Begitu juga saya. Selalu
senang rasanya menerima SPP. Tak peduli itu buku saya yang pertama atau buku kesekian
puluh.
Pasal tentang Ahli Waris
Di semua SPP yang saya
terima dari berbagai penerbit, ada satu pasal tentang ahli waris dan hak waris
apabila penulis meninggal dunia.
Jika seorang penulis meninggal dunia, maka hak dan kewajiban si penulis beralih pada ahli warisnya.
Setelah penulis buku meninggal, hak ekonomi atas bukunya yang tercantum di dalam SPP masih berjalan.
Kita juga, kan, nggak tahu nasib sebuah buku. Ada saja buku yang terbitnya sudah lama, tahu-tahu dicetak ulang. Bisa pula dijadikan e-book, diterjemahkan ke bahasa asing, diangkat ke layar kaca, atau difilmkan.
Sebuah penerbit buku bahkan meminta saya sebagai penulis novel mencantumkan nama ahli waris 1 dan 2 jika terjadi sesuatu pada saya. Seingat saya, hanya di penerbit tersebut saya diminta mencantumkan nama ahli waris.
Kita juga, kan, nggak tahu nasib sebuah buku. Ada saja buku yang terbitnya sudah lama, tahu-tahu dicetak ulang. Bisa pula dijadikan e-book, diterjemahkan ke bahasa asing, diangkat ke layar kaca, atau difilmkan.
Sebuah penerbit buku bahkan meminta saya sebagai penulis novel mencantumkan nama ahli waris 1 dan 2 jika terjadi sesuatu pada saya. Seingat saya, hanya di penerbit tersebut saya diminta mencantumkan nama ahli waris.
Di penerbit lain pasal itu memang ada, tapi tidak disertai lampiran tentang nama-nama ahli waris.
Menguruskan Hak Waris ke Penerbit
Beberapa bulan belakangan
saya membantu menguruskan hak ini untuk keluarga Nando.
Seperti Teman-teman tahu,
Nando meninggal tanggal 25 Maret 2017 di Bukittinggi, Sumatra Barat.
Bukan kebetulan, dua buku
Nando (Beautiful Boy dan Kangen Kamu) terbit di tempat yang sama
dengan beberapa buku saya. Penerbit Andi di Yogyakarta.
Dua kumcer solo karya Nando. Nando baru memulai menulis novel (bukan kumcer) tetapi tidak sempat menyelesaikannya. |
Jadi, yang saya lakukan
pertama kali (setelah nangis berhari-hari) adalah memberi tahu penerbit bahwa
Nando telah meninggal dunia.
Sempat bingung juga harus
memberi tahu pada siapa karena editor buku kami sudah lama resign.
Atas saran Mas Decky, marketing Andi di Bandung yang sudah jadi teman saya (terlebih karena ternyata mertua Mas Decky dan almarhum bapak saya dulu sekantor), saya menelepon sekretaris redaksi.
Atas saran Mas Decky, marketing Andi di Bandung yang sudah jadi teman saya (terlebih karena ternyata mertua Mas Decky dan almarhum bapak saya dulu sekantor), saya menelepon sekretaris redaksi.
Mbak Sekred meminta saya
menyiapkan beberapa berkas untuk kepentingan mengurus hak dan kewajiban Nando
sebagai penulis.
Jika ahli waris adalah
istri atau anak yang satu KK (Kartu Keluarga), sebenarnya tak banyak berkas
yang harus diserahkan ke penerbit.
Nando belum menikah dan sudah lama pisah KK dengan ibunya. Jadi, berkas yang harus diserahkan lebih banyak.
Nando belum menikah dan sudah lama pisah KK dengan ibunya. Jadi, berkas yang harus diserahkan lebih banyak.
Tidak bisa cepat
mengumpulkan berkas-berkas itu, ternyata. Penerbit berlokasi di Yogyakarta,
saya di Bandung, dan keluarga Nando di Bukittinggi. Yoga, keponakan Nando yang
kuliah di Bandung, ketika itu sedang konsentrasi ke sidang skripsi.
Terkendala di NPWP
Ketika Yoga sudah selesai
sidang dan mulai mengurus berkas-berkas itu, terkendala lagi di NPWP. Ibunya
Nando di Bukittinggi nggak punya NPWP. Kalau tanpa NPWP?
Kita balik lagi ke masalah
pajak royalti penulis. Dengan NPWP, royalti penulis dipotong pajak sebesar 15%.
Jika tidak mempunyai NPWP, potongan pajaknya sebesar 30%.
Itu besar banget! Potongan 15% saja sudah bikin hati ngenes, apalagi 30%!
Itu besar banget! Potongan 15% saja sudah bikin hati ngenes, apalagi 30%!
Nando dulu pakai NPWP,
jadi potongannya “hanya” 15%. Kalau di
KK Nando ada istri dan anak, potongan royalti yang akan diterima ahli waris pun
tetap 15%. Itu karena istri/anak bisa ikut NPWP suami/orangtua.
Sekarang masalahnya,
penerima hak waris royalti Nando nggak punya NPWP. Duh, kalau Ibu nggak punya
NPWP… masa mesti dipotong 30%? Nggak rela rasanya.
Saya coba mencari
kemungkinan lain ke Mbak Sekred. Tapi ternyata nggak ada.
