Filosofi Kopi! Itu yang pertama terlintas ketika mencari coffee shop untuk ngopi-ngopi cantik di Yogya.
Tapi sayangnya, karena loba kahoyong kaditu kadieu selama di
Yogya, kami batal ke Filosofi Kopi. Jaraknya dari tempat kami menginap di
Malioboro pun ternyata lumayan jauh.
Yaaah … nggak sejauh jarak hatiku dan hatimu setelah kamu
nikah, sih. Tapi ya teteup aja jauh.
Apalagi, rencananya kami akan ngafe setelah check out dari
hotel. Sekalian nunggu jam keberangkatan kereta api malam ke Bandung.
Mana bisa nyantai ngopi-ngopi kalau coffee shop-nya jauh dari
stasiun gitu. Yang ada ntar malah khawatir ketinggalan kereta.
Tempat Ngopi di Jogja
Selama empat hari di Yogyakarta kami mengunjungi beberapa
tempat turistik. Di antaranya Istana Ratu Boko, Candi Prambanan, dan Taman Pelangi
di Monjali.
Klik-klik aja link-nya ya. Udah saya tulis lengkap dengan
harga tiket dan transportasi ke lokasi.
Tapi yakali jauh-jauh dari Bandung ke Yogya nggak mampir ke
satu coffee shop pun?
Apalagi nih, saya ke Yogya sama seorang penulis novel yang
lagi ngumpulin modal buat bikin coffee shop sendiri (patungan ding sama
pacarnya).
Coffee shop di Solo udah terpaksa dilewati karena
keterbatasan waktu. Padahal udah pernah janji ke orang Floith Coffee mau mampir
ke sana kalo saya pas ke Solo. Kenalnya sih karena ada novel saya di coffee
shop itu dan dia nyari saya di Instagram.
Penasaran sih sebenernya. Kayaknya konsepnya mirip-mirip
Cokotetra di Bandung. Ada kopi dan buku-buku buat dibaca. Next time,
mudah-mudahan.
Lalu, di Yogyakarta ini mau ke café atau coffee shop mana?
Well, dengan mempertimbangkan jam keberangkatan kereta api
plus ransel yang menggendut dengan oleh-oleh, kami memutuskan mencari coffee shop di sekitaran Jalan Malioboro aja.
Ada dua tempat yang kami pilih, yaitu The Civet House dan
Loko Coffee Shop. Keduanya di Jalan Pasar Kembang.
Loko Coffee Shop di Malioboro, Yogyakarta. |
Setelah check out dari hotel di Malioboro, kami berjalan kaki menuju The Civet House.
Letak The Civet House ini berseberangan di Stasiun Tugu
Yogyakarta. Sedangkan Loko Coffee Shop, bisa ditebak dari namanya ya, berada satu area
dengan stasiun.
Sayangnya waktu di The Civet House saya nggak sempat foto-foto
buat bikin review. Kadung asik ngobrol sama Teh Fiona, kakak kelas semasa SMA.
Kami memang janjian ketemu di The Civet House itu.
Dari Teh Fiona pula saya yang lugu ini baru tahu bahwa Jalan
Pasar Kembang yang biasa disebut Sarkem adalah kawasan “remang-remang”.
Tapi menurut si penulis novel yang terobsesi bikin coffee
shop itu, kopi Americano di The Civet House dapat bintang 7,5 dari 10 bintang.
Loko Coffee Shop di Stasiun Tugu
Loko Coffee Shop yang buka 24 jam ini pilihan tepat buat orang
seperti kami. Udah check out dari hotel tapi masih harus berjam-jam menunggu
jadwal keberangkatan kereta api.
Nggak heran kalau kafe ini penuh pengunjung beransel seperti
kami. Fasilitasnya juga memadai.
Ruangan luas (ada indoor, ada outdoor), kursi nyaman, toilet
bersih. Mushola pun ada, lengkap dengan mukena-mukena yang bersih dan wangi.
Setidaknya waktu saya ke saya, kondisinya begitu. Semoga memang selalu begitu
ya.
