“Mbak, minta nomor rekeningnya, dong.”
Kalimat
seperti ini sudah akrab dengan saya. Maklum, pekerjaan saya sebagai freelancer kan memang berjalan
secara online. Jual beli buku secara online, pekerjaan menulis
dan mengedit pun saya lakukan dengan bantuan internet.
Pembayaran selalu
melalui transfer bank. Tinggal disiplin saja mengelola keuangan keluarga ala freelancer. Mulai dari membayar tagihan rutin bulanan, mempersiapkan dana pendidikan, dana kesehatan, hingga mempersiapkan dana pensiun sendiri.
Tapi,
permintaan dari sebuah kantor penerbitan di Jakarta itu terasa berbeda. Pasalnya,
nomor rekening yang diminta itu nantinya untuk mentransfer royalti buku karya
putri sulung saya.
Kenapa
nggak pakai nomor rekening saya saja?
Kalau mau
cepat, sih, saya bisa saja langsung memberikan nomor rekening BNI saya. Bukankah
selama ini BNI sahabat keluarga kecilku?
Cuma, tiba-tiba terngiang kata-kata putri sulung saya beberapa tahun yang lalu. "Kalau uangnya Mami yang pegang, nanti kepake buat beli beras nggak, Mi?”
Cuma, tiba-tiba terngiang kata-kata putri sulung saya beberapa tahun yang lalu. "Kalau uangnya Mami yang pegang, nanti kepake buat beli beras nggak, Mi?”
Hehehe….
Dulu sekali, ketika dia masih TK dan hidup kami morat-marit, beberapa kali uang
tabungannya di sekolah saya pakai buat membeli beras.
Sebagai ibu yang jujur, saya izin dong ke dia plus janji akan menggantinya setelah saya punya uang.
Sebagai ibu yang jujur, saya izin dong ke dia plus janji akan menggantinya setelah saya punya uang.
Rupanya
dia masih menyimpan kalimat itu dalam ingatannya.
Tapenas BNI Untuk Si Sulung
BNI sudah
bertahun-tahun menjadi sahabat bagi keluarga kecil saya. Awalnya, bulan
Desember 2009 saya membuat rekening Taplus atas nama saya dan membuka Tapenas
untuk putri sulung saya. Ketika itu dia masih duduk di kelas 1 SD.
Membuat
rekening Tapenas itu adalah salah satu keputusan penting saya. Lebay? Hehe …
Bagi sebagian orang yang tidak bermasalah dengan keuangan, mungkin agak lebay. Tapi tidak bagi saya. Bagi saya itu memang keputusan penting.
Bagi sebagian orang yang tidak bermasalah dengan keuangan, mungkin agak lebay. Tapi tidak bagi saya. Bagi saya itu memang keputusan penting.
Tahun
2009 itu saya belum mulai bekerja lagi tapi ada beberapa buku yang terbit pada
tahun tersebut. Royalti buku-buku itulah yang saya sisihkan untuk Tapenas si
sulung.
Catatan ringan tentang pengelolaan keuangan:
Catatan ringan tentang pengelolaan keuangan:
Sempat terbayang, “Duh, ntar gimana kalau pas lagi nggak ada uang di Taplus? Buat sehari-hari cukup nggak, ya?”
Namun,
keinginan mempersiapkan dana untuk pendidikannya kelak membuat saya membulatkan
tekad. Kalau tidak dimulai dari sekarang, kapan lagi? Menunda-nunda jelas bukan
pilihan bijaksana.
BNI Tapenas, membantu saya merencanakan masa depan anak-anak. |
Berangkat
dari pemikiran seperti itu, akhirnya jadilah buku Tapenas pertama si sulung (dan kemudian untuk si bungsu juga).
Tugas saya berikutnya adalah lebih rajin mencari job supaya Tapenas itu bisa rutin terisi.
