Bukan cuma satu kali melainkan beberapa kali. Namun, kalimat ini sering hanya mampir sebentar, kemudian menghilang.
Bagi
saya, tidak ada kata terlalu tua untuk bermimpi. Lagi pula, bermimpi kan
gratis. Tidak perlu bayar tiket, tidak perlu bayar pajak. Hehehe….
Saya
beruntung karena dalam pekerjaan saya sebagai penulis dan editor lepas, saya
banyak berhubungan dengan anak-anak muda.
Pekerja lepas mesti disiplin mengelola keuangan. Mengelola Keuangan Keluarga Ala Freelancer jadi sangat penting. Mempersiapkan Dana Pensiun pun harus dilakukan sendiri. Tidak ada kantor atau perusahaan yang menguruskan.
Dengan anak-anak SD yang memanggil saya “Kakak”, hingga teman-teman mahasiswa yang memanggil saya “Teteh”. Barangkali karena kebanyakan buku saya untuk anak-anak dan remaja.
Pekerja lepas mesti disiplin mengelola keuangan. Mengelola Keuangan Keluarga Ala Freelancer jadi sangat penting. Mempersiapkan Dana Pensiun pun harus dilakukan sendiri. Tidak ada kantor atau perusahaan yang menguruskan.
Dengan anak-anak SD yang memanggil saya “Kakak”, hingga teman-teman mahasiswa yang memanggil saya “Teteh”. Barangkali karena kebanyakan buku saya untuk anak-anak dan remaja.
Apa
untungnya? Semangat muda mereka menular pada saya. Semangat untuk bermimpi dan
semangat untuk mengejar mimpi.
Sukses di Usia Matang
Secara
matematis, sepuluh tahun lagi saya sudah berkepala lima. Pada satu dasawarsa yang akan datang, anak
sulung saya sudah menyelesaikan S1 (mudah-mudahan sedang kuliah S2), sudah
bekerja, dan mungkin juga sudah menikah. Sementara itu, si bungsu masih kuliah.
Insya Allah.
Tuh, usia
yang sudah sangat matang, kan? Hehehe …. Tapi bukan berarti tak perlu lagi
bermimpi. Bukan berarti tak perlu lagi berkarya dan meraih mimpi. Apalagi saya juga kan harus mempersiapkan dana pendidikan untuk buah hati.
Sejarah sudah membuktikan banyak orang meraih sukses pada usia yang tak muda lagi.
Sejarah sudah membuktikan banyak orang meraih sukses pada usia yang tak muda lagi.
Kolonel
Sanders memulai bisnis restoran KFC yang sekarang mendunia itu pada usia 62
tahun. Taikichiro Mori yang pernah tercatat sebagai orang terkaya di dunia,
memulai bisnisnya di bidang real estate pada usia 51 tahun. Ray Kroc yang
pernah menjadi sopir ambulans, memulai bisnis restoran McDonald pada usia 52
tahun
Kita pun
tahu bahwa Rasulullah saw., memulai tugas kenabian beliau pada usia yang
matang, 40 tahun.
Jadi,
saya pun bersemangat untuk terus bermimpi dan berusaha mewujudkannya.
Impian 10 Tahun Lagi
Salah
satu impian saya adalah memiliki rumah kos. Lebih spesifik lagi, rumah kos
khusus mahasiswi yang beragama Islam. Tidak usah besar-besar. Sekitar sepuluh
kamar kos saja.
Dalam
impian saya, di dinding setiap ruangan di rumah kos itu tergantung foto kaver
buku-buku saya. Narsis? Iya, sih. Hehehe…. Tapi tunggu dulu. Ini bukan narsis
sekadar narsis.
Rumah kos impian. |
Di ruang tamu (atau ruang santai) ada rak-rak berisi buku-buku bacaan. Isinya bermacam-macam. Dari beragam novel, buku-buku agama, buku-buku motivasi, sampai buku-buku how-to.
Tentu saja saya seleksi dulu. Novel-novel yang mengumbar nafsu syahwat dan sadisme tidak boleh masuk.
Bukan
kebetulan saya penganut paham “belajar tak melulu dari ruang kelas”. Buku-buku
bacaan bisa mencerahkan, membuka wawasan, dan memberikan pengetahuan lebih
banyak daripada yang didapatkan di ruang kuliah.
Novel
yang sering dianggap sebagai “bacaan kelas dua” pun bermanfaat untuk
menumbuhkan empati dan melembutkan hati.
Harapan saya, anak-anak kos itu nantinya tidak hanya pintar-pintar tetapi juga memiliki empati.
Harapan saya, anak-anak kos itu nantinya tidak hanya pintar-pintar tetapi juga memiliki empati.
Saya berencana
mengadakan pertemuan rutin dengan anak-anak kos. Brainstorming, membahas buku yang sudah mereka baca, dan melatih mereka menulis. Kelas menulis gratis, bonus spesial untuk anak-anak kos saya.
