Launching Buku Kang Emil
Ketika membaca cuitan Kang Fey di Twitter tentang akan adanya acara launching buku #Tetot Ridwan Kamil, saya langsung menandai tanggalnya.
Ketika undangan acara launching ini masuk ke ponsel saya tanggal 17 Januari 2015, saya sempat galau.
Anak bungsu saya sedang demam tinggi. Untunglah tanggal 18 pagi suhu tubuhnya sudah normal lagi. Jadi, siangnya saya bisa meluncur dari rumah di Ujung Berung ke Gramedia Merdeka.
Saya tiba di lokasi beberapa menit lewat dari pukul 16.00. Acara belum dimulai (di undangan tercantum pukul 16.30 - selesai) tetapi semua kursi telah terisi.
Sekitar pukul 16.30, Kang Emil datang, lengkap dengan iket Sunda berwarna biru. Tabuhan perkusi Grup 7 Percussion SMAN 7 Bandung menjadi pengiring. Lantai 2 Toko Buku Gramedia Merdeka yang memang sudah ramai menjadi semakin ramai.
Sahutan "Rampeees...." membahana ketika Kang Emil menyapa hadirin dengan "Sampurasuuuun....".
Kang Emil menggunakan tagar #Tetot ini ketika pengacara Farhat Abbas beberapa kali berkicau yang tak sesuai dengan fakta. Kemudian, #Tetot ini pula yang dipilih menjadi judul buku.
Menurut Kang Emil, menjadi pejabat publik harus siap menerima kritikan dan memiliki kesabaran tingkat dewa. Pejabat publik tak lepas dari sorotan. Berbuat begini dikritik, berbuat begitu dikritik, begini dikomentari, begitu dikomentari.
Lebih lanjut, Kang Emil yang telah memiliki akun Twitter sejak tahun 2009 ini mengatakan bahwa media sosial merupakan bahasa generasi masa kini. Namun, jangan sampai segala sesuatu dilaporkan tanpa kita turun tangan.
Kang Emil mencontohkan satu cuitan berisi caci maki yang diterimanya. Pemilik akun yang mencaci maki itu ternyata masih kelas 6 SD.
Dari situlah Kang Emil memprogramkan untuk menjadi pembina upacara di sekolah-sekolah di Bandung setiap hari Senin, untuk membina karakter generasi muda.
Akun Twitter itu digunakan untuk empat tujuan, yaitu menyampaikan informasi, menjawab pertanyaan, mengklarifikasi tudingan, dan mengedukasi.
Sementara itu, tentang cuitannya yang kerap bergurau, Kang Emil mengatakan bahwa hal tersebut tak lepas dari kultur orang Bandung yang memang senang heureuy alias bercanda. Namun, Kang Emil memilah-milah mana yang bisa ditanggapi dengan heureuy, mana yang harus serius.
Kang Syamsu yang juga editor buku #Tetot ini membuka rahasia bahwa proses penulisan buku ini ternyata kurang dari satu bulan. Bisa cepat begitu karena Kang Emil memang suka menulis.
Tak sulit mencari jejak tulisan Wali Kota berusia 43 tahun ini di dunia maya. Yang lama adalah meminta konfirmasi dari Kang Emil karena kesibukannya.
Yang juga menarik, Kang Emil mengatakan bahwa royalti buku ini akan kembali kembali ke penerbit dan untuk kegiatan sosial, tidak sepeser pun masuk ke kantungnya sendiri.
Selanjutnya, Kang Emil dan Mas Riza Zacharias, Pemilik dan Presdir PT Sygma Examedia Arkanleema, menandatangani launching buku #Tetot: Aku, Kamu, dan Media Sosial.
Beres penandatanganan ini, tiba sesi booksigning dan foto-foto. Antrean langsung mengular. Sejenak saya bingung. Mau ngapain, ya? Ikutan ngantre?
Lah, kan saya udah punya buku yang bertanda tangan Kang Emil. Saya malah sudah selesai membaca buku setebal 363 halaman itu.
Ketika undangan acara launching ini masuk ke ponsel saya tanggal 17 Januari 2015, saya sempat galau.
Anak bungsu saya sedang demam tinggi. Untunglah tanggal 18 pagi suhu tubuhnya sudah normal lagi. Jadi, siangnya saya bisa meluncur dari rumah di Ujung Berung ke Gramedia Merdeka.
Saya tiba di lokasi beberapa menit lewat dari pukul 16.00. Acara belum dimulai (di undangan tercantum pukul 16.30 - selesai) tetapi semua kursi telah terisi.
Sekitar pukul 16.30, Kang Emil datang, lengkap dengan iket Sunda berwarna biru. Tabuhan perkusi Grup 7 Percussion SMAN 7 Bandung menjadi pengiring. Lantai 2 Toko Buku Gramedia Merdeka yang memang sudah ramai menjadi semakin ramai.
Sahutan "Rampeees...." membahana ketika Kang Emil menyapa hadirin dengan "Sampurasuuuun....".
Kenapa #Tetot?
Bagi para followers akun Twitter Kang Emil, istilah #Tetot sudah tak asing lagi. Tetot adalah bunyi yang muncul pada acara kuis jika ada jawaban yang salah.Kang Emil menggunakan tagar #Tetot ini ketika pengacara Farhat Abbas beberapa kali berkicau yang tak sesuai dengan fakta. Kemudian, #Tetot ini pula yang dipilih menjadi judul buku.
