Sekarang ini semakin banyak orang yang tertarik untuk menulis. Entah sekadar hobi pengisi waktu senggang atau serius menjalaninya sebagai
profesi.
Namun, masih banyak anggapan salah tentang seorang penulis. Berikut ini 6 anggapan salah tentang penulis.
Penulis = Bergadang
Anggapan ini sangat populer di kalangan awam. Saking populernya,
semua penulis dianggap suka bergadang.
Anggapan ini kian menguat karena tak sedikit penulis yang masih online di media sosial seperti Facebook dan Twitter hingga larut malam.
Status malam mereka pun sering berkisar antara sedang deadline, tinggal satu bab lagi, ditagih editor, merevisi naskah, writer block, atau yang sejenisnya.
Anggapan ini kian menguat karena tak sedikit penulis yang masih online di media sosial seperti Facebook dan Twitter hingga larut malam.
Status malam mereka pun sering berkisar antara sedang deadline, tinggal satu bab lagi, ditagih editor, merevisi naskah, writer block, atau yang sejenisnya.
Ada beberapa kemungkinan yang membuat para
penulis ini bekerja pada malam hari.
- Suasana malam yang sepi dan relatif lebih sejuk
memungkinkan untuk berkonsentrasi.
- Waktu di siang hari habis untuk aktivitas mencari
nafkah (selain menulis, seperti bekerja di kantor atau berdagang),
mengurus anak-anak, atau kuliah.
- Klien mereka berada di negara yang memiliki
perbedaan waktu sekitar 12 jam, sedangkan kadang-kadang mereka butuh komunikasi
langsung melalui chatting.
- Merasa lebih nyaman bekerja pada malam hari karena tak ada anak-anak, tetangga, atau pedagang door to door yang merecoki.
- Lembur. Sebenarnya ia menulis pada pagi atau siang hari. Namun, karena deadline sudah mepet, ia lembur menulis hingga larut malam.
Namun, tak semua penulis suka berkarya pada malam
hari, apalagi sampai bergadang.
Ada yang lebih suka menulis pada dini hari (setelah shalat tahajud dan menunggu azan Subuh), selepas shalat Subuh, ketika anak-anak telah berangkat sekolah, atau sore hari selepas jam kantor sambil menunggu jam-jam sibuk lalu lintas berlalu. Ada pula yang menghindari bergadang karena alasan kesehatan.
Ada yang lebih suka menulis pada dini hari (setelah shalat tahajud dan menunggu azan Subuh), selepas shalat Subuh, ketika anak-anak telah berangkat sekolah, atau sore hari selepas jam kantor sambil menunggu jam-jam sibuk lalu lintas berlalu. Ada pula yang menghindari bergadang karena alasan kesehatan.
Penulis = Suka Minum Kopi
Kopi seperti soulmate bagi kebiasaan bergadang.Namun, seperti halnya tidak semua penulis suka bergadang, demikian juga dengan yang satu ini. Tidak semua penulis suka minum kopi.
Ada yang tidak suka dengan aroma dan rasa kopi, ada yang karena alasan kesehatan (misalnya karena masalah dengan lambung). Ada penulis yang lebih suka minum jus buah, teh manis, susu, sari kurma, bandrek, bajigur, atau air putih.
Yang pasti, penulis yang suka "ngopi" lalu paste
patut dipertanyakan status dan kejujurannya sebagai penulis. Penulis kok
sukanya copas.
Saya beberapa kali menulis tentang copas dan plagiat ini. Di antaranya Buat Karyamu Sendiri, Bukan Memplagiat serta Plagiat dan Kejujuran Kita.
Penulis = Pasti Merokok
Memang ada penulis yang merokok, termasuk
perempuan penulis. Akan tetapi, tidak semua.
Banyak penulis yang paham betul tentang bahaya merokok bagi kesehatan. Belum lagi jika mengalkulasi jumlah uang yang dibakar.
Sayang jika royalti yang datangnya hanya satu kali dalam enam bulan dipakai untuk membeli rokok yang ujung-ujungnya malah merusak kesehatan.
Daripada menulis sambil merokok, sebagian penulis lebih memilih mengemil buah-buahan, biskuit, tempe mendoan, dan sebagainya.
Banyak penulis yang paham betul tentang bahaya merokok bagi kesehatan. Belum lagi jika mengalkulasi jumlah uang yang dibakar.
Sayang jika royalti yang datangnya hanya satu kali dalam enam bulan dipakai untuk membeli rokok yang ujung-ujungnya malah merusak kesehatan.
Daripada menulis sambil merokok, sebagian penulis lebih memilih mengemil buah-buahan, biskuit, tempe mendoan, dan sebagainya.
Penulis juga suka camilan sehat. |
Penulis = Suka Melamun
Ada benarnya tapi… bukan melamun
kosong. Yang dilakukan oleh penulis adalah mengkhayal, berpikir jauh ke depan atau
ke belakang, memikirkan hubungan sebab akibat agar tulisannya memiliki logika
(baik logika ilmiah maupun logika fiksi). Lagi pula, penulis yang kreatif punya
banyak cara untuk mencari ide.
Cara mencari ide saya tulis di Ide Mesti Dicari, Bukan Ditunggu
Penulis = Kumel bin Jorok
Dulu mungkin iya. Namun, sekarang semakin banyak
penulis yang sadar penampilan.
Ketika menulis di rumah, tentu saja terserah kalau mau pakai daster lusuh atau kaus oblong belel.
Ketika menulis di rumah, tentu saja terserah kalau mau pakai daster lusuh atau kaus oblong belel.
Lain cerita ketika penulis hadir di acara-acara kepenulisan seperti bedah buku, book signing, launching, atau talkshow. Penampilan harus diperhatikan.
Beberapa kegiatan yang mengharuskan saya tampil di depan publik. Tentunya, nggak boleh kumel.
Bagaimanapun kerennya karya yang dihasilkan,
penampilan fisik selalu menjadi perhatian pertama.
Lagi pula, tampil rapi dan bersih (tetapi tidak berlebihan) juga akan meningkatkan citra positif penulis, kok. Bukankah Allah itu indah dan menyukai keindahan?
Penulis = Hanya Perlu Menulis
Penulis tentu harus menulis. Jika tidak pernah
menghasilkan karya tulis, manalah mungkin disebut penulis.
Namun, penulis tidak hanya perlu menulis. Penulis
juga harus membaca (buku, majalah, koran, web, dan sebagainya) dan rajin
promosi buku.
Selain itu, penulis juga harus siap untuk acara-acara seperti talkshow, launching, gathering, workshop, booksigning, dan bedah buku.
Yang jelas, penulis juga perlu makan, minum, mandi, tidur, jalan-jalan, beribadah, bersosialisasi, dan sejenisnya. Tidak hanya menulis.
Selain itu, penulis juga harus siap untuk acara-acara seperti talkshow, launching, gathering, workshop, booksigning, dan bedah buku.
Yang jelas, penulis juga perlu makan, minum, mandi, tidur, jalan-jalan, beribadah, bersosialisasi, dan sejenisnya. Tidak hanya menulis.
Launching novel di Kompas Gramedia Fair | Foto: Penerbit Ice Cube KPG |
Kebiasaan bergadang, minum kopi, merokok, dan sebagainya itu berpulang kepada pribadi masing-masing, tak serta-merta melekat pada orang-orang dengan hobi atau pekerjaan tertentu. Lalu, penulis seperti apakah kamu?
Salam,
Triani Retno
A
Penulis, Editor, Blogger
Tidak ada komentar
Komentar dimoderasi dulu karena banyak spam. Terima kasih.