Pada hari pertama tahun
2016, koran Sinar
Harapan tidak lagi mengunjungi pembacanya. Koran sore kelahiran tahun 1961 itu tutup usia karena ditinggalkan oleh investor.
Media Cetak Berhenti Terbit
Masih di bulan Januari
2016, majalah Girls juga tak lagi terbit setelah 11 tahun menemani ABG Indonesia.
Edisi terakhir majalah praremaja dari Grup Kompas Gramedia ini memuat profil Muthia Fadhila Khairunissa(Thia), penulis muda dengan seabrek karya dan prestasi.
Edisi terakhir majalah praremaja dari Grup Kompas Gramedia ini memuat profil Muthia Fadhila Khairunissa(Thia), penulis muda dengan seabrek karya dan prestasi.
Beberapa media cetak
lainnya pun mengalami nasib yang sama. Di antaranya majalah sastra Horison (beralih ke versi online), Trax Magazine, dan majalah Cita
Cinta.
Tahun-tahun sebelumnya,
tercatat media cetak seperti Harian Bola, Koran Tempo Minggu, harian Jakarta Globe, tabloid Gaul, majalah Story, majalah Sekar, harian
Jurnal Nasional, majalah Fortune, dan majalah
Animonster tutup usia.
Kematian media cetak ini
tidak cuma terjadi di Indonesia, tetapi juga di negara-negara lain. Sebut saja Reader’s Diggest dan The Washington
Post (Amerika Serikat), serta For Him
Magazine (Inggris).
Edisi terakhir majalah Girls, sebelum kemudian berhenti terbit. |
Menjelang tutup tahun
2016, sebuah kabar mengejutkan datang dari Grup Kompas Gramedia.
Delapan tabloid dan majalah grup penerbitan ini akan berhenti terbit, yaitu kaWanku, Chip, Sinyal, Chip Foto Video, What Hi Fi, Auto Expert, Car and Turning Guide, dan Motor.
Delapan tabloid dan majalah grup penerbitan ini akan berhenti terbit, yaitu kaWanku, Chip, Sinyal, Chip Foto Video, What Hi Fi, Auto Expert, Car and Turning Guide, dan Motor.
Majalah KaWanku
Berhenti terbitnya majalah
KaWanku lebih dari cukup untuk
membuat saya merasa kehilangan.
Oh, tidaaak! Majalah KaWanku berhenti terbit?! Bagi saya, majalah KaWanku adalah tonggak penting dalam perjalanan saya sebagai penulis, mengawali rekam jejak di dunia menulis.
Oh, tidaaak! Majalah KaWanku berhenti terbit?! Bagi saya, majalah KaWanku adalah tonggak penting dalam perjalanan saya sebagai penulis, mengawali rekam jejak di dunia menulis.
Edisi Tahunan 1998 (nomor
23-23/XXVII beredar sampai 19 Desember 1997) adalah kali pertama cerpen saya
dimuat di KaWanku. Judulnya “Life
Goes On”. Edisi tahunan jelas berbeda. Lebih tebal, lebih lux, lebih istimewa.
Itu awalnya. Tahun
1999-2000 hampir setiap bulan ada cerpen saya di KaWanku.
Berselang-seling dengan Nando dan Adnan Buchori yang kemudian menjadi sahabat saya. Juga Palris Jaya (Ippal), Erry Sofid, dan Aveus Har. Nama-nama yang langsung saya cari setelah membuat akun Facebook.
Berselang-seling dengan Nando dan Adnan Buchori yang kemudian menjadi sahabat saya. Juga Palris Jaya (Ippal), Erry Sofid, dan Aveus Har. Nama-nama yang langsung saya cari setelah membuat akun Facebook.
Sebagian cerpen saya yang dimuat di majalah kaWanku. |
“Sering kesal kalau lihat KaWanku tahun-tahun itu. Yang muncul
Teera dan Nando melulu,” kata Ippal beberapa waktu lalu.
Padahal... kalau pas
giliran tidak dimuat, saya juga sering kesal melihat nama Ippal, Erry Sofid,
Adnan Buchori, Nando, atau Aveus Har yang nongol.
Huuuh! Dia lagi dia lagi! :D Oya, ketika itu saya masih menggunakan nama pena Teera. Mulai terpikir untuk pakai nama asli setelah ngobrol dengan Mbak Wining, redaksi Kawanku. Waktu itu saya sejenis kutu loncat, pindah-pindah kantor. Maklumlah, darah muda.
Huuuh! Dia lagi dia lagi! :D Oya, ketika itu saya masih menggunakan nama pena Teera. Mulai terpikir untuk pakai nama asli setelah ngobrol dengan Mbak Wining, redaksi Kawanku. Waktu itu saya sejenis kutu loncat, pindah-pindah kantor. Maklumlah, darah muda.
