“Jadi, kapan angsurannya mau dibayar?”
Saya terdiam. Bingung mau menjawab apa. Menjanjikan besok?
Saya tak berani. Uang dari mana?
Debt collector di depan saya terus mendesak, meminta jawaban.
Namun, nadanya tak sekeras tadi. Mungkin kasihan melihat perut saya yang
membukit.
Ya, saya sedang hamil delapan bulan. Perut saya terasa
berkontraksi. Lagi dan lagi. Saya meringis. Jangan lahir sekarang, Nak. Belum
waktunya kamu melihat dunia.
Gali Lubang Tutup Lubang Karena Utang
Tahun 2006-2007 mengawali beberapa tahun gelap dalam hidup
saya. Perekonomian kami mulai goyah. Suami keluar dari pekerjaannya dan tak
kunjung mendapat pekerjaan tetap. Ditambah lagi konflik dengan keluarga besar
yang makin tajam.
Dan tak diduga, Allah menitipkan kehidupan di rahim saya saat
itu. Saya hamil anak kedua ketika si sulung baru beberapa bulan di TK.
Kehamilan itu membuat saya harus menghentikan kegiatan
membuat kue. Jangankan membuat kue, mencium aroma margarin dann melihat terigu saja
saya muntah.
Masalah keuangan tak kunjung usai. Hingga kemudian suami
memutuskan untuk meminjam uang ke sebuah lembaga keuangan. Ngutang.
Masalah selesai?
Tidak. Itu justru babak baru dari masalah yang harus
dihadapi. Utang itu berbunga dan harus dibayar. Padahal, tak ada uang masuk
untuk membayarnya.
Akhirnya, ngutang lagi. Kali ini ke lembaga keuangan lainnya
dengan menjaminkan rumah. Ya, rumah yang belum dua tahun selesai kami cicil.
Rumah dan tanah seluas 150 meter persegi digadaikan untuk
meminjam uang Rp 30 juta. Harga rumah dan tanah jelas jauh di atas itu.
Lagi-lagi pembayaran utang itu macet. Lalu giliran tanah 60
meter persegi di blok belakang yang digadaikan.
Gali lubang tutup lubang. Tanpa pekerjaan yang jelas, tanpa
uang masuk, utang pun membengkak. Bunganya jadi begitu mengerikan.
Debt collector kembali datang. Berkali-kali, membentak-bentak.
Pagar rumah pun distempel merah, “Rumah Ini Dalam Pengawasan”.
Akibat berutang. |
Rahim saya selalu berkontraksi kencang setiap kali mereka
datang. Saya mulai stres. Mulai ketakutan.
Tanpa sepengetahuan saya, suami juga meminjam uang pada
orang-orang lain. Entah untuk apa. Mereka juga mulai menagih. Saya terpaksa
mulai berbohong, mengarang alasan ini itu. Dan saya semakin stres.
Karena Utang, Rumah dan Tanah Melayang
Anak kedua saya lahir dengan selamat, lima hari lewat dari
perkiraan lahirnya. Namun, tidak dengan rumah dan tanah. Dua aset itu tak
tertebus dan lepas dari tangan kami.
Tak cukup itu, rumah tangga kami pun meluncur ke ujung tanduk. Dan semua berakhir
di depan majelis hakim pengadilan agama.
Mulailah hari-hari baru saya sebagai orangtua tunggal. Babak
belur sendiri menafkahi dua anak. Saya mengandalkan penghasilan dari honor
mengedit naskah, menulis di sana-sini, dan berjualan online.
Cukup?
Dicukup-cukupin saja. Dinikmati dan disyukuri. Satu yang saya
hindari: berutang.
Menata hidup baru tanpa utang ala saya:
Menata hidup baru tanpa utang ala saya:
Jalan hijrah saya. |
Saya sudah merasakan akibat pahit dari berutang. Sudah
merasakan sakit dan stresnya.
Saya makin berusaha menghindar dari berutang setelah membaca
hadis tentang utang. Bahwa utang bisa
menghalangi jalan untuk masuk ke surga. Bahwa seorang syuhada pun tak bisa
masuk surga jika masih memiliki utang.
Bahwa di akhirat kelak utang tetap harus dibayar. Bukan dengan
uang, melainkan dengan pahala. Jika tabungan pahala tak cukup, maka dosa orang
yang memberi utang akan diberikan pada si pengutang.
Na’udzubillahi min dzalik.
Tiga hadis Rasulullah tentang bahaya berutang. |
Amit-amit. Saya mantapkan untuk berhijrah. Dari hidup dengan
utang berpindah ke hidup tanpa utang, apalagi utang berbunga-bunga.
Gerakan #AyoHijrah
Berhijrah berarti berpindah ke kehidupan yang lebih baik,
terutama dalam kacamata agama.
Yang tadinya suka berpakaian seksi lalu berbusana tertutup sesuai
syariat, dia berhijrah.
