Pasalnya, Afi, seorang seleb medsos dari Banyuwangi, kedapatan melakukan tindakan curang ini.
Beberapa
tulisan yang diaku sebagai karyanya, belakangan ketahuan merupakan karya orang
lain. Karya orang lain tersebut sudah lebih dulu dipublikasikan di Facebook,
blog pribadi, bahkan terbit dalam bentuk buku. Duh. Buat karyamu sendiri, bukan memplagiat.
Tidak hanya artikel dan karya ilmiah yang kerap diplagiat. Cerpen, novel, puisi, bahkan buku anak juga rawan diplagiat.
Salam,
Triani Retno A
www.trianiretno.com
Btw, saya
bukan penggemar Afi, juga bukan pembencinya. Tapi yang jelas, saya menentang
plagiat.
Plagiat, Plagiarisme, Plagiator
Kita
kenalan dulu yuk dengan ketiga kata ini. Kita merujuk ke Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) terbaru, ya.
- Plagiarisme adalah penjiplakan
yang melanggar hak cipta.
- Plagiat artinya pengambilan
karangan (pendapat dsb) orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangan
(pendapat dsb) sendiri, misalnya menerbitkan karya tulis orang lain atas nama
dirinya sendiri; jiplakan.
- Plagiator = orang yang mengambil karangan (pendapat dsb) orang lain dan disiarkan sebagai karangan (pendapat dsb) sendiri; penjiplak.
Kalau
melihat definisi di atas, termasuk dalam tindakan plagiat adalah meng-copy
paste status medsos, cerita humor, kisah inspiratif, renungan, dan
sebagainya buah pikiran orang lain, lalu menyebarkannya tanpa mencantumkan nama
penulis asli.
Hayooo …
pernah melakukannya nggak, nih ?
Di
lini masa Facebook dan WA grup saya, bertebaran nih yang begini. Beberapa
status Facebook dan tulisan saya di web
(saya pernah menjadi content writer di sebuah web) pun dipublikasikan oleh banyak orang lain tanpa mencantumkan nama saya, bahkan ada yang jelas-jelas mencantumkan
nama mereka sebagai penulisnya.
Duh, sesulit itukah mencantumkan nama penulis aslinya?
Duh, sesulit itukah mencantumkan nama penulis aslinya?
Memang,
ada orang tertentu yang membebaskan siapa pun meng-copas dan menyebarkan tulisannya tanpa perlu minta izin. Namun, jangan
gebyah uyah menyamakan semua tulisan
bisa di-copas sesuka hati.
Kalaupun ada keterangan “feel free to copas and share”, tunjukkan dong kita punya etika
dan rasa terima kasih dengan mencantumkan nama si penulis.
Baca di sini pendapat Ketua MPR tentang plagiat: Plagiat Itu Rampok, Korupsi.
Baca di sini pendapat Ketua MPR tentang plagiat: Plagiat Itu Rampok, Korupsi.
Alasan Memplagiat
Dari
pengamatan saya,
ada beberapa alasan yang mendorong seseorang melakukan tindakan penjiplakan
ini.
Alasan memplagiat karya orang lain. |
1. Jalan pintas
Yang namanya jalan pintas,
memungkinkan seseorang bisa lebih cepat mencapai tujuannya.
Begitu juga dalam menulis. Tanpa perlu susah-susah mencari ide, memilih diksi, memikirkan plot, dan sebagainya, seseorang bisa jadi penulis cerpen atau novel.
Begitu juga dalam menulis. Tanpa perlu susah-susah mencari ide, memilih diksi, memikirkan plot, dan sebagainya, seseorang bisa jadi penulis cerpen atau novel.
Tanpa perlu susah-payah melakukan
riset dan studi literatur, seseorang bisa memperoleh gelar akademis atau nilai
untuk kenaikan pangkat. Caranya? Menjiplak. Mencuri karya orang lain.
2. Memperoleh materi
Materi juga menjadi alasan. Honor
sebuah cerpen, puisi, resensi, atau artikel di media massa bervariasi. Ada yang
beberapa puluh ribu rupiah, ada juga yang menyentuh angka satu juta.
Bikin ngiler? Bisa jadi. Mungkin itu
juga yang ada di benak para koruptor. “Kalau bisa dapat uang banyak dengan cara
mudah, ngapain susah-susah.” Yeah, meskipun caranya melanggar hukum.
Ada sebuah infomasi menarik dari sahabat saya. Beberapa kampus memberi insentif berupa uang pada mahasiswa yang karyanya dimuat di media massa.
Sayangnya, niat baik kampus tersebut disalahgunakan oleh segelintir oknum mahasiswa. Oknum ini memplagiat karya orang lain dan memperoleh materi dobel: dari media massa dan dari kampus.
Belum lagi honor yang didapat karena mengisi acara kepenulisan di sana-sini karena dianggap sebagai penulis produktif, penulis muda berbakat, dan sebagainya.
Ada sebuah infomasi menarik dari sahabat saya. Beberapa kampus memberi insentif berupa uang pada mahasiswa yang karyanya dimuat di media massa.
Sayangnya, niat baik kampus tersebut disalahgunakan oleh segelintir oknum mahasiswa. Oknum ini memplagiat karya orang lain dan memperoleh materi dobel: dari media massa dan dari kampus.
Belum lagi honor yang didapat karena mengisi acara kepenulisan di sana-sini karena dianggap sebagai penulis produktif, penulis muda berbakat, dan sebagainya.
