Kebiasaan Menulis Alay
"qq, q kagum dg qq. qq prodktv skali. Buku qq byk beuud. Gmn crx ea? Ajarin q nlz dund qq."
"Hai. Lam knal. Sy pen jd penulis spt Anda. Ap yg hrs sy lakukn?"
Saya cukup sering menerima inbox sejenis ini. Kalau yang menulis pesan seperti ini adalah pembaca buku saya (dan tidak mengatakan ingin menjadi penulis), saya sih biasanya membalas tanpa bawel. Seneng-seneng aja.
"Hai. Lam knal. Sy pen jd penulis spt Anda. Ap yg hrs sy lakukn?"
Saya cukup sering menerima inbox sejenis ini. Kalau yang menulis pesan seperti ini adalah pembaca buku saya (dan tidak mengatakan ingin menjadi penulis), saya sih biasanya membalas tanpa bawel. Seneng-seneng aja.
Lain cerita kalau yang menulis dengan bahasa seperti itu mengatakan ingin belajar menulis atau menjadi seorang penulis.
Huaduuuh... saya langsung bawel menegur, deh. "Bisa diulang nggak pertanyaannya? Saya susah, nih, bacanya...."
Selanjutnya, saya katakan, "Salah satu pelajaran pertama untuk menjadi penulis adalah membiasakan diri untuk menulis dengan benar."
Huaduuuh... saya langsung bawel menegur, deh. "Bisa diulang nggak pertanyaannya? Saya susah, nih, bacanya...."
Selanjutnya, saya katakan, "Salah satu pelajaran pertama untuk menjadi penulis adalah membiasakan diri untuk menulis dengan benar."
Menulis Alay dalam Naskah
Bukan tanpa alasan jika saya meminta demikian. Saya sering menemukan naskah dengan kalimat yang disingkat-singkat. Misalnya ini.
Kebiasaan alay tuh. |
Kebiasaan menyingkat kata. |
Perhatikan yang saya lingkari merah. Ada yang disingkat-singkat, ada pula yang alay.
Kebiasaan menulis seperti ini di medsos dan SMS terbukti sering terbawa ke dalam naskah.
Bukan cuma saya yang menemukan naskah seperti ini. Teman-teman saya yang editor pun sering menemukan hal serupa, bahkan lebih parah. Jika parahnya kebangetan yaaa... langsung singkirkan.
Dulu, kalau membaca buku yang di kalimat-kalimatnya ada singkatan-singkatan seperti yg, krn, dgn, dan sejenisnya, saya sering komen, "Ih, ini editornya gimana, ya?"
Sekarang, karena sering melihat naskah asli yang bertabur singkatan seperti itu, komen saya, "Ih, itu naskah aslinya gimana ya? Jangan-jangan isinya singkatan semua."
Di luar itu? Saya pribadi memperbolehkan jika memang pada tempatnya. Misalnya dalam adegan chatting atau SMS. Itu pun dengan catatan: sedikit saja.
Kita menulis karena ingin menyampaikan gagasan kita kepada orang lain, kan? Nah, kalau bahasa yang kita gunakan tidak komunikatif dan sulit dipahami, kemungkinan besar pesan kita itu tidak akan sampai. Yang terjadi malah gagal paham atau salah paham.
Tentang bahasa tulis alay ini, mohon bedakan dengan bahasa gaul yang diucapkan secara lisan. Bahasa lisan gaul itu seperti ciyusss, please deh ah, dan jleb. Bahasa tulis alay seperti kalimat pertama dalam artikel ini.
Di dalam novel Kayla Twitter Kemping ini banyak bahasa gaul. Kata-kata yang disingkat-singkat hanya ada di beberapa twit, bukan di narasi atau dialog lisan. |
Membiasakan Menulis
Jadi, kalau memang serius ingin belajar menulis, apalagi ingin menjadi penulis, biasakanlah menggunakan bahasa tulis yang benar.Itu pula alasan saya memasang peraturan "dilarang menggunakan bahasa tulis alay dan menyingkat-nyingkat kata, kecuali yang sangat umum" di grup saya, Curhat Calon Penulis Beken.
Seputar teknis menulis bisa dibaca di blogpost ini.
Saya sering tersenyum-senyum geli jika iseng menelusuri inbox lama dari beberapa teman yang telah menjadi penulis buku.
Di awal-awal kenal, bahasa tulis mereka aduh duh... alay banget. Namun, lama-kelamaan bahasa tulis mereka membaik.
Sekarang, novel-novel mereka sudah terpajang cantik di toko-toko buku keren se-Indonesia. Alhamdulillah. Ngiring bingah, kata orang Sunda mah. Ikut senang. :)
Salam,
Triani
Retno A
Penulis Buku, Novelis, Editor Freelance
Tidak ada komentar
Komentar dimoderasi dulu karena banyak spam. Terima kasih.