Yang tadinya suka mabuk dan berjudi, lalu meninggalkan
kesukaannya itu, dia berhijrah.
Yang tadinya tinggal di lingkungan yang rusak lalu pindah ke
lingkungan baru yang lebih baik, dia berhijrah.
Yang tadinya suka berutang dan memakan riba lalu meninggalkan
gaya hidup seperti itu, dia berhijrah.
Berhijrah itu tak mudah, memang. Ada saja godaan untuk
kembali pada kehidupan atau gaya hidup yang lama.
Hijrah dalam ibadah dan muamalah. |
Untuk mengajak masyarakat muslim hidup lebih baik sesuai
dengan tuntunan agama, Bank Muamalat Indonesia meluncurkan kampanye #AyoHijrah pada
tanggal 8 Oktober 2018.
Gerakan #AyoHijrah ini mengajak masyarakat untuk bergerak ke
arah yang lebih baik dan lebih berkah, terus meningkatkan kualitas hidup sesuai
ajaran agama Islam.
Bukan hanya berhijrah dalam urusan beribadah kepada Allah,
tapi juga berhijrah dalam hal pengelolaan keuangan dan layanan perbankan.
Bank Muamalat Indonesia
Bank Muamalat Indonesia didirikan pada tahun 1992. Berarti
tahun 2019 ini usianya sudah 27 tahun. Kalau manusia, umur 27 tahun sudah
dewasa dan pantas menikah.
Sejak awal berdiri, Bank Muamalat sudah menerapkan
prinsip-prinsip syariah.
Oya, di Indonesia, Bank Muamalat ini adalah bank syariah yang
pertama. Bank Muamalat juga tidak berinduk ke bank lain. Jadi, kemurnian
penerapan prinsip-prinsip syariatnya lebih terjaga.
Dalam pelaksanaannya, Bank Muamalat diawasi oleh Dewan
Pengawas Syariah.
Jadi, tak perlu khawatir pengelolaannya akan melenceng.
Meskipun memberikan berbagai layanan keuangan, semuanya berada dalam koridor
syariah.
Berhijrah dalam Pengelolaan Keuangan
Ajaran Islam itu menyeluruh. Soal keuangan pun ada aturannya
dalam Islam. Hal ini pula yang hendak dimasyarakatkan secara luas oleh Bank
Muamalat.
Seperti lazimnya bank, Bank Muamalat juga menyediakan
berbagai produk dan layanan.
Tidak ada bunga (riba) dalam bank syariah. |
Untuk pengelolaan keuangan, ada:
- Tabungan iB Hijrah Muamalat Prima.
- Tabungan iB Hijrah Muamalat Prima Berhadiah.
- Tabungan iB Hijrah Muamalat Rencana.
- Giro iB Hijrah Muamalat.
- Deposito iB Hijrah Muamalat.
- KPR iB Muamalat.
- Pembiayaan iB Muamalat Modal Kerja.
- Pembiayaan iB Muamalat Multiguna
Mau berinvestasi atau butuh proteksi? Bisa. Bank Muamalat
juga menawarkan investasi SUKUK dan Bancassurance.
Meski produk dan layanannya serupa dengan bank-bank lain,
tetapi pelaksanaannya berbeda. Salah satunya, pada bank syariah tidak ada bunga
karena merupakan riba.
Menabung di bank syariah tidak mendapat bunga. Meminjam uang
pada bank syariah juga tidak ada bunga. Yang ada adalah bagi hasil. Persentase
bagi hasilnya sudah disepakati bersama dengan akad yang jelas di awal.
Sebagai bank syariah, Bank Muamalat tidak sekadar mengikuti
hukum negara tetapi juga hukum Islam.
Untuk pemberian modal kerja, misalnya. Meski secara hukum
negara dibolehkan, bukan berarti Bank Muamalat akan begitu saja menerima dan mengucurkan modal kerja. Mesti
dilihat lagi dari hukum Islam, apakah bisnis tersebut halal atau tidak.
Investasi dan pembiayaan dalam keuangan syariah. |
Bunga Tak Selalu Indah
Bunga melati, anggrek, mawar, dan sebagainya memang indah.
Namun, berbeda dengan bunga dalam keuangan.
Bunga dalam pinjaman sama sekali tidak indah. Pinjaman yang berbunga-bunga
hanya akan menjerumuskan ke dalam kesulitan demi kesulitan.
Saya pernah mengalaminya hingga kehilangan berbagai aset.
Bagi saya, pengalaman di masa lalu itu sudah lebih dari cukup.
Jangan sampai terulang lagi.
Sekarang saya lebih memilih hidup penuh berkah di jalan
hijrah.