Tugas saya berikutnya adalah lebih rajin mencari job supaya Tapenas itu bisa rutin terisi.
Alhamdulillah,
berselang beberapa hari setelah itu editor saya di Gramedia Pustaka Utama
menawarkan pekerjaan sebagai editor freelance untuk naskah nonfiksi.
Kemudian, tahun 2010 saya bekerja sebagai penulis artikel di sebuah web.
Si Sulung Belajar Menabung
Sekarang
si sulung sudah punya Tapenas BNI yang isinya didebit dari rekening Taplus
saya. Lalu, bagaimana dia bisa belajar menabung? Kalau Tapenas kan tinggal
mendebit-debit saja.
Dia
belajar menabung di sekolah. Di kelas si sulung ada kegiatan menabung yang
dikelola oleh guru wali kelasnya. Seminggu
dua kali dia menabung pada ibu gurunya.
Tidak banyak. Biasanya hanya seribu rupiah setiap kali menabung. Uang sakunya ketika kelas satu SD itu hanya seribu rupiah per hari. Itu pun saya wanti-wanti, jangan dihabiskan semua untuk jajan. Untuk minum, bawa saja bekal dari rumah.
Tidak banyak. Biasanya hanya seribu rupiah setiap kali menabung. Uang sakunya ketika kelas satu SD itu hanya seribu rupiah per hari. Itu pun saya wanti-wanti, jangan dihabiskan semua untuk jajan. Untuk minum, bawa saja bekal dari rumah.
Syukurlah
dia mengerti kondisi orangtuanya yang pas-pasan ini. Biasanya dia hanya
membelanjakan lima ratus rupiah. Sisanya ditabung.
Dengan jumlah setoran dua ribu rupiah seminggu, saldo tabungannya di ibu guru merayap seperti siput.
Anak-anak juga perlu dikenalkan dengan urusan keuangan ini.
Dengan jumlah setoran dua ribu rupiah seminggu, saldo tabungannya di ibu guru merayap seperti siput.
Anak-anak juga perlu dikenalkan dengan urusan keuangan ini.
- Pesan Finansial Untuk Anak-Anak
- Berliterasi Sejak dari Rumah, Termasuk di sini adalah literasi finansial.
Beberapa
kali dia bercerita sepulang dari sekolah. Tabungan si A sudah enam ratus ribu,
tabungan si B sudah hampir satu juta rupiah.
Dari mana dia tahu? Ya dari si A dan si B. Mereka yang bercerita pada si sulung saya, juga pada teman-teman yang lain.
Dari mana dia tahu? Ya dari si A dan si B. Mereka yang bercerita pada si sulung saya, juga pada teman-teman yang lain.
Selidik punya selidik, tabungan si A dan si B
di ibu guru bisa sebanyak itu karena ibu mereka ikut menabung di sana. Sekali
menabung bisa seratus-dua ratus ribu rupiah..
“Kakak
beda, dong. Kakak, kan, nabung dari uang jajan Kakak sendiri. Lebih hebat,
tuh.”
Si sulung
manggut-manggut. “Kalau Mami nabung di mana?” tanya dia kemudian.
“Mami
nabung di BNI,” sahut saya. Huuuft, untung saya punya tabungan. Kebayang, dong,
malunya kalau menyuruh anak menabung tapi saya sendiri nggak menabung. Anak kan
butuh teladan, bukan sekadar kata-kata.
“Kakak
juga Mami buatkan tabungan di BNI. Namanya Tapenas,” lanjut saya sambil menunjukkan buku tabungannya.
“Asiiiik.”
“Tapi
baru bisa diambilnya nantiii. Masih lama banget. Kalau Kakak udah mau kuliah,” tambah
saya lagi.
Tapenas ini memang tabungan berjangka yang baru bisa diambil setelah jangka waktu tertentu. Bukan seperti Taplus yang bisa diambil sewaktu-waktu.