Nah,
terlihat kan bahwa pemajangan foto-foto kaver buku saya bukan untuk narsis
belaka?
Boleh, dong, saya berharap anak-anak muda itu akan terpacu menuangkan pikiran dalam bentuk tulisan setelah melihat karya-karya ibu kos mereka?
Boleh, dong, saya berharap anak-anak muda itu akan terpacu menuangkan pikiran dalam bentuk tulisan setelah melihat karya-karya ibu kos mereka?
Kenapa Rumah Kos?
Bisnis
kos-kosan adalah salah satu jenis investasi yang prospektif. Para perencana
keuangan pun menganjurkan hal ini.
Safir
Senduk, misalnya. Dalam sebuah acara bincang keuangan Bijak Mengelola Keuangan yang saya ikuti akhir
tahun 2015, Safir Senduk menyebutkan bisnis rumah kos sebagai investasi yang
menguntungkan.
Saya
sepakat. Saya tidak pakai hitung-hitungan ekonomi yang rumit. Logika saya sederhana
saja. Luas tanah tidak bertambah, sedangkan jumlah penduduk bertambah. Semua
membutuhkan tempat tinggal.
Saya
memilih segmen mahasiswa pun bukan tanpa alasan. Setiap tahun selalu ada
mahasiswa baru yang membutuhkan kamar kos. Itu sudah pasar yang menjanjikan,
kan?
Rumah kos untuk investasi itu bisa menjadi sumber penghasilan saya di masa depan. Masa ketika saya tak
sanggup lagi bekerja dengan deadline ketat seperti sekarang. Masa ketika
saya tak muda lagi namun tetap bisa mandiri secara finansial.
Rumah kos
itu juga bisa menjadi bisnis keluarga. Ya, saya berencana melibatkan anak-anak
saya dalam pengelolaan rumah kos tersebut. Sepuluh tahun lagi, kan, mereka sudah
bukan kanak-kanak lagi.
Selain
itu, sebagai seorang ibu saya juga membayangkan kalau anak-anak saya harus kos
di kota lain. Pasti, dong, saya ingin kos-kosan yang biayanya terjangkau, aman,
dan saya tenang melepaskan mereka kos di sana.
Jadi, bukan karena zaman dulu sering menonton drama seri Losmen dan Pondokan di TVRI. Hehehe.…
Jadi, bukan karena zaman dulu sering menonton drama seri Losmen dan Pondokan di TVRI. Hehehe.…
Anak Tangga Untuk Meraih Mimpi
Meraih
impian tak semudah membalikkan telapak tangan.
Ya, saya sadar itu. Kalau saya pegawai tetap di sebuah kantor, saya bisa
relatif mudah mengajukan KPR pada bank.
Namun,
saya seorang pekerja lepas. Freelancer. Dengan status seperti saya, mendapatkan
KPR dari bank seperti mencari semut hitam di malam hari.
Beberapa
kali saya mendatangi bank dan bertanya-tanya tentang kemungkinan mengambil KPR.
Jawaban yang saya terima senada. Susah memberikan KPR kepada orang dengan
pekerjaan tidak tetap seperti saya.
Saking
susahnya, saya bahkan sempat berpikir bahwa hal itu mungkin cara Allah
menjauhkan saya dari riba.
Bagaimana
kalau membeli tunai saja? Maunya, sih, seperti itu. Masalahnya, uang dari mana?
Apalagi harga jual terus naik. “Harga rumah terus digoreng,” komentar teman
saya.
Dengan
kondisi seperti itu, saya harus mencari jalan lain. Menabung? Duh. Meski sudah
menabung mati-matian, tetap saja tak bisa mengejar laju kenaikan harga rumah di
daerah kampus.
Beruntung,
setengah tahun terakhir ini saya berkesempatan mengikuti beberapa acara tentang
perencanaan keuangan dan investasi untuk mewujudkan impian masa depan. Pikiran saya terbuka.
Rupanya,
menabung secara konvensional di bank bukan pilihan yang tepat. Nilai inflasi
yang berada di kisaran 6% - 8% per tahun terlalu perkasa untuk dilawan oleh
rupiah. Akibatnya, nilai tabungan saya tetap jauh dari harga rumah, bahkan
semakin jauh.
Yang harus
saya lakukan sekarang bukan lagi sekadar menabung melainkan berinvestasi. Investasi ini menjadi anak tangga yang harus saya lewati untuk mewujudkan impian saya.
Investasi Syariah
Melakukan
investasi keuangan berarti menanamkan sejumlah uang untuk dikelola oleh manajer
investasi.
Dulu-dulu
saya tidak pernah melirik investasi keuangan seperti ini. Pertama, karena dulu
saya beranggapan bahwa menabung saja sudah cukup.
Kedua, karena saya mengira investasi keuangan seperti reksa dana itu harus dengan uang yang banyak.
