Salah
satu kriteria pemimpin yang didambakan oleh rakyat adalah dekat dengan rakyat
dan membuka kanal komunikasi dua arah. Bukan sekadar kedekatan ketika musim
kampanye untuk meraih simpati dan mengumpulkan suara.
Kedekatan
itu harus tetap terjalin ketika telah menduduki jabatan sebagai pemimpin dan
menjalankan amanah rakyat.
Pada
era teknologi informasi seperti sekarang ini, komunikasi dua arah dipermudah
dengan adanya jejaring sosial seperti Facebook, Twitter, dan Line.
Ridwan
Kamil yang menjadi Wali Kota Bandung sejak 16 September 2013 termasuk salah
satu pemimpin yang mengoptimalkan Twitter sebagai media berkomunikasi.
Bahasa
yang digunakannya di Twitter pun komunikatif, tak kaku seperti kebanyakan
pejabat.
Pada
masa awal jabatannya sebagai Wali Kota, Kang Emil―begitu ia biasa
disapa―menginstruksikan kepada seluruh jajaran Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) dan pejabat di lingkungan Pemerintah Kota Bandung untuk memiliki akun
Twitter.
Pada
mulanya, kebijakan ini dianggap aneh dan kontraproduktif. Di tengah banyaknya
pekerjaan yang harus dituntaskan, ia malah mengeluarkan instruksi tentang akun
Twitter ini.
Bukan
rahasia, sebagian orang memang menganggap jejaring sosial seperti Twitter ini
hanya untuk main-main.
Benarkah penggunaan Twitter ini hanya aktivitas di waktu senggang dan bahkan
membuang waktu?
Twitter Sebagai Media Komunikasi
Di
tangan sebagian orang, Twitter mungkin hanya untuk main-main atau mengisi waktu
senggang. Namun, tidak demikian jika Twitter berada di tangan Ridwan Kamil.
“Kebijakan Kang Emil sungguh serius dan bukan main-main. Media sosial yang sangat terbuka dan egaliter memungkinkan komunikasi berlangsung secara terbuka dan bersifat interaktif. Inilah esensi yang sesungguhnya dari kebijakan Twitteran Pak Wali Kota.” (halaman ix-x).
Twitter Power. |
Lewat
Twitter pula Kang Emil menyosialisasikan gagasan, kegiatan, serta
program-program yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandung.
Sebut
saja misalnya Fundays (halaman 49-65). Hari-hari menyenangkan (fundays) di
Bandung ini merupakan bagian dari program peningkatan indeks kebahagiaan warga
kota Bandung.
Dimulai
dari Senin Gratis Naik Damri (bagi pelajar berseragam, yang kemudian ditambah
dengan hari Kamis), Selasa Tanpa Rokok, Rebo Nyunda, Kamis Inggris, hingga
Jumat Sepeda.
Kemampuan
Twitter menyampaikan dan menyebarkan informasi dalam waktu singkat serta reaksi
cepat Kang Emil membuat kehadirannya tak hanya terasa di dunia maya tetapi juga
di dunia nyata, di dalam ruang kehidupan warga. (halaman 35-47)
Kedekatan
Kang Emil dengan warga kota juga terlihat dari kicauannya di Twitter. Kang Emil
tak jarang heureuy (bahasa Sunda,
bercanda)
dengan follower-nya.
Misalnya, pada hari Selasa Tanpa Rokok, seorang follower mengeluh karena dua kali terkena puntung rokok yang dilempar sembarangan dalam keadaan belum dimatikan.
Kang Emil menjawab dengan nada guyon, “Kamu balas dengan lempar bunga, tapi sekalian
dengan pot batunya.” (halaman 55)
Kang
Emil pun paham dengan konsekuensi dari komunikasi terbuka ini. Tak jarang ia
mendapat tweet yang berisi cacian, makian, dan ancaman
(halaman 111-119).
Misalnya ketika ia melakukan penertiban pedagang kaki lima (PKL) di Lapangan Gasibu yang berada tepat di depan Gedung Sate.
Di sini pembaca bisa melihat sikap tenang Kang Emil dalam menghadapi semua caci maki itu.
Kekurangan dan Kelebihan
Sayangnya,
cukup banyak kesalahan penyuntingan di dalam buku ini. Misalnya:
- menggapi
(halaman 40, seharusnya menanggapi),
- joblowan
dan joblowati (halaman 80, seharusnya jomblowan dan jomblowati),
- merubah (halaman 82, seharusnya mengubah), dan
- jika (halaman 93, seharusnya “jiwa”).
Selain
itu, ketidakkonsistenan penggunaan kata pun cukup banyak. Misalnya:
- kata
praktek dan praktik di
halaman iii,
- kata aktivitas (104) dan aktifitas (iv),
- walikota (iv) dan wali kota (ix),
- fondasi (xiv) dan pondasi (91).
Beberapa foto tangkap layar (screenshoot) pun terlalu kecil sehingga sulit dibaca.
Terlepas
dari kekurangan kecil itu, buku dengan ilustrasi berwarna ini layak dibaca,
dikaji, dan dijadikan bahan renungan.
Pembaca
pun dapat lebih memahami latar belakang munculnya sebuah tweet dari
Kang Emil.
Hal ini karena Yudiman dan Sufyan yang sama-sama pernah berkarier sebagai wartawan melengkapi tweet-tweet Kang Emil dengan narasi dan informasi yang cukup memadai.
Isi buku Twitter Power Ridwan Kamil. |
Judul : Twitter Power @ridwankamil
Penulis : Maulana Yudiman dan Muhammad Sufyan
Penerbit: Publika Edu Media
Terbit : Oktober
2014
Tebal :
xxii + 124 halaman
ISBN :
978-602-71147-0-8
Harga : Rp40.000
Tidak ada komentar
Komentar dimoderasi dulu karena banyak spam. Terima kasih.