Remaja (terutama cewek) tahun 1988 – 1990an mana sih yang nggak tau Tommy Page alias TP?
Well, mungkin beneran ada yang nggak tahu.
Tapi itu bukan saya. Saya penggemar TP. Saya juga penggemar majalah Hai. Dan Hai sungguh memanjakan kecintaan saya pada Tommy Page.
Ketika
itu saya masih bersekolah di sebuah SMP Negeri di Medan. Ada poster besar Tommy
Page di kamar tidur saya. Selain tentu aja poster Fariz RM.
Saya pun rela menyisihkan uang jajan selama berhari-hari buat membeli t-shirt limited edition bergambar Tommy Page dengan logo majalah Hai. Iya, pesannya ke majalah Hai di Jakarta.
Saya pun rela menyisihkan uang jajan selama berhari-hari buat membeli t-shirt limited edition bergambar Tommy Page dengan logo majalah Hai. Iya, pesannya ke majalah Hai di Jakarta.
Harga
t-shirt itu Rp 6.000 (sebagai gambaran, ongkos angkot−di Medan kami menyebutnya
sudako−dari rumah ke sekolah ketika itu hanya Rp100, dan Chiki Snack berharga
Rp175). Saya lupa berapa ongkos kirim dari Jakarta ke Medan kala itu.
Mengirim uang pembeli t-shirt ke majalah Hai itu adalah kali pertama saya ngirim uang melalui wesel. Biasanya saya ke kantor pos untuk mengirim cerpen-cerpen saya.
Mengirim uang pembeli t-shirt ke majalah Hai itu adalah kali pertama saya ngirim uang melalui wesel. Biasanya saya ke kantor pos untuk mengirim cerpen-cerpen saya.
T-shirt itu menjadi baju kesayangan saya. Sudahlah belinya pakai
menyisihkan uang jajan, gambarnya Tommy Page pula.
Tommy Page Menemani Masa Remaja
Kecintaan
saya pada Tommy Page berlanjut ketika SMA di Bandung. Tidak bisa lagi menempel
poster imutnya di dinding kamar, fotonya yang berukuran gedean dikit dari post card saya tempel di kaver buku harian.
Tercatat di situ, buku harian itu bertugas menemani saya sejak 3 Februari 1992 hingga 17 Oktober 1992.
Tercatat di situ, buku harian itu bertugas menemani saya sejak 3 Februari 1992 hingga 17 Oktober 1992.
Jadi,
selama itu juga Tommy Page menemani saya. Saya bawa di dalam tas, saya selipkan
di bawah bantal…
Dan justru karena di buku harian, ia menjadi tahan lama. Ketika poster dan t-shirt sudah entah di mana, buku harian bergambar Tommy Page ini awet.
Dan justru karena di buku harian, ia menjadi tahan lama. Ketika poster dan t-shirt sudah entah di mana, buku harian bergambar Tommy Page ini awet.
Memasuki
usia dewasa, A Shoulder to Cry On yang
melambungkan nama Tommy Page menjadi lagu evergreen
bagi saya.
Iya,
evergreen. Nggak ada matinya. Nggak
ada basinya. I’ll be Your Everything
yang ngehits kemudian kurang greget bagi saya.
A Shoulder to Cry On menemani saya dalam banyak momen.
Termasuk ketika menulis novel. Novel Ailurofil
(Gramedia Pustaka Utama, 2016) pun saya tulis dengan ditemani, salah
satunya, lagu ini.
A Shoulder to Cry On seolah menjadi lagu wajib dalam
persahabatan. Ketika orang-orang beranjak menjauh, ketika dunia berpaling, sahabat
sejati selalu ada. Selalu menguatkan, selalu menyediakan bahu untuk menumpahkan
tangis.
Life is
full of lots of up and downs, and the distance feels further
When
you're headed for the ground,nd there is nothing more painful
Than to
let you're feelings take you down
It's so hard to know the way you feel inside
When
there's many thoughtsAnd feelings that you hide
But you
might feel betterIf you let me walk with you by your side
And when
you need a shoulder to cry on, when you need a friend to rely on
when the
whole world is gone, you won't be alone, cause I'll be there
I'll be
your shoulder to cry on, I'll be there, I'll be a friend to rely on
When the
whole world is gone, you won't be alone, cause I'll be there.
Dan Dia Pergi
Tommy
Page, penyanyi yang permanen imutnya ini pergi di awal Maret 2017 pada usia 46
tahun. Sedih?
Ya.
Saya sedih. Berharap kabar kematiannya hanya hoax (dan memang ada web yang
memberitakan kabar itu hanya hoax). Berharap dia masih hidup.
Kalau masih hidup, kan, ada kemungkinan dia kembali ke jalan yang benar dan kelak meninggal secara wajar.
Kalau masih hidup, kan, ada kemungkinan dia kembali ke jalan yang benar dan kelak meninggal secara wajar.
Tommy Page di buku harian. :) |
Lagu A Shoulder to Cry On mendengung terus di dalam benak ketika membaca berita tentang kematiannya.
Lagu yang menguatkan banyak remaja (yang kini mantan remaja) ketika bersedih, ketika patah hati, ketika merasa tak ada yang mengerti….
Dan
Tommy Page sudah pergi. Meninggalkan duka. Meninggalkan rasa ironi ketika menyimak A Shouder to Cry On. Meninggalkan pertanyaan tentang
penyebab kematiannya.
Meninggalkan
renungan di hati.
Bahwa
tak ada yang sempurna di dunia ini.
Bahwa
semua yang berjiwa akan merasakan mati.
Good Bye, Tommy Page. Terima kasih telah
menemani masa remaja hingga dewasa....
All of
the times when everything is wrong
and
you're feeling like there's no use going on
You can't
give it up, I hope you work it out and carry on
Side by side, with you till the end
I'll
alway be the one to firmly hold your hand
no matter
what is said or done our love will always continue on
Everyone needs a shoulder to cry on, everyone needs a friend to rely on
When the
whole world is gone you won't be alone cause I'll be there
I'll be
your shoulder to cry on, I'll be there… I'll be the friend you rely on
when the
whole world's gone, you won't be alone cause I'll be there….
Salam,
Tidak ada komentar
Komentar dimoderasi dulu karena banyak spam. Terima kasih.