Punya blog sejak tahun
2008 nggak lantas bikin saya rajin ngeblog. Boro-boro rajin. Yang ada juga blog
saya penuh sarang laba-laba.
Jumlah posting dalam
setahun tak lebih dari jumlah jemari tangan. Yang cuma sedikit itu pun isinya
sebatas sinopsis buku-buku saya. Jumlah pengunjung? Yeaah... di bawah garis kemiskinan, deh.
Untung tahun segitu belum musim monetisasi blog. Kalau udah, siapa yang mau ngelirik saya?
Ngeblog Gara-Gara Lomba
Lima tahun setelah punya
blog, barulah saya tersadar. Gara-gara browsing info lomba menulis. Iya, saya hobi
ikut lomba menulis. Dari lomba artikel, cerpen sampai novel saya ikuti.
Nah, kok ke sini-sini lebih
banyak lomba menulis di blog, ya? Hadiahnya pun menggiurkan. Eh iyaaa, saya kan
punya blog. Berarti saya bisa ikut. Horeee….
Pertama kali ikut lomba blog, saya kalah secara dudul, dong. Saya sudah posting di blog, sudah share ke mana-mana tapi… tak mengisi
formulir pendaftaran. *Pukpuk kepala sendiri*
Kedudulan itu jadi
pelajaran bagi saya untuk lebih cermat ketika mengikuti lomba menulis blog.
Hayoloh, blog siapa yang seperti itu? |
Lomba Blog yang Bikin Ketagihan
Ketagihan ikut lomba blog.
Itu yang terjadi pada saya kemudian. Kalah aja tetap ketagihan ikut, apalagi menang.
Ini semacam tantangan bagi
saya. Selama ini, di jenis lomba menulis yang bukan blog, saya lebih suka
diam-diam saja. Kalau menang, baru deh woro-woro ke 16 penjuru
mata angin.
Kalau ikut lomba blog kan sebaliknya.
Mana bisa diam-diam. Lha mesti share,
mesti banyak-banyakan page view,
mesti ngumpulin komentar, dan sebagainya.
Intinya, banyak orang yang tahu saya ikut lomba. Banyak yang diam-diam menilai dan membanding-bandingkan tulisan saya dengan tulisan peserta lain.
Intinya, banyak orang yang tahu saya ikut lomba. Banyak yang diam-diam menilai dan membanding-bandingkan tulisan saya dengan tulisan peserta lain.
Tapi tetap, sih. Tetap
ketagihan
20.000 View Sehari
Meski begitu, artikel yang
paling banyak view-nya bukanlah yang saya ikut sertakan dalam lomba.
Sebagai blogger hidayah
(yang baru ngeblog kalau dapat hidayah) yang nggak ngetop, 100-200 view per hari udah cukup bikin saya
senang. Mendapat view ribuan per hari mah... seperti mimpi bagi saya.
Namun, artikel Tolong Buku Saya Diobral di Gramedia Big Sale yang saya tulis di blog ini pada bulan November 2016, ternyata melampaui
mimpi saya.
Di balik artikel itu
sebenarnya ada emosi yang tercampur aduk. Ada sedih, miris, prihatin,
sekaligus tak berdaya melihat buku-buku yang belum lama terbit dijual dengan
harga sepuluh buah tahu bulat digoreng dadakan.
Lebih 20 tahun saya
berkarya di media cetak. Lalu hari-hari itu saya berdiri di sebuah gudang,
dikelilingi jutaan eksemplar buku yang menumpuk tak beraturan. Menyaksikan oknum-oknum
tak bertanggung jawab menginjak-injak buku yang berceceran di lantai.
Rasanya perih, Kakak! Periiiih…! Jauh lebih perih daripada melihat Hamish Daud melamar Raisa.
Rasanya perih, Kakak! Periiiih…! Jauh lebih perih daripada melihat Hamish Daud melamar Raisa.
Saya menulis tiga artikel
tentang obral buku itu. Artikel pertama dan kedua lebih pada informasi dan tips
untuk berburu buku. Artikel ketiga barulah sarat dengan aroma curhat.
Tapi justru artikel ketiga
itulah yang page view-nya membludak.
Beberapa jam setelah diposting, sudah mencapai 5.000 viewers.
Terus merambat naik pada hari-hari berikutnya, 8.000 sehari, 10.000, 12.000, 17.000, 19.000… hingga tembus 20.000 view sehari.
Terus merambat naik pada hari-hari berikutnya, 8.000 sehari, 10.000, 12.000, 17.000, 19.000… hingga tembus 20.000 view sehari.
Lonjakan tajam ini gara-gara satu artikel doang. |
Ketika datang lagi ke
gudang buku itu untuk terakhir kalinya, pegawai toko yang akhirnya jadi sahabat
saya bercerita bahwa sejak beberapa hari belakangan ada saja yang mengaku
datang ke sana gara-gara baca artikel blog saya.
Ada yang setelah baca
artikel itu, bergegas datang memborong buku untuk perpustakaan atau untuk disumbangkan.
Ada pula yang mengaku mendapat buku-buku bagus karena mempraktikkan tips ala saya (kecuali tips gombalnya. Nggak usah dipraktikkan yang gombalnya mah).
Ada pula yang mengaku mendapat buku-buku bagus karena mempraktikkan tips ala saya (kecuali tips gombalnya. Nggak usah dipraktikkan yang gombalnya mah).
Lebih dua dekade saya menulis.
Pada hari itu, ada hangat yang begitu cepat menjalar dalam hati saya.
Ternyata tulisan saya menggerakkan
orang lain untuk bertindak.
Ternyata menulis online di
blog begitu cepat menjangkau banyak orang.
Ternyata saya benar-benar
bisa melakukan sesuatu melalui tulisan.
Ternyata tulisan saya
bermanfaat.
Apalagi momen terbaik bagi
seorang penulis, seorang blogger, selain ketika tulisannya memberikan manfaat kepada
orang lain? Sebagai individu, sebagai penulis dan blogger, saya harus terus belajar tentang menjadi bermanfaat.
Best moment bagi penulis. |
Penulis
Buku, Novelis, Editor
Freelance
Salam kenal mbak .. senangnya kalau melalui tulisan kita betul2 bisa menggerakkan banyak orang. Sangat menginspirasi penulis amatir seperti saya..
BalasHapusMasya Allah. Salam kenal juga, Mbak. Maafkan, baru nyadar ada komentar di sini.
Hapus