Kedua, karena saya mengira investasi keuangan seperti reksa dana itu harus dengan uang yang banyak.
Yah, ternyata
saya salah besar dengan kedua anggapan itu. Berinvestasi di reksa dana ternyata
bisa dari seratus-dua ratus ribu rupiah saja.
Sekarang
tinggal pilih-pilih mau investasi yang mana. Mau yang konvensional, atau mau
yang syariah. Perbedaannya apa?
Foto diambil dari www.ekbis.sindonews.com |
Dalam
sebuah talkshow di Jakarta1), Safir Senduk menyebutkan bahwa perencanaan
keuangan syariah pada
dasarnya sama dengan yang konvensional. Perbedaannya, keuangan syariah didasarkan
pada prinsip-prinsip syariat Islam.
Jadi, uang
yang diinvestasikan dalam keuangan syariah itu hanya akan digunakan untuk
bisnis-bisnis yang jelas kehalalannya.
Tulisan lain tentang keuangan dan investasi:
Bisnis-bisnis seperti perjudian, produksi alkohol, dan tempat-tempat hiburan malam tak akan disentuh oleh keuangan syariah.
Tulisan lain tentang keuangan dan investasi:
- Tabungan Emas Pegadaian, Investasi Murah Melawan Inflasi
- #AyoHijrah Bersama Bank Muamalat, Hidup Lebih Tenang dan Berkah
Bisnis-bisnis seperti perjudian, produksi alkohol, dan tempat-tempat hiburan malam tak akan disentuh oleh keuangan syariah.
Bagi umat
Islam, masalah halal haram ini bukan perkara main-main. Allah dan Rasulullah sudah
memperingatkan umat Islam agar hanya mencari rezeki yang halal dan menafkahi
keluarga dengan rezeki yang halal.
Investasi
keuangan syariah ternyata tidak kalah keren dibandingkan yang konvensional. Salah
satu investasi keuangan syariah yang bisa dijadikan pilihan adalah reksa dana
syariah. Imbal hasil reksa dana bisa mencapai 15% per tahun. Jauh berada di
atas inflasi.
Artinya, uang
kita tidak akan keok dihantam inflasi. Uang yang kita investasikan akan bertumbuh
dan mendatangkan keuntungan. Dengan catatan, manajer investasi yang kita pilih
adalah yang amanah dan tepercaya.
Jangan sampai terjebak investasi bodong seperti yang ramai diberitakan di media massa beberapa waktu lalu.
Jangan sampai terjebak investasi bodong seperti yang ramai diberitakan di media massa beberapa waktu lalu.
Di pasar modal syariah, tercatat
ada 10 jenis reksa dana syariah. Dari reksa dana syariah pasar uang yang memiliki risiko paling
kecil, hingga reksa dana syariah saham yang risikonya paling besar.
Besar kecilnya risiko ini sebanding dengan keuntungan (imbal balik) yang diperoleh. High risk, high return.
Besar kecilnya risiko ini sebanding dengan keuntungan (imbal balik) yang diperoleh. High risk, high return.
Menggiurkan
sekali jika uang Rp 100 juta yang diinvestasikan dalam reksa dana syariah berkembang
menjadi Rp 120 juta setahun atau Rp 619 juta dalam 10 tahun. Bandingkan dengan deposito Rp 100 juta yang
dalam tempo 10 tahun memberikan hasil Rp 162 juta.2)
Jauh sekali,
ya, perbedaannya.
Saya? Saya memang tak punya dana sebesar Rp 100 juta (kecuali
kalau boleh dicampur daun kering, hehehe….). Namun, ilustrasi tersebut
membangkitkan semangat saya yang hampir padam. Semangat untuk memiliki rumah
kos versus penolakan dari bank untuk pembiayaan KPR.
Dengan
investasi syariah yang amanah, impian memiliki rumah kos menemukan titik
terang. Dana yang ada akan terus bertumbuh dengan tetap berada dalam koridor agama. Insya Allah.
Bahan Bacaan
1) Sugiarti, Sri. Aku Cinta Keuangan Syariah. 1 April 2016. “Perencanaan
Keuangan Syariah Itu Simple”. http://akucintakeuangansyariah.com/21784/perencanaan-keuangan-syariah-itu-simple/ Diunduh tanggal 21
Mei 2016.
2) Rezkisari, Indira. Republika. 13 April 2015. “Pilih Deposito Atau Reksa
Dana Syariah, Ya?”. http://gayahidup.republika.co.id/berita/gaya-hidup/konsultasi-kesehatan-gaya-hidup/15/04/13/nmqcx9-pilih-deposito-atau-reksadana-syariah-ya.
Diunduh tanggal 24 Juni 2015.
Salam,
Triani Retno A
www.trianiretno.com
Salam,
Triani Retno A
www.trianiretno.com
Tidak ada komentar
Komentar dimoderasi dulu karena banyak spam. Terima kasih.