Kata Mbak Wining, "Kalau mau mencantumkan hasil karyamu di curriculum vitae, lebih baik pakai nama asli. Jadi langsung ketahuan itu memang karyamu."
Lucunya, saya baru pakai nama asli justru setelah nggak ngantor lagi. Iya, begitulah. Saya memang lucu :p
Cerpen saya kembali masuk
ke Edisi Tahunan 2000. Berbeda dengan tahun 1998, kali ini melalui “jalur
khusus”.
Penulis yang dinilai produktif dan disukai pembaca sajalah yang diberi kesempatan kirim naskah cerpen untuk Edisi Tahunan. Itu pun masih diseleksi lagi.
Penulis yang dinilai produktif dan disukai pembaca sajalah yang diberi kesempatan kirim naskah cerpen untuk Edisi Tahunan. Itu pun masih diseleksi lagi.
“Cerpenmu terpilih ya,
Retno? Cerpenku enggaaak! Sebel!” teriak Nando di saluran telepon, suatu sore
di akhir tahun 1999.
Seringnya dimuat di KaWanku ketika itu bahkan pernah membuat
sekretariat mengirim honor tiga cerpen sekaligus, padahal yang dimuat baru
satu. “Dua lagi masih antre, Teera. Aku sekalian transfer saja, biar
nggak bolak-balik.”
Cerpen-cerpen saya di kaWanku
(dan di majalah-majalah remaja lainnya) kemudian terbit dalam dua buku kumpulan
cerpen: Please Don’t Go (Penerbit
Mizan, 2006) dan Siapa Mau Jadi Pacarku
(Penerbit Andi, 2013)
Majalah kaWanku di Era Digital
Perkembangan zaman tak
bisa dibendung. Era digital mengubah banyak hal. Majalah kaWanku yang sudah menemani anak-anak dan kemudian remaja Indonesia
sejak tahun 1970 pun akhirnya berhenti terbit dalam bentuk cetak.
Edisi 26 yang terbit
tanggal 21 Desember 2016 menjadi nomor terakhir kaWanku versi cetak.
Edisi berkaver Prilly Latuconsina ini sekaligus merayakan kelahiran cewekbanget.id. Website yang akan diluncurkan tanggal 1 Januari 2017 ini merupakan penyempurnaan dari kawankumagz.com yang sudah tayang sejak 2011.
Edisi berkaver Prilly Latuconsina ini sekaligus merayakan kelahiran cewekbanget.id. Website yang akan diluncurkan tanggal 1 Januari 2017 ini merupakan penyempurnaan dari kawankumagz.com yang sudah tayang sejak 2011.
Kiri, Kawanku No. 2 Th. II/1971. Saya dapat majalah lawas ini ketika hunting untuk toko online saya, Teras Teera. Kanan, Kawanku No. 26, 21 Desember 2016. Versi cetak edisi terakhir. |
“Berdasarkan data Google
Analytics, kawankumagz.com menjadi leader untuk segmen remaja putri. Bahkan
di bulan Oktober-November 2016 jumlah pengunjung kami mecapai 2,6 juta dengan
7,2 artikel yang dibaca,” tutur Trinzi Mulamawitri, Editor in Chief kaWanku dalam rubrik Dear di edisi
terakhir ini.
Yang menggembirakan, website ini menampung inspirasi
pembacanya dalam bentuk tulisan, foto, dan video. Di akhir tahun, tiga creator terbaik akan mendapatkan
tabungan pendidikan.
Penulis, Mau ke Mana?
Tahun 2016 bukan hanya
suram bagi media massa cetak. Dunia perbukuan pun tersaput mendung.
Sepanjang September-November kemarin, Grup Penerbit Gramedia mengadakan cuci
gudang di lima kota.
Benar-benar cuci gudang. Warehouse sale. Diadakannya di gudang penerbit, bukan sekadar di toko. Buku-buku yang
baru tiga tahun terbit pun diobral. Beberapa penerbit di luar grup ini
bahkan sudah gulung tikar. Tolong, Buku Saya Diobral di Gramedia Big Sale
Mau tak mau, para penulis buku harus
berpikir terbuka. Menulis tidak melulu di dan untuk media cetak. Tidak melulu
harus dalam bentuk buku tercetak.
Penulis buku harus berpikir
terbuka dan mengambil langkah-langkah strategis agar bisa tetap menulis tanpa
terlindas oleh zaman. Misalnya menulis di media online atau blog. Dari Penulis Buku Jadi Blogger. Life
Goes On. Seperti cerpen pertama saya di majalah KaWanku.
Omong-omong, punya kenangan manis jugakah dengan majalah legendaris ini?
Salam,
Triani Retno A
Tidak ada komentar
Komentar dimoderasi dulu karena banyak spam. Terima kasih.