Kelola Limbah Rumah Tangga
Kalau biasanya saya ikut workshop tentang menulis, Kamis tanggal 10 Maret kemarin saya ikut workshop “Kelola Limbah Rumah Tangga”. Penting nih karena sampahku tanggung jawabku.Workshop ini diadakan oleh Superindo bekerja sama dengan Yayasan Perisai (Pusat Pengembangan Riset Sampah Indonesia) dan Indonesia Solid Waste Association (InSWA). Aha! Pasti banyak ilmu baru yang bisa saya ambil dari acara itu.
Tentang pengelolaan sampah ini bisa juga dibaca di Mengolah Barang Bekas Menjadi Bernilai Jual.
Belajar dari Ahlinya
Pemateri pertama
dalam workshop yang diadakan di Bumi Samami, Bandung, ini adalah Ir. Sri Bebassari, M.Si, Ketua Umum InSWA, sekaligus peraih Kalpataru tahun 2015 untuk
kategori pengelolaan sampah.
Wooow! Kalau
sang ahli yang turun langsung, mesti siap-siapin karung buat menampung ilmunya,
nih. Maklum, dong, beliau sudah 36 tahun belajar dan meneliti masalah sampah.
Ibu Sri Bebassari, Ratu Sampah Indonesia. |
Ratu
Sampah yang akrab disapa dengan Bu Enchi ini membuka paparan dengan memaparkan
fakta tentang besarnya volume sampah yang kita produksi.
Bandung,
misalnya. Dalam satu hari, ada 1.500 ton sampah di Kota Kembang ini. Repotnya,
kota Bandung tak memiliki TPA (tempat pembuangan akhir) sampah sendiri.
TPA untuk sampah “produksi” warga Kota Bandung ini berada di wilayah tetangga.
Jakarta pun sama saja, bahkan lebih parah. Dalam satu hari, kota metropolitan ini menghasilkan 6.000 ton sampah yang kemudian "dikirim" ke wilayah tetangga, yaitu Bekasi. Tak ubahnya rumah mewah yang tak punya toilet.
TPA untuk sampah “produksi” warga Kota Bandung ini berada di wilayah tetangga.
Jakarta pun sama saja, bahkan lebih parah. Dalam satu hari, kota metropolitan ini menghasilkan 6.000 ton sampah yang kemudian "dikirim" ke wilayah tetangga, yaitu Bekasi. Tak ubahnya rumah mewah yang tak punya toilet.
Itu baru
Bandung dan Jakarta. Bagaimana dengan Indonesia secara keseluruhan?
Akumulasinya sangat mengerikan. Dalam satu tahun, Indonesia menghasilkan sampah sebanyak 86 juta meter kubik (86 miliar liter). Jumlah ini kira-kira sebesar 22 kali candi Borobudur!
Akumulasinya sangat mengerikan. Dalam satu tahun, Indonesia menghasilkan sampah sebanyak 86 juta meter kubik (86 miliar liter). Jumlah ini kira-kira sebesar 22 kali candi Borobudur!
Produksi sampah di Indonesia. |
Bukan
cuma Indonesia yang menghadapi masalah sampah. Negara-negara lain pun sama
saja.
Faktanya, kurang dari 1% penduduk dunia yang peduli sampah, padahal 100% penduduk dunia menghasilkan sampah.
Faktanya, kurang dari 1% penduduk dunia yang peduli sampah, padahal 100% penduduk dunia menghasilkan sampah.
Tapi kan
ada negara-negara yang relatif bersih dari sampah? Misalnya aja Singapura atau
Jepang.
Iyes,
betul. Singapura butuh waktu 40 tahun dan Jepang butuh waktu 100 tahun
untuk melakukan sosialisasi dan mengubah mindset warganya agar mau disiplin hidup bersih. Indonesia butuh
berapa tahun, ya?
Pengelolaan Sampah yang Baik
Peduli lingkungan harus dimulai dari diri sendiri, termasuk dalam pengelolaan sampah. Masalah
sampah ternyata tidak bisa asal-asalan saja dikelola. Ini masalah serius yang
juga berdampak serius bagi lingkungan.
Menurut
InSWA, pengelolaan sampah yang baik memenuhi lima aspek berikut ini.
1. Aspek Hukum.
Sebenarnya udah ada payung hukumnya, yaitu UU No. 18 Tahun
2008. Tinggal bagaimana menerapkan UU yang diperjuangkan kelahirannya selama
delapan tahun ini.
2. Aspek Kelembagaan.
Yang dimaksud dengan aspek kelembagaan adalah adanya prinsip kemitraan, saling mendukung, dan menciptakan sistem
pengelolaan terpadu.
3. Aspek Pembiayaan.
Tidak mungkin mengelola sampah dengan baik kalau tidak
didukung dana. Dana kebersihan di Indonesia sekarang (kalau di RT saya mah Rp
5.000 / bulan / keluarga) masih jauh dari memadai. Akibatnya, pengelolaan
sampah pun masih jauh dari memadai.
4. Aspek Teknologi.
Mengembangkan teknologi pengelolaan sampah. Tentang aspek
teknologi ini, Bu Enchi memberikan catatan khusus. Beliau pernah menolak
program CSR dari sebuah bank swasta besar yang akan memberikan mesin pengolah
sampah.
Menurut beliau, mesin seperti itu nantinya justru akan membutuhkan biaya besar. Kalau modal itu tak ada, mesin akan mangkrak, usaha pengolahan sampah pun bisa mandek. Beliau lebih menyarankan pengelolaan sampah dari skala rumah tangga yang tak butuh modal besar.
5. Aspek Sosial Budaya.
Termasuk dalam aspek sosial budaya ini adalah mengubah mindset masyarakat tentang kebersihan dan
pengelolaan sampah.
Padahal ya, sampah kalau dikelola dengan baik masih bermanfaat. Sampah organik misalnya. Bisa jadi kompos dan pupuk cair.
Registrasi dan langsung dapat goodie bag superspesial. |
Suasana sebelum workshop dimulai. |
Mbak Olly Tasya dari InSWA (kiri; sebagai fasilitator workshop sekaligus MC) dan Mbak Gibthi dari Superindo (kanan; sebagai pemandu, contact person, MC, fotografer, dll) |
Ruang meeting Bumi Samami, Bandung, tempat workshop berlangsung. |
Salam,
Tidak ada komentar
Komentar dimoderasi dulu karena banyak spam. Terima kasih.