Mendengar tentang keuangan syariah, sih, sudah lama. Sekadar mendengar. Berminat untuk menjadi nasabah?
Belum. Gara-garanya, saya sudah pusing duluan dengan istilah-istilah yang dipergunakan dalam keuangan syariah. Nisbah, mudharib, mudharabah, murabahah, musyarakah....
Pada akhirnya, dua tahun lalu, saya memang menjadi nasabah di sebuah bank syariah. Bukan karena saya sudah familier dan paham dengan istilah-istilah itu tapi karena hendak membuka tabungan haji. Dan itu hanya bisa dilakukan di bank syariah. Saya ceritakan di sini:
Dari sekian banyak istilah dalam keuangan syariah, yang akrab di telinga saya hanya dua. Akad dan riba. Mungkin karena kedua kata ini sudah lama diserap secara resmi ke dalam bahasa Indonesia dan lazim dipergunakan sehari-hari.
Dari sekian banyak istilah dalam keuangan syariah, yang akrab di telinga saya hanya dua. Akad dan riba. Mungkin karena kedua kata ini sudah lama diserap secara resmi ke dalam bahasa Indonesia dan lazim dipergunakan sehari-hari.
Belajar Keuangan
Keterpaksaan itu ternyata menjadi sebuah awal. Abaikan dulu tentang istilah-istilah yang membingungkan itu.
Beberapa kali saya mengikuti acara bincang-bincang keuangan yang diadakan oleh lembaga-lembaga keuangan tepercaya. Pembicaranya pun para pakar keuangan dengan track record yang tak perlu diragukan lagi.
Acara-acara itu menyadarkan saya tentang pentingnya melakukan investasi untuk masa depan, dan bukan sekadar menabung.
Acara-acara itu menyadarkan saya tentang pentingnya melakukan investasi untuk masa depan, dan bukan sekadar menabung.
Tentang keuangan dan investasi syariah hanya disinggung sedikit (karena acaranya memang bukan khusus mengenai keuangan syariah). Namun, yang hanya sedikit itu langsung tertanam di benak saya.
Dalam keuangan syariah, uang milik investor hanya diputarkan untuk bisnis yang sesuai dengan prinsip-prinsip agama Islam. Uang itu tidak akan ditanamkan dalam bisnis perjudian dan minuman keras, misalnya, karena Islam mengharamkan judi dan minuman keras.
Begitu kurang lebih yang disampaikan Putut Andanawarih dalam acara bincang keuangan Klik MAMI Cara Mudah Berinvestasi yang saya ikuti di Bandung bulan April 2016.
Tabungan haji saya di bank syariah. |
Tring! Bagi saya, ini poinnya. Poin itu mampu membuat saya melupakan istilah-istilah (dan penjelasannya) yang membuat kening berkerut.
Selesai acara itu, saya mencari-cari informasi lagi di internet. Lalu saya menemukan sebuah pernyataan dari Safir Senduk, perencana keuangan independen pertama di Indonesia.
“Keuangan syariah itu sama saja seperti keuangan konvensional. Perbedaannya hanya pada penerapan prinsip-prinsip agama Islam.” 1)
Investasi Lebih Berkah
Memilih investasi syariah berarti memiliki pilihan investasi yang lebih sedikit daripada investasi konvensional.
Seperti yang di atas tadi itu, lho. Tidak mungkin berinvestasi di bisnis yang tidak sejalan dengan prinsip syariat, apalagi yang jelas-jelas diharamkan dalam agama Islam.
Seperti yang di atas tadi itu, lho. Tidak mungkin berinvestasi di bisnis yang tidak sejalan dengan prinsip syariat, apalagi yang jelas-jelas diharamkan dalam agama Islam.
Namun, dalam daftar yang dikeluarkan oleh OJK, yang “lebih sedikit” itu pun ternyata berjumlah lebih dari 300 perusahaan.
Bidang usahanya pun beragam. Dari keuangan sampai properti, dari pertanian sampai transportasi. Yang terbanyak adalah bidang usaha perdagangan, jasa, dan investasi, yaitu sebesar 25,23%2)
Bidang usahanya pun beragam. Dari keuangan sampai properti, dari pertanian sampai transportasi. Yang terbanyak adalah bidang usaha perdagangan, jasa, dan investasi, yaitu sebesar 25,23%2)
Hehe… pertama kali mendengar “pilihannya lebih sedikit” saya kira hanya ada beberapa belas pilihan. Ternyata ada ratusan. Masih seperti wafer, deh. Ada berapa lapis? Ratuuusan.
Berangkat dari pemahaman itu, saya mulai mengalihkan dana investasi saya ke jenis syariah.