Menurut Kang Emil, menjadi pejabat publik harus siap menerima kritikan dan memiliki kesabaran tingkat dewa. Pejabat publik tak lepas dari sorotan. Berbuat begini dikritik, berbuat begitu dikritik, begini dikomentari, begitu dikomentari.
"Dikritik itu tidak menjadi masalah, tetapi kritikan harus berbasis pada fakta. Jika berargumentasi, harus rasional. Tanpa fakta bukanlah mengkritik melainkan mencaci," ujar Kang Emil.
Kang Emil saat launching buku Tetot. |
Lebih lanjut, Kang Emil yang telah memiliki akun Twitter sejak tahun 2009 ini mengatakan bahwa media sosial merupakan bahasa generasi masa kini. Namun, jangan sampai segala sesuatu dilaporkan tanpa kita turun tangan.
"Bersosial media juga membutuhkan kedewasaan. Jika sebuah perkataan sudah masuk ke social media, berarti sudah masuk ke ruang publik."
Kang Emil mencontohkan satu cuitan berisi caci maki yang diterimanya. Pemilik akun yang mencaci maki itu ternyata masih kelas 6 SD.
Dari situlah Kang Emil memprogramkan untuk menjadi pembina upacara di sekolah-sekolah di Bandung setiap hari Senin, untuk membina karakter generasi muda.
Heureuy
Kang Emil juga menuturkan bahwa Bandung merupakan kota pertama yang mewajibkan seluruh dinasnya memiliki akun Twitter.Akun Twitter itu digunakan untuk empat tujuan, yaitu menyampaikan informasi, menjawab pertanyaan, mengklarifikasi tudingan, dan mengedukasi.
Sementara itu, tentang cuitannya yang kerap bergurau, Kang Emil mengatakan bahwa hal tersebut tak lepas dari kultur orang Bandung yang memang senang heureuy alias bercanda. Namun, Kang Emil memilah-milah mana yang bisa ditanggapi dengan heureuy, mana yang harus serius.
Seru dan bertabur doorprize. |
Co-Writer
Kang Emil tidak menulis buku yang ini sendiri. Ada dua co-writer yang mendampinginya, yaitu Sulaiman Abdurrahim dan Syamsu Ramly.Kang Syamsu yang juga editor buku #Tetot ini membuka rahasia bahwa proses penulisan buku ini ternyata kurang dari satu bulan. Bisa cepat begitu karena Kang Emil memang suka menulis.
Tak sulit mencari jejak tulisan Wali Kota berusia 43 tahun ini di dunia maya. Yang lama adalah meminta konfirmasi dari Kang Emil karena kesibukannya.
Yang juga menarik, Kang Emil mengatakan bahwa royalti buku ini akan kembali kembali ke penerbit dan untuk kegiatan sosial, tidak sepeser pun masuk ke kantungnya sendiri.
Co-writer sekaligus editor Kang Emil ikut bicara juga. |
Book Signing
Usai acara talkshow, Kang Emil menandatangani Grabber alias Gramedia Bebersih. Gerakan ini sejalan dengan program Gerakan Pungut Sampah (GPS) yang merupakan salah satu program Pemkot Bandung.Menandatangani Grabber alias Gramedia Bebersih. |
Selanjutnya, Kang Emil dan Mas Riza Zacharias, Pemilik dan Presdir PT Sygma Examedia Arkanleema, menandatangani launching buku #Tetot: Aku, Kamu, dan Media Sosial.
Mas Riza Zacharias, Presdir PT Sygma Examedia Arkanleema |
Beres penandatanganan ini, tiba sesi booksigning dan foto-foto. Antrean langsung mengular. Sejenak saya bingung. Mau ngapain, ya? Ikutan ngantre?
Lah, kan saya udah punya buku yang bertanda tangan Kang Emil. Saya malah sudah selesai membaca buku setebal 363 halaman itu.
Catatan pembacaan saya tentang buku ini bisa dibaca di Quotes Inspiratif Kang Emil.
Sementara orang-orang yang mengantre itu... saya perhatikan memang baru membeli buku (yang belum bertanda tangan) di lokasi launching. Mereka lebih berhak mengantre, dong.
Sementara orang-orang yang mengantre itu... saya perhatikan memang baru membeli buku (yang belum bertanda tangan) di lokasi launching. Mereka lebih berhak mengantre, dong.
Akhirnya saya yaaa... berjalan kian kemari saja sambil menunggu kesempatan berfoto bareng Kang Emil. Minta Kang Syamsu (mantan calon atasan saya sekian tahun yang lalu :D) buat menandatangani buku #Tetot.
Tinggal foto bareng. |
Ada juga teman lama saya, pengajar bimbel saya (yang sering saya recoki :D) zaman baheula di Masjid Salman, Kang Halfino Berry, yang sekarang jadi petinggi di Sygma, penerbit buku keren ini.
Fyi, Penerbit Sygma ini punya program Wisata Quran, loh. Bisa dibaca di tulisan saya Kampung Wisata Quran.
Salam,
Triani Retno A
Tidak ada komentar
Komentar dimoderasi dulu karena banyak spam. Terima kasih.