“Kamu buat blog, ya. Nanti bisa
dicantumkan di buku kamu. Bikin aja yang gratisan,” ujar editor saya lagi.
Dengan koneksi internet yang masih
menggunakan saluran telepon rumah, saya mencari tahu apa itu blog. Kenapa
menurut editor saya ngeblog itu
penting banget, ya?
Buku saya itu akhirnya
terbit tanpa menunggu saya membuat blog. Begitu juga beberapa buku sesudahnya.
Karena banyak hal, saya baru membuat blog pada akhir tahun 2008. Blog gratisan itu saya buat di warnet dengan mengikuti tutorial di sebuah blog dotcom.
Karena banyak hal, saya baru membuat blog pada akhir tahun 2008. Blog gratisan itu saya buat di warnet dengan mengikuti tutorial di sebuah blog dotcom.
Blog Sarang Laba-Laba
Well,
saya sudah punya blog. Tapiii… blog saya itu tak ubahnya sarang laba-laba. Sebenarnya ada banyak alasan menulis di blog, tapi tetap saja saya jarang sekali ngeblog.
Blog saya itu seperti rumah peristirahatan kecil di lereng gunung yang tetangga terdekatnya berjarak 50 kilometer. Jauuuh... sepiii... terpencil.
Blog saya itu seperti rumah peristirahatan kecil di lereng gunung yang tetangga terdekatnya berjarak 50 kilometer. Jauuuh... sepiii... terpencil.
Pelan-pelan saya mulai
mengisi blog dengan info tentang buku saya. Lalu saya mulai melirik berbagai lomba blog.
Satu, dua, tiga… entah berapa kali ikut lomba dan selalu kalah. Sampai akhirnya saya ikut lomba blog BNI tentang mempersiapkan dana pensiun dan menjadi Juara Favorit.
Satu, dua, tiga… entah berapa kali ikut lomba dan selalu kalah. Sampai akhirnya saya ikut lomba blog BNI tentang mempersiapkan dana pensiun dan menjadi Juara Favorit.
Setelah itu jadi rajin
ngeblog? Haha… nggak juga. Saya masih ngeblog segimana dapat hidayahnya aja.
Dan… iyes, betul. Saya lebih sering nggak dapat hidayah buat ngeblog. Laba-laba pun kembali membuat sarang di blog gratisan saya itu.
Dan… iyes, betul. Saya lebih sering nggak dapat hidayah buat ngeblog. Laba-laba pun kembali membuat sarang di blog gratisan saya itu.
Kok Belum Pakai Dotcom?
Satu-dua kali saya menang lomba blog tapi masih angin-anginan ngeblog. Sampai akhirnya seorang teman bertanya,
“Kok belum pakai dotcom, Mbak?”
Eh, perlu ya pakai blog dotcom gitu?
Lalu berceritalah teman saya itu
tentang keunggulan menggunakan top level domain .net atau.com.
Katanya, kalau pakai dotcom
atau dotnet buat ngeblog, kesempatan untuk memonetisasi blog jadi lebih besar.
Perusahaan dan agensi sering memberi tawaran me-review sesuatu produk atau jasa pada blog yang sudah pakai TLD, khususnya .com dan .net. Blog gratisan? Ugh! Jaraaang banget!
Perusahaan dan agensi sering memberi tawaran me-review sesuatu produk atau jasa pada blog yang sudah pakai TLD, khususnya .com dan .net. Blog gratisan? Ugh! Jaraaang banget!
Melihat ada peluang
menjadikan blog sebagai sumber penghasilan, saya langsung tertarik.
Keunggulan menggunakan top level domain .net/.com (Ilustrasi: Saffa. IG: @es.apa) |
Kebetulan lagi, ketika itu saya ingin mengganti nama blog gratisan saya. Lama-kelamaan kok nama blog saya itu terlihat “nggak banget” di belantara perblogan. Tapi sayangnya nggak bisa ganti nama, euy.
Nah, migrasi ke dotcom
memungkinkan saya sekaligus mengganti nama blog. Horeee. Pucuk dicinta, yang
bening-bening pun tiba.
Januari 2015 saya resmi
bermigrasi ke dotcom dengan menggunakan nama saya. Jadilah blog ini.
Personal Branding
Do
first, think later. Saya beberapa kali begini
#nyengirdibaliktalenan. Termasuk dalam sejarah saya ngeblog.
Setelah blog saya berdomain .com dan harus membayar per tahun, baru deh saya cari info sana-sini. Rugi dong kalau sudah bayar tapi blog masih penuh sarang laba-laba.
