Cerita Tentang Penulis
Maukah kaudengar cerita tentang penulis di negeri ini?
Penulis yang pengusaha kaya,
Penulis yang juga pejabat tinggi,
Penulis yang bersuami seorang pejabat bergaji puluhan juta,
Penulis yang bersuami seorang pengusaha tajir,
Penulis yang iseng-iseng menulis karena kekayaannya sudah melimpah untuk anak cucu hingga tujuh turunan...
Mungkin tak ambil pusing dengan royalti minim yang masih dipotong pajak.
Mungkin tak peduli dengan royalti yang jauh di bawah UMR.
Mungkin masih bisa enteng berkata, "Lumayaaan, bisa buat beli bakso, wkwkwk...."
Lumayan.
Bagi penulis yang menulis adalah mata pencaharian utama
Bagi penulis yang pegawai rendahan
Bagi penulis yang pedagang kecil
Bagi penulis yang loper koran
Bagi penulis yang ibu tunggal tanpa bantuan sepeser pun dari mantan suami untuk anak-anak...
Royalti minim itu membuat kepala berdenyut.
Datangnya sekali dalam enam bulan tapi hanya sekuku curut.
Potongan pajak 15% pun membuat dada sesak menciut.
Alhamdulillah, masih dapat rezeki halal.
Meski benak dipenuhi pertanyaan
Bagaimana membeli bahan makanan untuk hari ini?
Bagaimana membayar tagihan listrik?
Bagaimana membeli buku-buku pelajaran untuk anak-anak?
Bagaimana membeli seragam dan sepatu sekolah yang baru karena yang lama sudah sempit dan jebol?
Lalu melantunkan doa,
Semoga pemerintah segera menghapuskan Pph 15% atas royalti penulis
Semoga pemerintah segera menghapuskan pajak ini-itu atas semua jenis buku agar harganya lebih terjangkau oleh masyarakat umum.
Semoga pemerintah tak mementingkan diskotek dan peragaan busana di atas upaya pencerdasan anak bangsa.
Semoga pemerintah tak lagi menganggap pencerdasan anak bangsa melulu melalui buku-buku paket pelajaran.
Lalu melantunkan harap
Semoga masyarakat menjadi pembeli dan penikmat buku kelas wahid.
Penulis yang pengusaha kaya,
Penulis yang juga pejabat tinggi,
Penulis yang bersuami seorang pejabat bergaji puluhan juta,
Penulis yang bersuami seorang pengusaha tajir,
Penulis yang iseng-iseng menulis karena kekayaannya sudah melimpah untuk anak cucu hingga tujuh turunan...
Mungkin tak ambil pusing dengan royalti minim yang masih dipotong pajak.
Mungkin tak peduli dengan royalti yang jauh di bawah UMR.
Mungkin masih bisa enteng berkata, "Lumayaaan, bisa buat beli bakso, wkwkwk...."
Lumayan.
Bagi penulis yang menulis adalah mata pencaharian utama
Bagi penulis yang pegawai rendahan
Bagi penulis yang pedagang kecil
Bagi penulis yang loper koran
Bagi penulis yang ibu tunggal tanpa bantuan sepeser pun dari mantan suami untuk anak-anak...
Royalti minim itu membuat kepala berdenyut.
Datangnya sekali dalam enam bulan tapi hanya sekuku curut.
Potongan pajak 15% pun membuat dada sesak menciut.
Alhamdulillah, masih dapat rezeki halal.
Meski benak dipenuhi pertanyaan
Bagaimana membeli bahan makanan untuk hari ini?
Bagaimana membayar tagihan listrik?
Bagaimana membeli buku-buku pelajaran untuk anak-anak?
Bagaimana membeli seragam dan sepatu sekolah yang baru karena yang lama sudah sempit dan jebol?
Lalu melantunkan doa,
Semoga pemerintah segera menghapuskan Pph 15% atas royalti penulis
Semoga pemerintah segera menghapuskan pajak ini-itu atas semua jenis buku agar harganya lebih terjangkau oleh masyarakat umum.
Semoga pemerintah tak mementingkan diskotek dan peragaan busana di atas upaya pencerdasan anak bangsa.
Semoga pemerintah tak lagi menganggap pencerdasan anak bangsa melulu melalui buku-buku paket pelajaran.
Lalu melantunkan harap
Semoga masyarakat menjadi pembeli dan penikmat buku kelas wahid.
Catatan
- Royalti penulis sebesar 5%-10% dari harga jual buku. Jika buku jatuh ke harga obral, royalti pun dihitung dari harga obral tersebut. Di penerbit tertentu, penulis tidak mendapat royalti dari buku obral.
- Penulis buku yang hanya mendapat royalti Rp 100 ribu dipotong pajak 15% dalam enam bulan (rata-rata Rp 14,167 per bulan) bukan cerita baru di kalangan penulis. Jauh lebih kecil dibandingkan upah buruh pabrik dan pembantu rumah tangga. Jauh dari garis hidup layak.
- Royalti dikirim kepada penulis buku satu kali dalam 4, 6, atau 12 bulan (tergantung penerbit). Besarannya tak tentu, tergantung pada jumlah buku yang terjual dalam periode tersebut.
- Pph royalti 15% jika memiliki NPWP. Jika tidak memiliki NPWP, dikenakan Pph 30%.
- Pph 15% (atau 30%) itu langsung dipotong oleh penerbit dan disetor pada negara, berapa pun jumlah royaltinya. Prosedur untuk mengurus lebih bayar pajak sering sulit dipahami sehingga banyak penulis merelakannya (meski terasa berat. 15%, Beib :'( ).
Salam,
Triani Retno A
Penulis Buku, Novelis, Editor Freelance
Tidak ada komentar
Komentar dimoderasi dulu karena banyak spam. Terima kasih.