Kenapa
zakat yang terkumpul hanya sekecil itu, ya?
Pengetahuan tentang Zakat
Zakat
yang paling populer di kalangan umat Islam Indonesia adalah zakat fitrah.
Setiap akhir Ramadhan,
berbondong-bondong umat Islam membayar zakat fitrah, baik dalam bentuk
beras maupun uang.
Terkait pengelolaan keuangan di masa Ramadan:
Terkait pengelolaan keuangan di masa Ramadan:
Berapa banyak umat Islam yang sekaligus membayarkan zakat mal dan zakat penghasilannya?
Kalau melihat angka yang disebutkan Tarmizi Tohor―Direktur Pemberdayaan Zakat Kementerian Agama―di atas, sepertinya tidak banyak, ya.
Di
lingkungan saya, jumlah zakat yang terkumpul selalu diumumkan ketika menjelang
shalat Idul Fitri. Zakat fitrah, infak, dan sedekah bisa mencapai belasan juta
rupiah. Namun, zakal mal dan zakat penghasilan hanya beberapa ratus ribu
rupiah.
Saya,
sih, berprasangka baik saja. Mungkin zakat penghasilan sudah langsung dibayarkan
oleh kantor (seperti kantor saya dulu).
Mungkin mereka sudah membayar zakat mal melalui lembaga zakat seperti Dompet Dhuafa atau menyampaikannya langsung kepada orang yang berhak menerima zakat (mustahik).
Mungkin mereka sudah membayar zakat mal melalui lembaga zakat seperti Dompet Dhuafa atau menyampaikannya langsung kepada orang yang berhak menerima zakat (mustahik).
Pengalaman Berzakat
Saya teringat kejadian beberapa tahun lalu. Sebagai pekerja lepas,
penghasilan per bulan saya juga lepas suka-suka.
Kadang-kadang penghasilan pas-pasan untuk biaya hidup satu bulan. Kadang-kadang bisa untuk biaya hidup dua-tiga bulan. Kadang-kadang hanya dapat seratus-dua ratus ribu rupiah per bulan.
Kadang-kadang penghasilan pas-pasan untuk biaya hidup satu bulan. Kadang-kadang bisa untuk biaya hidup dua-tiga bulan. Kadang-kadang hanya dapat seratus-dua ratus ribu rupiah per bulan.
Saya
bingung, dong. Bagaimana bayar zakatnya kalau begini? Jadi, saya putuskan untuk
menelepon sebuah lembaga zakat agar mendapat kejelasan.
“Mbak, kalau untuk zakat penghasilan dan zakat mal, nisabnya berapa ya?” tanya saya setelah berbasa-basi sejenak.
“Oh ... nisabnya bisa berapa aja, Bu.
Saya bengong mendengar jawaban itu. “Emh ... bukannya ada nisab-nisabnya gitu, ya, Mbak? Berapa gram emas atau beras gitu?” tanya saya lagi. Samar-samar saya masih menyimpan ingatan tentang ada nisab itu. Tapi saya lupa pastinya."
“Nggak, kok, Bu. Bebas aja. Nisabnya bisa satu gram emas, bisa satu gram beras….”
“Maaf, Mbak,” saya menyela. “Harga satu gram emas kan sekitar lima ratus ribu. Kalau harga satu gram beras … kalau satu kilo aja sembilan ribu, berarti satu gram … cuma sembilan rupiah. Masa sih satu gram emas sama dengan satu gram beras?”
Si Mbak yang di sana gelagapan. Terdengar dia bertanya dan berdebat dengan temannya. Saya sendiri memilih menutup telepon. Pusing. Browsing sajalah kalau begitu.
Kejadian
itu membekas di benak saya. Saya jadi enggan membayar zakat melalui lembaga tersebut. Yah, bagaimana lagi.
Orang yang seharusnya menjelaskan mengenai zakat saja tidak paham tentang
zakat.
Gawat,
nih, kalau banyak orang seperti itu. Bisa-bisa masyarakat muslim jadi enggan
membayar zakat.
Sebagian masyarakat muslim (termasuk saya) masih minim pengetahuan tentang zakat. Ketika tergerak untuk mencari informasi, eh malah mendapat jawaban yang membingungkan.