Dana pensiun saya di sebuah bank, misalnya. Sebagai freelancer, saya memang memaksa diri saya menyisihkan penghasilan tiap bulan untuk dana pensiun. Mengelola keuangan ala freelancer memang tantang tersediri.
Penghasilan saya dari mengedit, menulis buku, menulis blog, dan berjualan buku, kan, tidak tetap. Bulan ini dapat sepuluh juta, misalnya, eh bulan depan cuma dapat seratus ribu rupiah.
Dengan kondisi seperti itu, saya harus pintar-pintar mengelola keuangan saya. Salah satunya adalah dengan mempersiapkan dana pensiun itu.
Penghasilan saya dari mengedit, menulis buku, menulis blog, dan berjualan buku, kan, tidak tetap. Bulan ini dapat sepuluh juta, misalnya, eh bulan depan cuma dapat seratus ribu rupiah.
Dengan kondisi seperti itu, saya harus pintar-pintar mengelola keuangan saya. Salah satunya adalah dengan mempersiapkan dana pensiun itu.
Oleh pihak bank, dana pensiun itu diinvestasikan sesuai dengan pilihan saya. Ada investasi berupa deposito, giro, reksa dana, obligasi, pasar uang, dan saham. Ada investasi konvensional, ada investasi syariah. Intinya, mewujudkan impian dengan investasi.
Selama ini saya memilih investasi konvensional. Setelah mendapat pencerahan, saya mengalihkannya ke jenis syariah. Dana saya memang tidak seberapa. Tapi boleh, dong, saya berharap dana itu menghasilkan keuntungan yang halal dan berkah.
Saya tinggal datang ke bank, mengutarakan keinginan saya, lalu mengisi formulir perubahan paket investasi. Beres.
Dana itu kemudian akan dikelola oleh manajer investasi sesuai dengan paket investasi yang saya pilih, dalam hal ini adalah paket investasi syariah. Saya tidak perlu pusing mengurusnya. Saya tinggal menerima hasilnya.
Dana itu kemudian akan dikelola oleh manajer investasi sesuai dengan paket investasi yang saya pilih, dalam hal ini adalah paket investasi syariah. Saya tidak perlu pusing mengurusnya. Saya tinggal menerima hasilnya.
Berinvestasi ternyata tidak perlu menunggu memiliki banyak uang terlebih dahulu. Dengan uang seratus-dua ratus ribu rupiah pun bisa mulai berinvestasi.
Justru dengan berinvestasi syariah, uang yang belum banyak itu bisa dikembangkan agar menjadi lebih banyak dan berkah.
Alternatif investasi lainnya:
Justru dengan berinvestasi syariah, uang yang belum banyak itu bisa dikembangkan agar menjadi lebih banyak dan berkah.
Alternatif investasi lainnya:
Harapan untuk Masa Depan
Saya yakin, saya bukan satu-satunya orang yang kebingungan dengan istilah-istilah dalam keuangan syariah. Harapan saya sebagai orang awam, sih:
- Istilah-istilah seperti mudharib, mudharabah, murabahah, dan musyarakah itu dicari padanannya dalam bahasa Indonesia. Jadi, ketika membaca brosur tentang keuangan syariah, pembaca awam bisa lebih mudah paham. Misalnya: Bagi Hasil (Nisbah), kemudian diikuti dengan penjelasannya.
Istilah-istilah dalam keuangan syariah. |
- Sosialisasi dan edukasi tentang keuangan syariah lebih digencarkan. Mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Mestinya menjadi pasar yang potensial. Seperti kata pepatah, kalau tak kenal maka tak sayang.
- Selain melakukan edukasi ke kampus-kampus, mungkin bisa dipertimbangkan untuk melakukan hal serupa ke jenjang pendidikan dasar dan menengah.
- Membuat buku cerita edukasi dan tentang keuangan syariah sepertinya menarik. Tentu saja dengan cerita, gaya bahasa, dan ilustrasi yang sesuai tren dan segmen yang dituju. Untuk itu, OJK bisa menggandeng para penulis dan ilustrator yang sudah terbukti kemampuannya. Selain buku cerita, bisa juga membuat game edukasi tentang keuangan syariah.
Semoga ke depannya keuangan syariah menjadi pilihan utama masyarakat muslim di Indonesia.
Bahan Bacaan
2) Otoritas Jasa Keuangan. 20 Juni 2016. “Siaran Pers Penerbitan Daftar Efek Syariah (DES) Periode I tahun 2016”. www. ojk.go.id. Diunduh tanggal 7 Juli 2016.
Salam,
Triani Retno A
www.trianiretno.com
Tidak ada komentar
Komentar dimoderasi dulu karena banyak spam. Terima kasih.