“Kepala
aja ditutupin tapi baju ngejeplak gitu. Mending nggak usah pakai jilbab
sekalian, Mbak!”
Ups!
Kalimat-kalimat senada itu kerap terbaca di dunia maya. Kalimat-kalimat
sarkasme mengomentari foto perempuan yang berjilbab tetapi berpakaian sangat
ketat. Seksi.
Berjilbab tapi Seksi
Di dunia
nyata mudah sekali menemukan perempuan yang berjilbab tetapi mengenakan pakaian
ketat. Begitu ketatnya hingga timbunan lemak di sekitar pinggang pun tercetak
jelas.
Tak sedikit pula perempuan berjilbab yang mengenakan blus, rok, atau (maksudnya) gamis dengan bahan tipis menerawang.
Tak sedikit pula perempuan berjilbab yang mengenakan blus, rok, atau (maksudnya) gamis dengan bahan tipis menerawang.
Sependek
pengetahuan saya, pakaian muslim itu mestilah longgar agar tidak menampilkan
lekuk tubuh, serta terbuat dari bahan yang cukup tebal hingga tidak menerawang. Oh, cukuplah uang kertas saja yang bisa dilihat, diraba, diterawang….
Ketika ke
toko pakaian untuk mencari busana muslim, saya pun sering terpaksa mengelus
dada. Judulnya busana muslim, tetapi kok bahannya tipis begitu?
Ada juga yang tidak tipis tapi begitu jatuh sehingga menampilkan lekuk tubuh. Apa trennya memang begitu?
Ada juga yang tidak tipis tapi begitu jatuh sehingga menampilkan lekuk tubuh. Apa trennya memang begitu?
Ah, ini
pasar yang mengikuti konsumen atau konsumen yang menyambut riang apa saja yang
dikeluarkan oleh produsen?
Fashion Muslim
Idealnya,
mengikuti trend fashion muslim bukan
berarti menerima begitu saja produk yang dikeluarkan oleh produsen. Menerima
mentah-mentah bisa-bisa membuat kita menjadi korban mode.
Sebagai
konsumen, kita berhak memilih, kok. Sama seperti kita memilih skincare dan serum pencerah wajah yang cocok, kita pun bisa memilih pakaian seperti apa yang pantas untuk keluarga kita. Malah wajib dong bersikap kritis. Apalagi
ibu-ibu yang sering memegang keputusan mengenai baju keluarga.
Kalau
saya, sih, menggunakan poin-poin berikut ini sebagai pegangan dalam memilih baju keluarga.
1. Harga.
Harga masuk prioritas satu? Hahaha … Maklum, emak irit yang
mesti cermat mengeluarkan setiap rupiah. Harga di sini bukan asal murah lho.
Namun, lebih pada kesesuaiannya dengan kualitas dan manfaatnya.
2. Model.
Saya bukan pemburu hantu, eh, pemburu mode terbaru. Model
yang saya maksud di sini lebih pada kesesuaian dengan pribadi saya dan
keluarga. Kalau pakai baju itu, nyaman nggak? Kalau tidak nyaman dan malah
merasa menjadi ondel-ondel nyasar, berarti baju itu tak perlu dibeli.
Selain itu, harus juga memperhatikan kesesuaian fashion muslim itu dengan syariat Islam. Tidak
tipis menerawang dan tidak ketat melekuk tubuh.
Motifnya pun harus dipilih dengan
teliti. Tahun lalu sempat ramai berita tentang kerudung yang bergambar dua perempuan
tanpa busana, serta gamis bermotif salib. Duh!
Untuk si bungsu ada syarat tambahan: modelnya simpel dan
bahannya kuat. Maklum, dia kan banyak bergerak. Lari sana, loncat sini.
Sedangkan anak perempuan saya … well, dia lamaaa memilih
pashmina. Bisa dipastikan, sampai rumah dia akan
membuka Youtube untuk melihat tutorial hijab dari para hijabers.
3. Ukuran.
Karena anak-anak masih dalam masa perkembangan, biasanya saya
memilih pakaian satu nomor lebih besar. Ssst … kan emak irit :D
4. Bahan.
Bahan pakaian pun menjadi pertimbangan. Biasanya bahan kaus
dan katun menjadi pilihan. Nyaman dipakai dan menyerap keringat.
5. Pendapat Anak-anak.
Last but not least,
pendapat anak-anak juga perlu diperhatikan. Toh mereka yang akan mengenakan
pakaian mereka. Nggak heran kalau kami sekeluarga butuh waktu lama untuk
membeli baju. Diskusi dulu, sih.
Happy Family
Orangtua
saya dulu kerap menyediakan baju dengan motif sama untuk kami sekeluarga. Belakangan
baru saya tahu istilahnya sarimbit. Biasanya batik. Modelnya? Hehe … kalau dilihat
dari hari ini, sih, monoton banget.
Entah
karena orangtua saya militer yang biasa berseragam atau tren zaman baheula memang
begitu.
Bisa menebak, saya yang mana? :D |
Kalau itu memang tren, berarti sekarang sudah jauh berubah, ya. Ada beragam model pakaian sarimbit untuk keluarga. Warna dan motifnya tak mesti sama persis tetapi tetap memiliki “benang merah”.
Lucuuuu.
Coba kalau zaman saya kecil dulu udah ada yang begini. Sekarang? Hehe …. anak-anak saya justru nggak suka pakai baju kembaran. Masing-masing punya selera sendiri.
Sebagai referensi tambahan sebelum membeli busana muslim untuk keluarga, silakan mampir ke tulisanku ini:
Sebagai referensi tambahan sebelum membeli busana muslim untuk keluarga, silakan mampir ke tulisanku ini:
Semoga bermanfaat, ya.
Salam,
Triani Retno A
Penulis buku, Novelis, Editor Freelance
Tidak ada komentar
Komentar dimoderasi dulu karena banyak spam. Terima kasih.