“Butuh liburan, euuuy! Asli, butuh banget!”
Begitulah. Juni lalu saya merasa sangat-sangat butuh
berlibur. Bukan sekadar me time dua-tiga jam di coffee shop atau toko buku.
Tapi berlibur yang benar-benar ber-li-bur.
Cari Hotel Dulu Sebelum Berangkat
Dua minggu sebelum berangkat saya memesan tiket kereta api
dan kamar hotel secara online.
Iya, saya baru bisa berlibur dua minggu kemudian. Masih ada
pekerjaan yang mesti diselesaikan sebelum pergi.
Hotel di Malioboro jadi pilihan saya. Ada
banyak hotel yang bisa dipilih melalui PegiPegi. Dari hotel bintang lima
seperti Hotel Tentrem dan Hotel Melia Purosani, sampai hotel murah di
Malioboro.
Mau nyari homestay murah di Malioboro atau losmen murah di
Malioboro juga bisa. Meskipun murah, kenyamanannya tetap terjamin.
Bukan karena Malioboro adalah ikon Yogyakarta seperti halnya
Braga di Bandung, makanya saya memilih menginap di kawasan ini.
Pertimbangan saya lebih karena kepraktisan aja. Jalan
Malioboro hanya sepelemparan batu dari Stasiun Yogyakarta (alias Stasiun Tugu). Di areal stasiun ini juga ada Loko Coffee Shop Yogyakarta buat ngopi-ngopi cantik.
Selain itu, dari hasil browsing saya lihat hampir semua rute
bus Trans Jogja melewati Jalan Malioboro.
Itu penting banget. Bisa aja kan saya bosan di hotel dan
ingin jalan-jalan keliling Yogya. Nah, saya tinggal naik bus Trans Jogja dari
salah satu halte yang ada di ruas jalan ini.
Soal makan? Gampang. Kalau tak ingin makan di hotel, saya
bisa kulineran di kawasan Malioboro ini.
Di Malioboro banyak penjaja makanan khas begini. |
Menikmati Malioboro
Setiba di Stasiun Tugu, saya tinggal berjalan kaki menyusuri
Jalan Malioboro untuk tiba di hotel yang saya pesan. Ah, seriusan. Malioboro
lebih enak dinikmati dengan berjalan kaki.
Selama berlibur di Yogya, puas deh jalan kaki di sini. Pagi
hari, selepas Magrib, hingga menjelang tengah malam.
Kok siang enggak? Hehe … setiap siang selama di sana saya
main ke luar dari kawasan Malioboro. Ke Istana Ratu Boko, Candi Prambanan, bahkan terus
ke Solo.
Sedikit kejadian horor saya alami ketika berkunjung ke Benteng Vredeburg. Saya tulis di Suara Tangisan di Benteng Vredeburg.
Sedikit kejadian horor saya alami ketika berkunjung ke Benteng Vredeburg. Saya tulis di Suara Tangisan di Benteng Vredeburg.
Tau lagu lawas Jogjakarta
yang dipopulerkan pertama kali oleh KLa Project? Lagu itu tepat sekali
menggambarkan suasana Malioboro yang bersahabat. Musisi jalanan dengan berbagai
aliran musik, serta aneka jajanan khas penggugah selera.
Live perform di Jalan Malioboro, sore hari. |
Yogyakarta, Surga Wisata Budaya
Bagi penikmat wisata budaya dan sejarah, Yogyakarta adalah
surga. Begitu banyak objek wisata budaya dan sejarah di kota ini. Dan saya
memutuskan untuk mendatangi beberapa di antaranya.
1. Benteng Vredeburg
Benteng Vredeburg, Yogyakarta. |
Di kawasan Malioboro ada Benteng Vredeburg. Benteng
peninggalan Belanda ini dulunya digunakan untuk menghadapi perlawanan Pangeran
Diponegoro.
Dari hotel, saya berjalan kaki saja ke Benteng Vredeburg. Cukup
ramai pengunjung ketika saya tiba di sana. Mungkin karena lokasinya yang di
pusat kota dan tiketnya yang murmer juga ya.
Harga tiket masuk Benteng Vredeburg ini hanya Rp 3.000 per
orang. Untuk anak-anak dan rombongan pelajar malah lebih murah lagi.
2. Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat
Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. |
Dari titik nol kilometer Yogyakarta, saya naik becak ke Kraton
Yogyakarta Hadiningrat. Titik nol ini dekat sekali dengan Benteng Vredeburg.
Di Bandung jarang-jarang loh bisa naik becak gini. Di kawasan
tempat tinggal saya malah nggak ada becak. Kontur tanahnya nggak memungkinkan
sih.
Saran aja nih. Supaya lebih bisa menikmati tempat wisata
budaya dan sejarah gini, sebaiknya nyewa guide. Di Kraton Yogya ini disediakan
pemandu wisata resmi, kok.
Pas beli tiket masuk, sekalian aja bilang mau pakai pemandu.
Meskipun cuma sendiri, kita tetap bisa dapat pemandu. Oya, tiket masuknya juga
murmer. Hanya Rp7.500 per orang plus Rp1.000 untuk foto-foto.
Pemandu saya selama berkeliling Kraton Yogya ini adalah Bu
Eni. Gerak-geriknya halus dan tutur katanya lembuuut banget. Ya Allah,
tiba-tiba saya merasa jadi perempuan Jawa yang udah terlalu jauh dari akar
budaya saya.
Saat menunjukkan ruangan yang digunakan untuk bermain musik,
termasuk mocopat, Bu Eni terperangah. Gara-garanya, saya bilang, “Bapak saya
jago mocopatan, Bu.”
Ahahah… beliau nggak nyangka perempuan grasa-grusu yang
dipandunya ini ternyata keturunan Solo.
3. Tamansari
Tamansari, bagian dari Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. |
Ada satu tempat yang juga mesti didatangi jika berlibur di
Yogyakarta. Tamansari.
Tamansari ini masih merupakan bagian dari Kraton Yogyakarta.
Saat terbaik menikmati tempat ini adalah pagi hari.
Seperti waktu di Kraton Yogya, di sini juga saya memakai jasa
pemandu. Berguna banget untuk ke ruang bawah tanah.
Ya mana saya tau kan, kalau jalan masuk ke ruang bawah tanah
itu ternyata terpisah lumayan jauh dari taman air Tamansari. Berkelok-kelok
pula jalannya.
Pemandu saya memang warga di situ, bahkan kami melewati
rumahnya ketika akan menuju ruang bawah tanah. Jadi, mudah saja baginya membawa
kami melewati gang-gang yang nggak diketahui wisatawan lain.
Sayangnya, saya baru bisa ke Tamansari ini pada siang hari.
Sudah ramai pengunjung.
Suasana terlalu ramai itu nggak nyaman bagi saya. Bagi saya,
tempat seperti ini paling enak dinikmati saat sepi.
Bukan cuma supaya leluasa foto-foto di berbagai spot menarik.
Tapi suasana yang sepi memudahkan saya “merasakan” kehidupan di masa lalu.
Butuh Waktu Untuk Menikmati Yogyakarta
Titik nol kilometer Yogyakarta. |
Yes, butuh waktu untuk menikmati Yogyakarta. Empat hari sama
sekali nggak cukup.
Museum Kolong Tangga, Museum Sonobudoyo, Museum Affandi, dan
Ndalem Natan di Kotagede terpaksa saya lewati karena keterbatasan waktu.
Sempat terpikir untuk pindah aja ke Yogya. Toh kerjaan saya
remote, bisa dari mana aja.
Tapi… malah jadi kepikiran Bundel si Kocheng Oyen di rumah.
Kasian kalo dia bingung gimana mengeong dalam bahasa Jawa #eh
Salam,
Triani Retno A
Penulis buku anak
Penulis novel
Editor Indonesia
Blogger Indonesia
Blogger Bandung
Sering ke Malioboro tapi malah belum pernah nginap di sekitaran situ. Tapi sebenarnya enak juga ya, karena banyak destinasi di sekitarnya. Jadi gak perlu jauh-jauh..
BalasHapusHihi...cobain deh, Mbak. Kalo aku kan ke sana pakai kendaraan umum. Jadi milih nginep di Malioboro juga karena pertimbangan kemudahan akses transportasi.
Hapus