS Excel. Makloooom, para penulis dan editor ini cuma akrab dengan MS Word. Hehehe....
Proses penjurian. |
Atau Nunik. Juri yang satu ini rajin memberi semangat. "Ayo, Mbak Eno. Tinggal 70 naskah lagi. Dikit, kaaaan?" katanya dengan wajah ceria.
Selain itu, Novi, Nunik, dan Emmus (para juri Cerpen Penulis) juga membantu kami menginput data.
Selain itu, Novi, Nunik, dan Emmus (para juri Cerpen Penulis) juga membantu kami menginput data.
Yup, ketika pekerjaan mereka telah selesai, kami yang juri Cerpen Pemula masih bergelut dengan ratusan naskah.
Naskah yang sudah dibaca Juri 1, dioper ke Juri 2, lalu ke Juri 3. Naskah dari Juri 2 lanjut ke Juri 3, lalu Juri 1. Begitu terus sampai Kang Huda, Shinta, dan saya selesai membaca dan menilai semua naskah itu.
Naskah yang sudah dibaca Juri 1, dioper ke Juri 2, lalu ke Juri 3. Naskah dari Juri 2 lanjut ke Juri 3, lalu Juri 1. Begitu terus sampai Kang Huda, Shinta, dan saya selesai membaca dan menilai semua naskah itu.
Menjelang pergantian hari dari tanggal 22 Oktober ke tanggal 23 Oktober, seluruh naskah dari semua kategori lomba telah selesai dinilai dan direkap.
Nama-nama peserta dari kelima cabang lomba yang lolos ke babak final di Bogor pun telah muncul. Alhamdulillah.
Nama-nama peserta dari kelima cabang lomba yang lolos ke babak final di Bogor pun telah muncul. Alhamdulillah.
Para juri cerpen di lautan naskah :) |
Minat Menulis Anak-Anak
Ada banyak hal menarik yang saya temukan dalam proses penjurian awal ini, tentu saja yang berkaitan dengan kategori yang saya tangani.1. Minat menulis yang luar biasa.
Banyaknya naskah yang diterima oleh Panitia menjadi bukti tak terbantah. Ini bibit-bibit yang harus dibina.
2. Perjuangan.
Perjuangan anak-anak SD itu untuk mengikuti lomba patut diacungi jempol. Peserta lomba datang dari berbagai daerah di Indonesia, dari Aceh sampai Papua, dan dari berbagai latar belakang sosial ekonomi.
Peserta dari Bengkalis, Riau, sampai harus mengirimkan naskah melalui MMS. Mengirim lewat pos sangat menyulitkan mereka yang tinggal jauh dari kota. Mengirim lewat email pun bukan pilihan karena sulitnya sinyal internet di kampung mereka.
Dua jempol untuk sekolah yang mengoordinasi dan mendukung siswa-siswa mereka untuk mengikuti lomba ini.
Kita sama-sama tahulah, tak sedikit sekolah (dan guru) yang menganggap bahwa cerdas = pintar dalam bidang eksak; berprestasi = meraih penghargaan di bidang eksakta.
Jadi, jika ada guru dan sekolah yang mendukung siswanya berprestasi di bidang sastra, berarti mereka paham bahwa cerdas tak melulu menyangkut kemampuan di bidang eksakta.
4. Semangat harus disertai pemahaman.
Ini berkaitan dengan persyaratan lomba. Kelihatannya sepele tapi bisa membuat naskah terkena diskualifikasi.
Misalnya, jika diminta membuat karangan sepanjang 2-6 halaman, artinya paling sedikit dua halaman, paling banyak 6 halaman.
Kalau menulis sampai 12 halaman, meskipun naskah itu bagus ya harus disingkirkan. Kemarin lumayan banyak, nih, naskah yang seperti ini.
5. Pendampingan.
Dalam menulis, anak-anak tetap butuh pendampingan orangtua dan guru. Kemarin, ada beberapa naskah yang berisi kekerasan dan bullying.
Mirisnya, tindakan tersebut dianggap wajar, bahkan lucu. Jujur saja, saya pribadi agak cemas. Biasanya anak-anak begitu polos merefleksikan apa yang mereka lihat, dengar, dan rasakan.
Apakah itu yang mereka alami dalam kehidupan nyata? Apakah itu sikap dan pandangan pribadi mereka? Semoga ini hanya kecemasan saya.
6. Membaca.
Anak yang suka membaca dan anak yang tidak suka membaca pasti akan menghasilkan karya dengan nilai dan rasa yang berbeda.
Salam,
Triani Retno A
Tidak ada komentar
Komentar dimoderasi dulu karena banyak spam. Terima kasih.