Merasa familier dengan
kalimat di atas? Ah, tentu saja. Kalimat yang saya miringkan di atas itu adalah
bagian dari lagu Hymne Guru karya Sartono.
Berbicara tentang pahlawan
masa kini, sosok guru tak bisa dilewatkan.
Saya, kita, pasti menaruh harapan pada para pahlawan tanpa tanda jasa tersebut. Berharap mereka bisa mendidik anak-anak kita di sekolah.
Saya, kita, pasti menaruh harapan pada para pahlawan tanpa tanda jasa tersebut. Berharap mereka bisa mendidik anak-anak kita di sekolah.
Dari Pelosok Berjuang untuk Masa Depan
Tahun 2014 saya terlibat dalam Penjurian Lomba Cerpen KPCI. Ratusan naskah dari berbagai penjuru Indonesia
dibawa masuk ke ruang penjurian. Sebagian naskah diketik rapi dengan komputer, sebagian
ditulis tangan.
Dan … hei! Ada beberapa naskah yang berupa print-an dari foto dan sebagian berwarna kelabu tua!
Dan … hei! Ada beberapa naskah yang berupa print-an dari foto dan sebagian berwarna kelabu tua!
Lalu meluncurlah cerita
dari ketua panitia tentang naskah-naskah itu. Naskah-naskah tersebut adalah
karya murid-murid SD nun di pelosok Kepulauan Riau.
Sesuai persyaratan, mereka
menuliskan cerita mereka di lembar-lembar kertas. Guru mereka dari Indonesia
Mengajar terus memberi semangat dan bimbingan.
Selesailah anak-anak itu menulis dengan tulisan tangan terbaik
mereka. Lalu muncul masalah. Bagaimana
mengirimkan naskah-naskah tersebut ke Jakarta? Deadline sudah di depan mata.
Kirim lewat pos? Ah, petugas pos hanya seminggu sekali datang ke desa mereka yang terpencil. Naskah-naskah itu pasti akan terlambat jika menunggu petugas pos datang.
Kirim lewat pos? Ah, petugas pos hanya seminggu sekali datang ke desa mereka yang terpencil. Naskah-naskah itu pasti akan terlambat jika menunggu petugas pos datang.
Tak mau mengecewakan
anak-anak didiknya, sang guru menghubungi panitia. Menjelaskan situasi yang
mereka hadapi sekaligus meminta keringanan agar bisa mengirimkan naskah dengan
cara lain.
Dengan ponsel, sang guru
memotret lembar demi lembar cerita bertulisan tangan karya anak-anak didiknya.
Foto-foto itu dikirimkannya melalui MMS karena tidak ada internet di sana.
Itu pun harus susah payah mencari sinyal. Panitialah yang kemudian menge-print naskah-naskah itu.
Itu pun harus susah payah mencari sinyal. Panitialah yang kemudian menge-print naskah-naskah itu.
Pahlawan masa kini adalah mereka yang mencerdaskan bangsa. |
Pahlawan masa kini adalah
guru yang memotivasi murid-murid, mendorong mereka agar bersemangat berkarya
dan berani berkompetisi, menumbuhkan semangat pantang menyerah, menanamkan budi
pekerti yang luhur, dan membantu mereka menemukan potensi diri.
Pahlawan yang Berjuang dengan Kata-Kata
Meski tak ada lagu yang
diciptakan untuk mereka, julukan sebagai “pahlawan” pun ditujukan pada mereka
yang bergelut dengan kata-kata tertulis.
Pahlawan literasi. Menghasilkan karya yang mencerdaskan, membuka wawasan, memberi hiburan yang sehat, menumbuhkan empati, menularkan kecintaan pada membaca dan menulis.
Pahlawan literasi. Menghasilkan karya yang mencerdaskan, membuka wawasan, memberi hiburan yang sehat, menumbuhkan empati, menularkan kecintaan pada membaca dan menulis.
Ah, bukan karena saya
penulis lalu menyebut para penulis sebagai pahlawan literasi. Aduuuh, saya
tidak senarsis itu. Istilah itu saya temukan dalam komentar-komentar di media sosial.
Ceritanya, ada teman yang
menulis keluhan bahwa honor tulisannya di sebuah media cetak belum juga
ditransfer padahal sudah berbulan-bulan berlalu.