Kami masuk ke kedai kopi ini pukul empat sore, sedangkan kereta
api yang akan membawa kami kembali ke Bandung berangkat pukul delapan malam.
Loko Coffee Shop, buka 24 jam. |
Karena Loko Coffee Shop ini memang dibuka untuk memfasilitasi para
penumpang kereta api yang sedang menunggu jam keberangkatan, kami bisa nyantai
aja berjam-jam di sini. Hehe….
Nggak perlu ngerasa nggak enak karena kelamaan di sini.
Kopi dan Lumpia Bohay
Di Loko Coffee Shop ini kami memesan kopi Americano (Rp20.000) dan kopi
susu (Rp22.000). Untuk makannya, nasi goreng (Rp22.000) dan lumpia bohay (Rp17.000).
Alhamdulillah, seporsi nasi goreng dan lumpia bohaynya nggak
habis kami makan di sana. Jadi aja minta dibungkus buat dimakan malemnya di
perjalanan.
Nasi goreng di Loko Coffee Shop. |
Porsi nasi gorengnya sih standarlah. Emang belum laper aja
sih. Kalau lumpia bohaynya … emang bohay!
Satu porsi berisi dua lumpia goreng berukuran besar. Terlalu
besar buat perut saya yang berkapasitas kecil.
Lumpia bohay, buat saya sih ngenyangin banget. |
Jadi aja selama di sini saya cuma makan setengah potong
lumpia. Yang satu setengahnya lagi dibungkus.
Isi lumpianya dominan wortel. Mestinya apa sih isinya? Jodoh?
Yakali jodoh dalam segulung lumpia!
Bagi saya yang memang lagi diet low carbo dan memperbanyak
konsumsi sayuran, ini malah kebetulan banget.
Soal rasa, subjektif banget yaaa. Americano-nya enakan yang
di coffee shop sebelah. Kata si penulis novel itu, yak. Di Bandung dia udah
keliling ke banyak coffee shop sampai ditandai sama bartender dan waiter di
banyak coffee shop. Hehe….
Kopi susu dan kopi americano ala Loko Coffee Shop. |
Tapi soal tempat, Loko menang deh. Recommended lah buat
para traveler yang lagi nunggu jadwal kereta apinya. Juga untuk yang baru tiba
di Yogyakarta dan masih nunggu jam check in hotel.
Nah, ini yang baru saya tahu.
Waktu akan liburan ke Yogya, saya sengaja milih jam
keberangkatan pagi dari Bandung. Jadi, tiba di Yogya sore hari dan bisa
langsung check in di hotel.
Males kan kalo mesti luntang-lantung ngegendong ransel atau
terdampar di lobi hotel buat nungguin jam check in.
Eh, ada para Presiden RI. |
Ternyata, satu area dengan Stasiun Tugu Yogyakarta ada café
24 jam. Dari Stasiun Tugu ke Malioboro sendiri tinggal ngesot bentar. Dekat,
kok. Meski nggak sedekat hubungan kita dulu :’(
Ketika tulisan ini saya posting, Loko Coffee Shop di Stasiun Bandung masih dalam tahap pembangunan. Tapi Bandung punya banyak coffee shop asik, kok. Salah satunya pernah saya tulis di blog ini, yaitu Janji Kopi.
Selamat jalan-jalan dan ngopi-ngopi di Yogyakarta, ya.
Salam,
Triani Retno A
Penulis buku anak
Penulis novel
Editor Indonesia
Blogger Indonesia
Blogger Bandung
Tempatnya seru dan makanannya pasti enak. Jogja emang surganya kuliner selain wisata dan pendidikan
BalasHapusBetul. Sampe-sampe aku kepikiran buat pindah aja ke Yogya :D
HapusAda di Jigja tang masih asli kopi banget dan Indonesia banget,aku lupa namanya,kalo gak salah ada di area Prambanan teh,ntar kalo ke Jogja lagi cobain ya.
BalasHapusWaaah...apa namanyaaa?
Hapus