Tapenas ini memang tabungan berjangka yang baru bisa diambil setelah jangka waktu tertentu. Bukan seperti Taplus yang bisa diambil sewaktu-waktu.
Si sulung
terdiam. Well, tentang kuliah itu mungkin belum terbayang di benaknya.
Masih jauh sekali, memang. Tapi yang jauh itu lama-kelamaan akan menjadi dekat.
Taplus Anak
Pertanyaan
Mbak Editor pada suatu siang di tahun
2015 itu tak langsung saya jawab.
Selama ini, sebagian besar honor si Kakak dari menulis di koran atau hadiah lomba saya masukkan ke Tapenas miliknya.
Hanya sebagian kecil yang dipakainya untuk keperluan sendiri, misalnya untuk membeli buku cerita.
Selama ini, sebagian besar honor si Kakak dari menulis di koran atau hadiah lomba saya masukkan ke Tapenas miliknya.
Hanya sebagian kecil yang dipakainya untuk keperluan sendiri, misalnya untuk membeli buku cerita.
Si sulung mengambil honor di kantor redaksi Pikiran Rakyat. |
Honor-honor
itu selalu diambil langsung ke kantor surat kabar di kota kami. Kebetulan
mereka memang tidak mentransfer honor untuk para penulis di dalam kota.
Untuk
royalti ini beda. Sama seperti royalti-royalti saya selama ini, royalti si
sulung nanti pun akan ditransfer.
Hm… apa ditransfer saja ke rekening saya? Dengan catatan, harus segera saya pindahkan ke Tapenas miliknya sebelum terpakai untuk kebutuhan sehari-hari. Atau… eh, coba lihat dulu. Apa BNI punya tabungan khusus buat anak-anak?
Hm… apa ditransfer saja ke rekening saya? Dengan catatan, harus segera saya pindahkan ke Tapenas miliknya sebelum terpakai untuk kebutuhan sehari-hari. Atau… eh, coba lihat dulu. Apa BNI punya tabungan khusus buat anak-anak?
Ternyata
ada. Namanya Taplus Anak, ditujukan untuk anak-anak yang belum berusia 17 tahun.
Cara membuatnya juga mudah. Yang penting, orangtua adalah nasabah BNI. Setoran
awal pun cukup Rp 100.000, sedangkan setoran selanjutnya minimal Rp 10.000. Wah,
beres kalau begitu.
Keesokan
harinya saya langsung ke kantor cabang BNI di dekat tempat tinggal saya dengan
membawa akte kelahirannya.
Setelah mengisi formulir dan tanda tangan ini-itu, jadi deh buku Taplus si sulung. Transferan royalti dan honor menulisnya nanti akan langsung meluncur ke sana.
Setelah mengisi formulir dan tanda tangan ini-itu, jadi deh buku Taplus si sulung. Transferan royalti dan honor menulisnya nanti akan langsung meluncur ke sana.
Buku Taplus Anak dan novel si Sulung. |
BNI Sahabat Keluarga Kecilku
Tak
berlebihan kiranya jika saya katakan BNI adalah sahabat bagi keluarga kecil
saya.
Selama bertahun-tahun saya memercayakan BNI mengelola Tapenas untuk kedua anak saya. Begitu pula dengan pengelolaan dana pensiun, saya percayakan pada Tabungan Simponi BNI.
Selama bertahun-tahun saya memercayakan BNI mengelola Tapenas untuk kedua anak saya. Begitu pula dengan pengelolaan dana pensiun, saya percayakan pada Tabungan Simponi BNI.
Terima
kasih telah menjadi sahabat bagi keluarga kecil saya.
Salam,
Triani Retno A
www.trianiretno.com
Penulis Buku, Blogger, Editor Freelance
Salam,
Triani Retno A
www.trianiretno.com
Penulis Buku, Blogger, Editor Freelance
Tidak ada komentar
Komentar dimoderasi dulu karena banyak spam. Terima kasih.