Sebagian masyarakat muslim (termasuk saya) masih minim pengetahuan tentang zakat. Ketika tergerak untuk mencari informasi, eh malah mendapat jawaban yang membingungkan.
Saya
sendiri akhirnya memilih menghitung zakat penghasilan dan zakat mal saya secara
online dengan menggunakan kalkulator zakat Dompet Dhuafa.
Di sana jelas nisabnya berapa. Tinggal memasukkan jumlah penghasilan dan nilai harta, nanti akan muncul keterangan apakah wajib membayar zakat atau tidak.
Di sana jelas nisabnya berapa. Tinggal memasukkan jumlah penghasilan dan nilai harta, nanti akan muncul keterangan apakah wajib membayar zakat atau tidak.
Hasilnya?
Kalau dihitung per bulan, saya lebih sering termasuk kategori yang tidak wajib
membayar zakat penghasilan. Namun, jika dihitung per tahun, saya termasuk wajib
zakat. Selain itu, karena rajin menabung saya pun wajib membayar zakat mal.
Alhamdulillah,
Allah memercayai saya menjadi wajib zakat.
Mengoptimalkan Zakat
Uang
zakat sebesar Rp 217 triliun setahun bukanlah jumlah yang kecil. Apabila dikelola
dengan benar, kesejahteraan masyarakat bisa terangkat.
Lalu,
bagaimana agar kaum muslim Indonesia yang termasuk wajib zakat mau membayar
zakat?
1. Sosialisasi dan edukasi.
Membayar
zakat bukan masalah mau atau tidak mau. Membayar zakat adalah bagian dari rukun
Islam. Hukum membayar zakat adalah wajib jika telah mencapai nisab.
Dalam terminologi agama, wajib berarti jika dikerjakan mendapat pahala dan jika ditinggalkan akan berdosa.
Dalam terminologi agama, wajib berarti jika dikerjakan mendapat pahala dan jika ditinggalkan akan berdosa.
Sosialisasi dan edukasi tentang zakat tersebut hendaknya lebih digencarkan. Dilakukan secara rutin dan berkesinambungan sepanjang
tahun. Jadi, bukan hanya pada bulan Ramadan.
2. Ilmu tentang zakat.
Lembaga-lembaga
pengelola zakat hendaknya membekali para pegawainya (terutama yang berhubungan langsung
dengan wajib zakat) dengan ilmu perzakatan yang memadai.
Tujuannya, agar tidak sampai
salah memberikan informasi. Cukup saya yang mendapat informasi "nisab zakat bisa berapa saja" dari pegawai lembaga pengelola zakat.
Membayar zakat bukan hanya urusan dengan sesama manusia, melainkan juga dengan Allah.
Membayar zakat bukan hanya urusan dengan sesama manusia, melainkan juga dengan Allah.
3. Kemudahan membayar zakat.
Kemudahan
di sini dalam arti mudah menghitung zakat yang harus dibayarkan (Dompet Dhuafa
sudah melakukannya dengan kalkulator zakat online) dan mudah dalam membayar
zakat.
4. Transparansi pemanfaatan zakat.
Transparansi pemasukan dan pemanfaatan dana zakat ini sangat penting. Kepercayaan umat Islam yang termasuk wajib zakat pun akan terbangun.
Jangan sampai ada oknum yang mengorupsi dana zakat. Pembayar zakat berhak tahu
uang zakatnya digunakan untuk apa.
Untuk Indonesia yang Lebih Baik
Zakatnesia
merupakan program penyadaran yang ditujukan kepada masyarakat bahwa ada gerakan
zakat yang masif dan peduli pada Indonesia. Demikian diungkapkan oleh Bambang
Suherman, Direktur Komunikasi dan Sumber Daya Dompet Dhuafa.2)
Dengan
Zakatnesia ini Dompet Dhuafa menunjukkan bahwa zakat dapat dikelola untuk menanggulangi
berbagai masalah di Indonesia dari hal yang paling mendasar.
Memangnya,
apa yang bisa dilakukan dengan uang zakat itu?
Banyak,
ternyata. Penyaluran zakat bukan sekadar membagi-bagikan uang atau sembako
seperti yang umum diketahui masyarakat awam.