Menanggapi status seperti
itu, ada yang mengomentari, “Penulis itu pahlawan literasi. Mencerdaskan bangsa
dengan tulisan. Menulis ya menulis sajalah. Nggak usah mengeluh kalau honor
belum dibayar. Nggak usah cengeng minta honor.”
Pahlawan masa kini adalah mereka yang mengasuh dan memotivasi anak-anak bangsa. |
Saya tercenung. Sedihnya. Padahal, menulis itu butuh modal. Siapa bilang menulis tidak butuh modal?
Kok kesannya pahlawan itu bisa diabaikan, bisa diperlakukan
sesuka hati dengan dalih pengabdian, melakukan hal yang mulia. Jangan mengeluh
jika tak dibayar. Pasrah saja jika hak-hak ditahan oleh pihak lain.
Lalu saya teringat guru,
sang pahlawan tanpa tanda jasa yang kadang-kadang juga tanpa gaji memadai.
Begitu juga penulis. Untuk honor seratus-dua ratus ribu saja harus menunggu berbulan-bulan.
Begitu juga penulis. Untuk honor seratus-dua ratus ribu saja harus menunggu berbulan-bulan.
Seperti itukah kita
memperlakukan pahlawan kita? Kalau ya, sedih sekali nasib penulis di negeri ini.
Pahlawan yang Bertahan Mencari Rezeki Halal
Istilah yang satu ini
pasti sudah tidak asing: pahlawan devisa. Istilah ini ditujukan pada Tenaga
Kerja Indonesia yang mencari nafkah di luar negeri lalu mengirimkan gaji mereka
kepada keluarga di Indonesia.
Itu jika bekerja di luar
negeri. Bagaimana jika bekerja di dalam negeri? Meski bukan pahlawan devisa,
mereka tetap pahlawan. Pahlawan bagi keluarga mereka.
Beda keluarga beda cerita. Ada yang terlihat begitu mudah mengisi pundi-pundi rupiahnya. Ada yang sudah banting tulang siang malam tapi dapatnya tak seberapa.
Bertahan mencari rezeki
halal di tengah kehidupan yang sulit bukanlah hal mudah. Tak jarang terdengar
keluhan, “Nyari yang haram aja susah, apalagi yang halal.”
Para pahlawan keluarga ini
ada di mana-mana. Pekerjaan mereka beragam, lahan kerja mereka berbeda-beda.
Dokter, perawat, pedagang, petugas pemadam kebakaran, petugas kebersihan, juru
rias, terapis, satpam, dan sebagainya.
Selama mereka melakukan
pekerjaan yang halal secara halal, tidak menipu, tidak mengambil yang bukan hak
mereka, maka mereka adalah pahlawan bagi keluarga mereka.
Pahlawan Itu Adalah Kita
Pahlawan masa kini tidak
lagi berjuang dengan memanggul senjata. Tidak lagi bergerilya di hutan-hutan
untuk melawan penjajah.
Pahlawan masa kini adalah kita
yang tulus bekerja untuk mencerdaskan bangsa, yang bergerak ke arah kebaikan
bersama.
Pahlawan masa kini adalah kita yang tekun belajar dan berkarya, yang membawa nama baik bangsa, yang gigih menorehkan prestasi untuk negara.
Pahlawan masa kini adalah kita yang tulus mengabdi.(Gambar karya Saffanah L.A) |
Pahlawan masa kini adalah kita
yang bekerja sebaik mungkin. Tidak korupsi, tidak merampas hak orang lain,
tidak bermalas-malasan, tidak memakan gaji buta.
Pahlawan masa kini adalah kita
yang memberikan hal terbaik untuk keluarga. Rezeki yang halal, pengasuhan yang
penuh kasih sayang, dan teladan yang baik.
Makanan halal dari rezeki halal yang masuk ke tubuh anak-anak dan mengalir dalam darah mereka akan membentengi dari perilaku tidak terpuji.
Makanan halal dari rezeki halal yang masuk ke tubuh anak-anak dan mengalir dalam darah mereka akan membentengi dari perilaku tidak terpuji.
Pahlawan masa kini adalah
kita yang memotivasi dan memberi teladan kebaikan, yang berkarya dengan jujur.
Pahlawan masa kini adalah kita.
Tidak ada komentar
Komentar dimoderasi dulu karena banyak spam. Terima kasih.