Benteng Vredeburg Yogyakarta. Udah lamaaa banget saya pengen
ke benteng peninggalan Belanda ini.
Saya suka bangunan tua peninggalan Belanda gini. Mungkin
karena waktu kecil emang tinggal di rumah tua (((rumah tua))).
SMA saya dulu, SMAN 3 Bandung, juga bangunan peninggalan
Belanda. Dan saya cinta banget sama koridornya. Di beberapa novel teenlit saya,
koridor ini muncul. Salah satunya novel Limit.
Destinasi Terakhir
Dari hotel di Malioboro tempat kami menginap ke Benteng
Vredeburg sebenarnya tinggal engklek bentar. Engkleknya bentar aja, selebihnya
jalan kaki biasa. Atuda capek kalo engklek terus mah.
Tapi justru karena dekat itulah Benteng Vredeburg Yogyakarta
ini menjadi destinasi terakhir kami dalam empat hari jalan-jalan ini.
Begitulah. Kami mengutamakan destinasi yang jauh-jauh lebih
dulu. Candi Prambanan, Istana Ratu Boko, Taman Pelangi, hingga Kraton
Mangkunegaran Solo.
Silakan mampir ke blogpost saya ini ya:
Destinasi yang paling belakangan kami datangi ya Benteng
Vredeburg ini. Yang paling deket dari hotel kami di Jalan Dagen!
Padahal sih, sejak tiba di Yogyakarta Senin sore tanggal 24
Juni 2019 kami sudah bolak-balik melewati benteng yang dibangun pada tahun 1760
ini.
Tapi ya itu. Lewat doang. Mampirnya mah di hari terakhir, satu setengah jam sebelum check out dari hotel.
Tapi ya itu. Lewat doang. Mampirnya mah di hari terakhir, satu setengah jam sebelum check out dari hotel.
Tiket Masuk Benteng Vredeburg
Murah meriah! Beneran. Tiket masuk Benteng Vredeburg ini
murah meriah banget.
Kami cukup membayar Rp3.000 per orang untuk masuk ke benteng.
Jauh lebih murah dibandingkan tiket masuk ke Benteng Van der Wijck di Gombong
yang Rp25.000 per orang (tahun 2018).
Omong-omong, membandingkan dengan Benteng Van der Wijck nih.
Sebelum berangkat ke destinasi tujuan kan saya terbiasa nyari info umum dulu
tentang tempat yang akan didatangi. Maklumlah, manusia tipe melankolis
perfeksionis.
Melihat foto dan video Benteng Van der Wijck saja udah cukup
untuk bikin hati saya merinding. Indah tapi bikin agak gemetar gitu.
Lengkapnya baca aja di tulisan saya Benteng Van der Wijck Wisata Sejarah di Gombong ini, ya.
Beda dengan Benteng Vredeburg ini. Perasaan saya biasa aja. Apalagi karena saya tahu lokasinya di tengah kota Yogyakarta. Di Malioboro yang selalu ramai.
Beda dengan Benteng Vredeburg ini. Perasaan saya biasa aja. Apalagi karena saya tahu lokasinya di tengah kota Yogyakarta. Di Malioboro yang selalu ramai.
Seneng, dong! Saya suka benteng-benteng kuno gini. Tapi saya
nggak suka yang sepi pengunjung.
Alhamdulillah, ya. Dengan tiket yang murmer banget plus
lokasinya di tengah kota, jadi banyak yang berkunjung ke Benteng Vredeburg
Jogja ini.
Menikmati Museum Benteng Vredeburg
Setelah membeli tiket yang di bagian belakangnya ada peta
lokasi, kami diberitahu untuk ke bagian kanan dulu, yaitu ke Ruang Diorama 1.
Keluar dari situ baru nyeberang halaman untuk menuju Ruang Diorama 2.
Tiket masuk Benteng Vredeburg Yogyakarta (Juni 2019). |
Kayaknya kalo mau langsung ke Ruang Diorama 2 juga nggak
apa-apa. Tapi setahu saya sih, penomoran gini di museum sejarah tuh untuk
menunjukkan perjalanan waktu.
Ya biar belajar sejarahnya lebih runtut aja, nggak
loncat-loncatan. Lagian emangnya nggak capek belajar sambil loncat-loncat?
Ruang Diorama 1 berisi minirama (diorama berukuran mini) dari masa Pangeran Diponegoro sampai pendudukan Jepang.
Ruang Diorama 1 berisi minirama (diorama berukuran mini) dari masa Pangeran Diponegoro sampai pendudukan Jepang.