Baru tahu teteh ada cerita sedih :'(
BalasHapusSemoga kita semua selalu dihindarkan Allah dari hutang yaa
Aamiin
Karena aku males cerita kalau nggak ada ibrahnya, Sin. Yang ada ntar malah dijadiin bahan gunjingan di belakangku. Ini juga setelah 12 tahun, udah jauh lebih tenang, baru mau cerita :)
HapusBetul banget mbak, jangan sesekali menyentuh utang riba. Saya dan suami mengalaminya, sempat kami merasa banyak pemasukan tapi selalu habis tak tentu arah. Akhirnya paham bahwa ini karena masih ada utang riba jadi nggak kerasa keberkahannya. Akhirnya kami bertekad menutup riba yang kami mampu. Untuk riba yang nilainya cukup besar terus kami cicil dan bertekad tidak membuka utang riba baru. Hidup cuma sekali, saya ga mau hidup ga tenang karena mikirin utang.
BalasHapusNah, iya banget Mbaaaak :( Sempet juga mengalami gitu. Duit dateng mudaaaah banget, tapi keluarnya juga cepet banget. Nggak tau untuk apa aja. Mungkin itu pertanda uang yang itu nggak berkah ya.
HapusSelama baca bagian awal tulisan ini aku kok ikut nyesek. Dulu aku pernah keguguran Mbak gegara lagi punya utang, trus hamil. Nggak hamil aja aku kalau ada utang rasanya bingung. Apalagi pas hamil, dan jadilah akhirnya keguguran karena stres. Tapi sejak itu aku beneran nggak mau juga punya utang lagi. Meski sekarang kondisi keuangan pun belum bisa dibilang membaik.
BalasHapus#peluk
HapusKOndisi keuanganku juga masih belum stabil. Namanya juga freelancer yak. Tapi alhamdulillah, bisa tenaaaang karena nggak punya utang.
Semoga Allah selalu memudahkan usaha halal kita ya, Mbak.
punya hutang itu bebannya memang berat ya, mbak. yang hutang cicilan rumah aja rasanya berat apalagi kalau sampai yang ngutang sama rentenir gitu. ngeri banget bunganya
BalasHapusBerat bangetttt.
HapusLife experience nya meninspirasi sekali mba.Saya suka dengan tulisan mba
BalasHapusMakasih :) Jadi pelajaran aja buat kita bersama.
HapusBtw, kok nggak bisa komen di blogmu ya? Di kolom komentarnya nggak ada klik Publish.
HapusSedih baca awalnya. Nyesek dan gereget. Salut sama Teteh bisa sampai bangkit lagi dan kembali muda.
BalasHapusKembali muda.
HapusHehe... Makasih, Wanda. Waktu pertama kenal di kebon binatang dulu itu lagi proses awal untuk bangkit :)
Setuju, pelaku industri seperti Bank Muamalat memang perlu mengambil peran untuk meningkatkan literasi keuangan syariah terutama ajakan terhadap generasi millenial
BalasHapusGerakannya bagus dan perlu banget didukung ya :)
HapusWah bank muamalat is the best
BalasHapusIya. Gerakannya positif dan memotivasi untuk jadi lebih baik.
HapusYa Allah... Aku bye bye dah kalo gali lubang tutup lubang. Kapok mbak Eno :(
BalasHapusPengalaman bener2 guru yang luar biasa ya, Qad.
HapusSedih mba, saya udah ngga mau terlibat utang piutang kayak gitu huhu semangat mba!
BalasHapusInsya Allah ke depannya kita lebih baik ya, Mbak :)
HapusIya mbak,, hutang bikin hudup nggak tenang..
BalasHapusHiks,,,
Nggak tenang di dunia dan lebih2 di akhirat :(
HapusHhuhu… semoga gak perlu ngutang2. Ngeri ngebayangin didatengin debtcollector. Ech lbh ngeri lagi hukum agama sich :((
BalasHapusIya. Di dunia aja udah horor gitu ya :(
HapusMasya Allah...belajar banyak dari kisah mbk eno...
BalasHapusYa Allah, semoga kita dijauhkan dari berutang. Betapa banyaknya orang yang bermudah-mudah dalam hal utang tanpa mau peduli dengan risiko dunia akhirat yang harus ditanggung jika tdk melunasinya.
BalasHapusBiasanya hutang bisa menjadi masalah jika pemasukan tak ada, sementara kebutuhan harus dibayar on time... Selalu ada pelajaran dibalik cerita mbak dan menjadikan mbak wanita yang lebih kuat.
BalasHapusTerharu :') Kak retno, kl boleh tahu, membuat infografisnya menggunakan aplikasi apa ya?
BalasHapusPake Canva, Kak. Yang gratisan. :)
HapusAlhamdulillah. Tanpa hutang hidup memang lebih tenang. Jika terpaksa berhutang, pilih yang tanpa riba seperti yang Bank Muamalat tawarkan.
BalasHapusCeritanya bagus banget, teh Eno. Memang layak jadi juara pertama. Sekali lagi, selamat. Selamat menunaikan ibadah umroh nanti.
BalasHapusPengalaman yg sangat penuh manfaat bagi saya khususnya, Teh. Selamat umroh ya...
BalasHapus