Setelah blog saya berdomain .com dan harus membayar per tahun, baru deh saya cari info sana-sini. Rugi dong kalau sudah bayar tapi blog masih penuh sarang laba-laba.
Ternyata oh ternyata…! Bersyukur
banget saya langsung pindah ke dotcom tanpa mikir kepanjangan seperti biasanya.
Kenapa? Karena nama blog
yang simpel akan lebih mudah diingat oleh pengunjung dunia maya. Apalagi jika
berdomain dotcom yang memang paling populer sejagat internet.
Domain dotcom juga
membuat blog saya terlihat lebih profesional dibandingkan blog gratisan.
Pembaca buku saya, calon
editor, atau calon klien menjadi lebih mudah menemukan saya dan mencari
informasi tentang saya.
Ketika mereka mengetikkan nama saya di kotak Google Search, hasil pencarian langsung menunjukkan alamat blog saya.
Ketika mereka mengetikkan nama saya di kotak Google Search, hasil pencarian langsung menunjukkan alamat blog saya.
Sekadar info dari editor
saya, nih. Ketika menerima naskah dari seorang penulis, para editor sering stalking ke media sosial dan (kalau ada)
blog si penulis untuk melihat keaktifan dan attitude-nya.
Kalau dia kirim naskah motivasi tapi status di medsosnya penuh dengan hoax, meratap-ratap galau, atau malah menyebar kebencian, naskah itu bisa batal di-acc.
Kalau dia kirim naskah motivasi tapi status di medsosnya penuh dengan hoax, meratap-ratap galau, atau malah menyebar kebencian, naskah itu bisa batal di-acc.
Saya pun bersyukur banget
menggunakan nama sendiri sebagai URL blog. Kebayang, dong, kalau tahu-tahu ada
seseorang-entah-siapa membuat situs dengan nama www.trianiretno.com.
Kalau saya ingin
menggunakan nama itu juga, berarti saya harus membeli dari dia. Kalau situs
bernama saya itu tetap dipegang orang-lain-yang-entah-siapa, lalu diisi
konten-konten berbau pornografi atau perjudian, beeeugh! Imbasnya bakal ke saya
juga, padahal saya kan nggak tahu apa-apa.
Yuk, klaim nama kita menjadi nama domain dotcom atau dotnet. (Ilustrasi: Saffa. IG: @es.apa) |
Sekitar 2-3 bulan setelah
ngeblog dengan domain dotcom, datang calon klien baru. Bukan untuk urusan
ngeblog melainkan editing naskah buku.
Katanya, dia tahu tentang saya dari internet. Om Google mengantarkannya ke rumah dotcom saya dan memperlihatkan portofolio saya.
Katanya, dia tahu tentang saya dari internet. Om Google mengantarkannya ke rumah dotcom saya dan memperlihatkan portofolio saya.
Tawaran review dan content placement pun mulai datang setelah saya ngeblog dengan
dotcom.
Belum sebanjir dan sebombastis para blogger beken, sih. Namun, semua itu tetap saya syukuri dan saya nikmati sebagai sebuah proses.
Belum sebanjir dan sebombastis para blogger beken, sih. Namun, semua itu tetap saya syukuri dan saya nikmati sebagai sebuah proses.
Domain TLD plus
kontak-kontak media sosial dan profil yang jelas rupanya ampuh untuk membangun personal branding dan rasa percaya para netizen.
Bener-bener mantep, deh, keunggulan menggunakan top level domain .net/.com jika dibandingkan dengan menggunakan blog gratisan.
TLD-kan Blogmu
Iya, betul. Kalau kamu
suka ngeblog, buruan TLD-kan blogmu. Bisa pakai dotcom atau pakai dotnet.
Segera klaim namamu di jagat internet sebelum keburu dicaplok orang lain.
Serius, lho. Beberapa nama
yang saya incar untuk blog saya berikutnya ternyata sudah diklaim pihak lain.
Dan sebalnya… isinya cuma informasi bahwa situs tersebut dijual dengan harga
sekian ratus bahkan sekian ribu dolar Amerika. Sebel banget nggak, sih?
Sekali lagi, untuuuung…
nggak ada yang lebih dulu mengklaim nama saya di jagat internet.
#emangnyaSiapaEluNo
Banyak kok penyedia
layanan domain yang bisa kita pilih. Tentu saja, pilih yang reputasinya baik. Soal pembayaran, bisa lewat transfer bank kok.
Prosesnya pun mudah. Dan
setelah itu… selamat bersenang-senang ngeblog dan merasakan keunggulan menggunakan top level domain .net/.com ya.
Salam,
Salam,
Top level domain TLD untuk personal branding.
BalasHapus