Jangan bilang saya lebay atau sok agamis ya karena saya
mengucap assalamualaikum ketika masuk ke Ruang Diorama 1 ini. Ahahah…
pengalaman aja sih :(
Di Ruang Diorama 2 ada
lebih banyak minirama. Dari Proklamasi Kemerdekaan sampai Agresi Militer
Belanda.
Tadadada… saya nggak berani memandangi minirama-minirama itu lama-lama. Indah sih. Detailnya juga keren banget. Seperti beneran hanya saja dalam ukuran mini imut-imut.
Tadadada… saya nggak berani memandangi minirama-minirama itu lama-lama. Indah sih. Detailnya juga keren banget. Seperti beneran hanya saja dalam ukuran mini imut-imut.
Tapiii… di beberapa minirama, makin lama melihatnya kok kesadaran saya rasanya seperti
tersedot masuk ke dimensi lain.
Suara Tangisan Itu …
Mengingat jam 12 sudah harus check out dari hotel, kami
memutuskan untuk segera pindah ke ruangan lainnya.
Kami nggak melihat pintu keluar. Jadi kalo nggak terus lanjut
ke Ruang Diorama 3, ya balik ke pintu masuk Ruang Diorama 2 tadi.
Okelah, kami lanjut aja. Tanggung udah sampai di sini. Beberapa jam lagi kan kami sudah kembali ke Bandung.
Okelah, kami lanjut aja. Tanggung udah sampai di sini. Beberapa jam lagi kan kami sudah kembali ke Bandung.
Begitu melangkah memasuki semacam lorong pendek menuju Ruang
Diorama, kami disambut oleh patung seorang pejuang yang sedang menyergap
tentara Belanda.
Patung berukuran riil itu saja sudah cukup untuk bikin kami
terkejut dan nggak nyaman.
Tapi ternyata urusannya nggak selesai di situ. Hawa mendadak terasa
lebih dingin. Suasana pun terasa keueung. Nggak ada suara pengunjung lain dari Ruang
Diorama 3 dan 2.
Lalu … tiba-tiba terdengar jelas suara isak tangis perempuan dewasa. Tangisannya terdengar menyayat hati. Lirih dan perih.
Lalu … tiba-tiba terdengar jelas suara isak tangis perempuan dewasa. Tangisannya terdengar menyayat hati. Lirih dan perih.
Seketika merinding. Nggak perlu mikir lagi, kami segera
berbalik pergi. Kenapa balik dan bukan lanjut?
Refleks aja sih. Lagiab kami kan nggak tau di depan sana ada apa. Gimana kalo makin menyeramkan?
Beberapa menit kami menunggu di ruangan sebelumnya sambil menenangkan diri. Ketika ada satu rombongan (belasan orang) masuk, kami cepat-cepat menggabungkan diri. Ikut masuk.
Refleks aja sih. Lagiab kami kan nggak tau di depan sana ada apa. Gimana kalo makin menyeramkan?
Beberapa menit kami menunggu di ruangan sebelumnya sambil menenangkan diri. Ketika ada satu rombongan (belasan orang) masuk, kami cepat-cepat menggabungkan diri. Ikut masuk.
Kali ini tak terdengar suara tangisan. Aman. Tapi … itu berarti
suara tangisan tadi juga bukan special sound effect. Lalu, siapa yang menangis?
Selesai menjelajahi ruang-ruang museum, kami naik ke bangunan
yang seperti asrama. Sepi banget di sini. Nggak ada siapa-siapa.
Kami mempercepat langkah saja. Selain mengejar waktu
check out dari hotel, juga karena merasa nggak nyaman.
Sebenarnya saya tau sih, “mereka” ada di mana-mana. Untung
aja saya nggak bisa lihat.
Tapi begitulah. Karena merasa “ah, tempatnya rame kok”, jadi
aja saya nggak siap ketika disapa oleh mereka. Eh, tapi emang nggak pernah siap sih
sebenernya.
Kalau ke Yogya lagi, apa saya masih mau ke Benteng Vredeburg
ini?
Hm ... kayaknya enggak deh. Bukan karena tangisan itu, tapi karena
masih banyak banget tempat menarik di Yogya yang belum sempat saya datangi. Yogyakarta destinasi wisata idaman banget, deh.
Salam,
Triani Retno A
Penulis buku anak
Penulis novel
Blogger Indonesia
Blogger Bandung
Sya punya pengalaman yg sama jg.tp saya dtgnya malam hari
BalasHapusDi benteng ini juga? Wah, pasti lebih serem.
HapusKeinget dua tahun lalu, udah sampe depan museum nya eh lagi tutup karena Hari Senin. Jadi gak sabar untuk ke sana.