Dana zakat itu bisa digunakan untuk menyediakan berbagai fasilitas yang berguna bagi kemaslahatan umat, terutama kaum dhuafa. Dana zakat itu juga membuat kita belajar menjadi bermanfaat bagi sesama..
Dana zakat itu bisa digunakan untuk menyediakan berbagai fasilitas yang berguna bagi kemaslahatan umat, terutama kaum dhuafa. Dana zakat itu juga membuat kita belajar menjadi bermanfaat bagi sesama..
Berikut ini beberapa fasilitas untuk kaum dhuafa yang dibangun dengan dana zakat.
1. Pendidikan.
Dana zakat bisa dialokasikan untuk membangun sekolah, perpustakaan masyarakat, atau lembaga pendidikan keterampilan. Selain itu, bisa juga disalurkan sebagai beasiswa bagi anak-anak dari keluarga dhuafa.
Kita
sama-sama mafhum bahwa pendidikan adalah salah satu cara untuk memutuskan
rantai kemiskinan. Dengan pendidikan, kesempatan untuk memperbaiki taraf hidup
pun meningkat.
Sekolah
Smart Ekselensia Indonesia di Parung, Kabupaten Bogor, merupakan salah satu
contoh bagaimana dana zakat bisa dikelola untuk memberikan pendidikan yang
berkualitas bagi anak-anak yang berasal dari keluarga tidak mampu.
2. Fasilitas kesehatan.
Zakat
yang terkumpul pun bisa digunakan untuk pengadaan sarana dan prasarana
kesehatan.
Tidak hanya membangun balai kesehatan, klinik, dan rumah sakit, tetapi juga menyediakan tenaga kesehatan yang berkualitas dan senang melayani.
Tidak hanya membangun balai kesehatan, klinik, dan rumah sakit, tetapi juga menyediakan tenaga kesehatan yang berkualitas dan senang melayani.
“Senang
melayani” menjadi poin yang perlu diperhatikan. Bukan baru satu-dua kali media
massa mengabarkan tentang pasien miskin yang diperlakukan kurang layak.
Dompet Dhuafa
telah merealisasikan ini dengan mendirikan Rumah Sehat Terpadu (RST) di Desa
Jampang, Kemang, Kabupaten Bogor. RST ini memberikan layanan kesehatan gratis
bagi pasien dari kalangan dhuafa.
3. Modal usaha.
Kata
pepatah lama, lebih baik memberi kail daripada memberi ikan. Memberi modal
usaha lebih baik daripada memberi uang setiap kali si miskin membutuhkan. Akan lebih
baik baik lagi jika pemberian modal tersebut diiringi dengan pemberian bekal
keterampilan dan pendampingan.
Pengelolaan zakat yang optimal dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. |
Dari Mustahik Menjadi Muzakki
Zakat
yang dikelola dengan optimal dapat mengubah status seorang mustahik (penerima
zakat) menjadi muzakki (wajib membayar zakat).
Yuk, keluarkan
zakat kita. Menunaikan perintah Allah, membantu sesama muslim, sekaligus
membersihkan penghasilan dan harta kita. Kebaikan berbagi, kebaikan dari hati. Insya Allah lebih barokah.
Daftar Bacaan
1) Syalabi, Ahmad. 2016. “Potensi Zakat Rp 217 Triliun,
Realisasi Rp 37 Triliun”. Republika, 27 April 2016. http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/wakaf/16/04/27/o6ac31394-potensi-zakat-rp-217-triliun-realisasi-rp-37-triliun.
Diunduh tanggal 23 Juni 2016.
2) Handayani, Sri. 2016. “Ramadhan Ini Dompet Dhuafa Kampanyekan
Tagline Zakatnesia”. Republika, 5 Mei 2016. http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/wakaf/16/05/05/o6o76c368-ramadhan-ini-dompet-dhuafa-kampanyekan-tagline-zakatnesia.
Diunduh tanggal 23 Juni 2016.
Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Zakatnesia Berkah Untuk Indonesia. |
Tidak ada komentar
Komentar dimoderasi dulu karena banyak spam. Terima kasih.