3. Popularitas
Orang-orang yang belum merasakan jatuh
bangunnya menjadi penulis (apalagi yang berada di luar dunia kepenulisan) sering
menganggap profesi “penulis” itu sebagai sesuatu yang wow keren!
Karya bertaburan di mana-mana, dikenal banyak orang, diundang ke sana-sini sebagai pembicara. Kalau beruntung, bisa menjadi seleb seperti Raditya Dika.
Karya bertaburan di mana-mana, dikenal banyak orang, diundang ke sana-sini sebagai pembicara. Kalau beruntung, bisa menjadi seleb seperti Raditya Dika.
Popularitas ini pun bisa dinikmati
oleh mereka yang memplagiat tulisan orang lain untuk diposting di akun media
sosial.
Memang, tidak langsung mendatangkan
honor seperti jika tulisan dimuat di media massa. Tapi kalau sampai viral dan
dibagikan oleh ribuan orang, apa tidak mendatangkan popularitas bagi si pemilik
akun? Orang yang tadinya tidak tahu, jadi tahu. Engagement akun-nya jadi tinggi.
Kalau engagement tinggi, promosi produk lebih mudah, jualan lebih laris,
serta ada kemungkinan dilirik oleh pemodal, penerbit, atau media massa.
4. Pengakuan dari lingkungan
Saya pernah bertanya pada seseorang
*identitas dirahasiakan* kenapa dia memplagiat karya orang lain.
Jawabannya sungguh di luar dugaan
saya. “Saya ingin diakui oleh lingkungan saya. Mereka selama ini selalu
merendahkan saya, meremehkan saya. Saya ingin mereka lihat saya juga bisa
berkarya lewat tulisan.”
Alasan yang menyentuh hati. Namun, tak
mengubah kenyataan bahwa plagiat adalah perbuatan curang.
5. Kekaguman pada penulis lain
Yang satu ini terdengar aneh, tetapi
ternyata ada. Seorang teman pernah bercerita bahwa novel karyanya diketik ulang
dan dipublikasikan di Wattpad dengan nama orang lain. Semua sama. Hanya nama
tokoh-tokohnya yang berbeda.
Belakangan si penjiplak mengaku bahwa
ia begitu menyukai novel itu. Begitu mengagumi kepiawaian si penulis dalam
bercerita. Akhirnya, ia memutuskan untuk mengetik ulang novel tersebut. Sama
persis, kecuali pada nama tokoh-tokohnya… dan nama penulisnya.
Alasan ini sungguh membuat saya gagal
paham. Katanya kagum, kok malah menikam orang yang dikaguminya, ya?
Kalau kagum itu mbok ya bantu mempromosikan buku aslinya supaya makin banyak yang beli dan baca. Bukannya malah menikam dari belakang.
Kalau kagum itu mbok ya bantu mempromosikan buku aslinya supaya makin banyak yang beli dan baca. Bukannya malah menikam dari belakang.
6. Ketidaktahuan
Begitulah. Ada plagiator yang tidak
tahu bahwa memplagiat itu salah, bahkan melanggar undang-undang hak cipta.
Ketidaktahuan ini tentu tidak bisa didiamkan. Perlu edukasi supaya sama-sama paham dan tidak menzalimi penulis aslinya.
Ketidaktahuan ini tentu tidak bisa didiamkan. Perlu edukasi supaya sama-sama paham dan tidak menzalimi penulis aslinya.
Plagiat? Nggak tahu dan nggak mau tahu. |
Ada yang tidak tahu
bahwa menyalin (copy) tulisan orang
lain lantas menempelkannya (paste) di
file lain lalu mengubah nama si
penulis dengan namanya sendiri adalah plagiat.
Ada pula yang tidak
tahu bahwa mengetik ulang karya tulis orang lain lalu mengganti nama penulisnya
dengan namanya sendiri, apa pun alasannya, adalah plagiat.
Ada juga yang tidak
tahu bahwa mengutip pendapat orang lain tanpa mencantumkan nama penulis asli
dan sumbernya secara lengkap, adalah plagiat.
Ada yang tidak tahu dan parahnya lagi: ada yang tidak mau tahu.
Di blog ini ada banyak tulisan saya seputar menulis. Insya Allah bukan bualan karena berangkat dari pengalaman menulis saya sejak era mesin ketik dan floppy disk :D Berikut beberapa di antaranya:
Seperti saya tulis di awal, saya bukan penggemar Afi, tetapi juga bukan pembencinya. Yang saya tidak suka adalah ketidakjujuran dalam berkarya. Lepas dari namanya Afi atau bukan.
Seperti saya tulis di awal, saya bukan penggemar Afi, tetapi juga bukan pembencinya. Yang saya tidak suka adalah ketidakjujuran dalam berkarya. Lepas dari namanya Afi atau bukan.
Ada yang “lucu” dari ribut-ribut
kecaman terhadap Afi yang ketahuan memplagiat.
Saya menemukan beberapa orang yang juga suka meng-copas tanpa mencantumkan nama penulis asli, ikut lantang mengecam Afi.
Duh, seperti melihat maling meneriaki orang lain sebagai maling.
Saya menemukan beberapa orang yang juga suka meng-copas tanpa mencantumkan nama penulis asli, ikut lantang mengecam Afi.
Duh, seperti melihat maling meneriaki orang lain sebagai maling.
Mari terus berusaha untuk jujur dalam berkarya. Hindari tindakan plagiat. Jangan pernah menjadi plagiator.
Triani Retno A
www.trianiretno.com
Penulis Buku, Novelis, Editor Freelance
Tidak ada komentar
Komentar dimoderasi dulu karena banyak spam. Terima kasih.