BalasHapusSemoga bisa segera ke Benteng Vredenburg ya :)
Hapusuntung bacanya siang bolong :p. aku bisa ketakutan juga kalo baca ini malem2 wkwkwkwk...
BalasHapusaku juga bersyukur ga bisa melihat "mereka" ini mba. klo traveling aku suka tuh dtg ke museum2 yg punya sejarah kelam. kayak museum killing field di pnom penh, museum jend nsution, lubang buaya, sampe museum forensik yg isinya beneran mayat manusia semua dipajang :D . ga kebayang sih seeprti apa para penunggu di sana :(. tp alhamdulillah selama ini blm prnh aneh2 ngalamin sesuatu. bisa kabur juga kalo iya :D.
Alhamdulillah ya, Mbak. Nggak bisa "lihat" juga nggak merasa. Aku nggak bisa "lihat" tapi biasanya badanku langsung bereaksi kalo ada "mereka" :(
HapusBerapa kali ke Jogja aku malah belum kesampean masuk ke sini karena lebih tergoda destinasi lain.
BalasHapusNgeri ngeri cihuy gitu aku bacanya.
Keknya semua sudut Yogya memang menggoda untuk didatangi :))
HapusSaya sudah beberapa kali ke Yogya, Mbak Eno. Tapi.. kok belum sempat ke benteng Vredeburg. Padahal lewat mulu depanya, Mbak hahaha.
BalasHapusTapi ini tiketnya murah, ya. next kalau ke Yogya mampir ke sini.
Kalau Mbak Eno pernah ke Benteng Pendem Cilacap ga? Itu juga walau siang hari, suasananya gimana gitu. Kalau saya sih, pas ke sana tidak lihat penampakan. Mungkin kalau Mbak Eno bakal banyak yang "menyapa" hehehe.
Waduh horor banget, bagi suka tantangan dan gk punya rasa takut pasti asyik-asyik ajah masuk benteng ini. Tapi bagi kaum hawa hmmmmm sereem gak mau lagi deh memgulanginya
BalasHapusApalagi kalo diperhatiin, si patung tentara yang sedang menyergap satu pasukan belanda. Udah gitu ukurannya si patung serasa riil. Hiiiyyy. Aku mah serasa terintimidasi dan di suruh pergi. Atau yaaa rame rame sih kalau ke benteng begini.
HapusPas ke Jogja pernah diajak teman ke benteng ini, tapi ga jadi. Sekarang pas baca artikel ini, ternyata seru juga tempatnya buat destinasi wisata, nyesal banget ga ke sana. Mana tiket masuknya juga murah.
BalasHapusKebanyakan harga tiket wisata resmi, maksudnya wisata milik negara atau wisata sejarah itu murah ya. Baru kalau wisata kekinian atau modern gitu pasti mahal.
BalasHapusTapi kalau baca judulnya, pasti merinding duluan ya mbak. Apalagi orangnya penakut
Di sini kalo sebelum pandemi sering dijadikan tempat acara kesenian dan kebudayaan mbak. Jadi seru bisa eksplorasi makanan, karya seni, barang2 umkm dll. Sekalian keliling vredeberg
BalasHapusMenarik nih wisata bisa sambil belajar banyak yaa, duh Jogja banyak banget tempat2 bagus kayak gini, sudah beberapa kali ke Jogja tapi masih merasa belum puas pengen kesana lagiii
BalasHapuswaktu ke Jogja belum sempat ke Benteng ini.
BalasHapusitu suara tangisan hanya Mbak aja yang dengar atau rombongan Mbak semuanya juga dengar ya? duuh bacanya aja merinding nih Mbak, untung bacanya ini pas siang :D
dari judulnya sudah bikin merinding sih, hehehe tapi sebagai solo traveler pasti pernah mengalamai banyak hal aneh. Tapi yaaaa biasanya sih hadapin saja hehehe. Terkadang saya ngga punya pilihan
BalasHapusAku paling gimana gitu ke Museum yg ada dioramanya, mau mini, mau ukuran sesungguhnya. Kenapa juga hrs ada patung dorama siiiii...
BalasHapusKayak di Museum Pos di Bandung tuuu. Walaupun engga bisa lihat, akunya aja yg gimana gitu. Ditawarin yg jaga mau difoto ga sama patung dorama. Aku ga mau...
Eh...petugasnya cengar-cengir. Kan jadi curiga...
Saya juga pernah kek gitu kak, kalau ngeliat minirama lama-lama rasanya kok kek ada yang aneh dan bulu kuduk jadi merinding, alhasil jadi gabisa berlama-lama di situ wkwkwkwk. BTW ternyata suara isak tangis itu pun bukan sound effect yaa, berarti memang ada sesuatu yang aneh di situ :(
BalasHapus