Apa pun bagaimana pun, mesti pakai NPWP ahli waris. Kalau tidak, royalti dipotong pajak 30%. Peraturan perundang-undangannya begitu.
Apa pun bagaimana pun, mesti pakai NPWP ahli waris. Kalau tidak, royalti dipotong pajak 30%. Peraturan perundang-undangannya begitu.
Kalau saja bisa pakai NPWP
saya supaya potongan PPH-nya tidak sebesar itu…. Terlintas pikiran demikian.
Tapi tidak bisa. Saya tahu itu.😢
Berkas Ahli Waris Penulis
Akhirnya, semua berkas
lengkap. NPWP boleh menggunakan milik adik ipar Nando (ayah Yoga).
Berikut ini berkas-berkas Nando yang harus diserahkan ke penerbit.
Berikut ini berkas-berkas Nando yang harus diserahkan ke penerbit.
- Surat pernyataan dari ahli waris.
- Fotokopi surat keterangan kematian penulis.
- Fotokopi KK penulis.
- Fotokopi KK orangtua.
- Fotokopi KTP orangtua.
- Fotokopi KTP ahli waris yang ditunjuk.*
- Fotokopi kartu NPWP ahli waris yang ditunjuk.*
- Fotokopi halaman pertama buku tabungan orangtua/ahli waris yang ditunjuk.
* Ada fotokopi KTP dan buku tabungan orangtua dan ahli waris itu karena NPWP yang dipakai bukan punya ibunda Nando.
Dengan begitu, nanti royalti dari buku-buku almarhum akan langsung ditransfer ke nomor rekening ahli warisnya.
Surat-menyurat (laporan penjualan, cetak ulang, dan sebagainya) pun akan dilakukan ke alamat ahli waris.
Dengan begitu, nanti royalti dari buku-buku almarhum akan langsung ditransfer ke nomor rekening ahli warisnya.
Surat-menyurat (laporan penjualan, cetak ulang, dan sebagainya) pun akan dilakukan ke alamat ahli waris.
Bagaimana untuk buku Genk Kompor karya kami? Untuk buku Genk Kompor, saya cukup memberi tahu
editor kami di Penerbit Elex Media Komputindo.
Buku terakhir kami, Genk Kompor 3. |
SPP Genk Kompor atas nama saya sebagai penanggung jawab (Nando
menyimpan salinan SPP Genk Kompor itu dengan rapi) dan royalti pun masuk ke
rekening saya. Baru kemudian saya bagikan pada semua personel Genk Kompor
sesuai persentase yang kami sepakati sejak awal.
Kamu Sudah Pergi
Prosedur pengurusan hak waris ini sebenarnya tidak sulit. Yang sulit adalah karena dilakukan dalam
suasana berduka.
Bagi saya, yang paling
sulit adalah ketika membaca surat keterangan bahwa Nando benar sudah meninggal....
Surat Keterangan Meninggal. |
Kamu
benar-benar sudah meninggal, ya? Bukan cuma sedang tugas di negeri antah-berantah
yang susah sinyal sehingga tidak bisa menghubungiku? Bukan sekadar
menghilang-menghilang sebentar seperti dulu? 😢
“Berpisah denganmu, membuatku smakin mengerti... Betapa indah saat bersama, yang masih selalu kukenang... ” (Selamat Jalan Kekasih, Rita Effendy)
Catatan Tentang Pengurusan Hak Waris
- Simpan baik-baik Surat Perjanjian Penerbitan (SPP). Itu akan berguna bagi ahli waris kita nanti.
- Jika suatu hari suami/istri, anak, adik/kakak, ayah/ibu Teman-teman yang penulis buku meninggal dunia, segera hubungi penerbit (dalam hal ini editor atau sekretaris redaksi), ya.
Nanti sekred akan memberitahu berkas apa saja yang harus disiapkan untuk
mengurus hak dan kewajiban almarhum/almarhumah. Tapi tidak akan jauh dari yang
saya tulis di atas karena patokannya adalah UU.
- Teman-teman penulis buku bisa membantu
mengingatkan keluarga almarhum/almarhumah tentang hal ini (atau sekalian
membantu menguruskan). Karena bisa jadi keluarga almarhum/alamarhumah sangat awam tentang dunia penulisan dan penerbitan buku.
- Di SPP tertulis bahwa pemberitahuan kepada penerbit selambat-lambatnya dilakukan 6 bulan setelah penulis meninggal. Tapi jika terkendala sesuatu, komunikasikanlah dengan pihak penerbit.
Salam,
Triani Retno APenulis Buku, Novelis, Blogger
Mbak, beneran nanya. Pembayaran royalti kepada ahli waris ini perbulan, pertahun, atau jika ada penjualan buku aja? Makasih mbak.. ^^
BalasHapusMaafkeun, baru lihat ini. Pembayaran royaltinya tetap sesuai dengan yang tertera di surat perjanjian terbit, Jas. 4 bulan sekali, 6 bulan sekali, atau setahun sekali (beda penerbit bisa jadi beda jangka waktu pembayarannya).
HapusTapi itu dengan catatan: ada buku yang terjual. Kalau nggak ada yang terjual yaaah...nggak ada yang dibayarkan.