Senin pagi (26 Oktober 2020) saya mengikuti webinar tentang pemghapusan kekerasan seksual dan gender. Bahasan yang menarik dan sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari.
Dengan kehidupan sehari-hari?
Yes, betul banget.
Tak Harus Mengalami Sendiri
Di media sosial saya pernah menulis
tentang kekerasan seksual dalam rumah tangga. Tak sedikit yang berkomentar
dengan makian.
“Mbak, Anda belajar agama nggak, sih?
Mana ada suami memperkosa istri? Kalau sudah nikah berarti udah halal. Udah
bebas mau ngapain juga.”
“Jangan nyebarin ajaran sesat ya,
Mbak! Nggak ada itu yang namanya kekerasan seksual dalam rumah tangga.”
Dannnn….banyak lagi komentar sejenis itu. Intinya, bagi mereka kekerasan seksual dalam rumah tangga itu nggak ada karena mereka nggak pernah melihat dan mengalaminya sendiri. Padahal, tak harus mengalami sendiri untuk tahu.
Saya, alhamdulillah tak pernah mengalami
kekerasan seperti itu. Tapi ada beberapa teman saya yang mengalaminya. Sebut saja namanya Anggun.
Sepanjang pernikahan Anggun hidup
dalam depresi dan ketakutan karena perlakuan suaminya. Hingga akhirnya ia
memutuskan untuk bercerai di tahun ke-17 pernikahannya.
Selain Anggun, beberapa teman lain pun
mengalami hal serupa. Ada yang hampir setiap hari menjadi sasaran tinju
suaminya. Bahkan ada yang hampir tewas di tangan laki-laki yang telah menikahinya.
Seperti halnya Anggun, mereka juga
memutuskan untuk menggugat cerai.
Tak terpikir lagi tentang harta
gono-gini. Yang penting lepas dari pernikahan yang menyakitkan itu. Yang
penting menyelamatkan diri sendiri dan anak-anak lebih dulu.
Baca juga tulisan saya tentang ELearning Parenting Rasulullah.
Laki-Laki Sebagai Agen Perubahan
Diskusi online yang diadakan oleh Rutgers
WPF Indonesia ini menghadirkan 6 orang pembicara.
Mereka adalah Sofyan Hd (Lembaga
Advokasi Perempuan DAMAR), Defrentia One M (Rifka Annisa Wcc), Ingrid Irawati
(RutgersWPF Indonesia), Nurlaila Yukamujrisa (Sahabat Kapas), Pera Sopariyanti
(Rahima), dan Eko Nugroho (Yabima Indonesia).
Diskusi online. |
Ada beberapa pertimbangan yang membuat RutgersWPF Indonesia menjadikan laki-laki sebagai agen perubahan, sebagai bagian dari solusi.
- Patriarki dan nilai maskulin yang menjadikan laki-laki pun rentan.
- Laki-laki dewasa dan remaja membutuhkan ruang berekspresi dan didengar.
- Nilai kekerasan tidak hadir sejak lahir.
- Pendekatan pada laki-laki dari berbagai aspek, bukan hanya sebagai pelaku tetapi juga sebagai korban, saksi kekerasan, agen perubahan, mitra, pasangan, suami, dan sebagainya.
“Tidak semua laki-laki melakukan tindak kekerasan,” kata Sofyan Hd. Namun, ia tidak memungkiri bahwa kebanyakan pelaku kekerasan adalah laki-laki.
Di sesi selanjutnya, Defrentia dari Rifka Annisa menyebutkan 7 hal yang membuat laki-laki kerap melakukan kekerasan:
- patriarchal power,
- privilege and entitlement,
- permission,
- krisis maskulinitas,
- terbiasakan menekan emosi,
- terbiasa dituntut selalu kuat sehingga minim empati, dan
- pengalaman kekerasan di masa lalu.
Angka Berbicara
Data-data
dari lapangan yang dipaparkan oleh para narasumber terasa memilukan.
Di
Provinsi Lampung, misalnya. Sofyan Hd menyebutkan bahwa pada tahun 2019-2020
terjadi 237 kasus kekerasan pada perempuan.
Dari
jumlah tersebut, 144 kasus KDRT, 64 kasus pencabulan, dan 16 kasus pemerkosaan.
Kalau
dilihat dari lokasi terjadinya, dari 237 kasus itu sebanyak 146 kasus terjadi
di ranah privat.
Secara
nasional, angkanya tak kalah bikin ngilu. Data dari Komnas Perempuan (2019)
menyebutkan ada 431.471 kasus kekerasan kepada perempuan.
Sebanyak
31% berupa kasus kekerasan seksual di ranah privat dan 64% kasus kekerasan
seksual di ranah publik.
Memilukan
… atau malah mengerikan? Ranah privat yang seharusnya menjadi tempat aman dan
nyaman bagi perempuan, justru menjadi neraka.
Tapi
ada yang lebih mengerikan.
Angka
tersebut hanyalah fenomena gunung es. Kasus kekerasan yang tidak dilaporkan,
kasus kekerasan yang tidak terungkap bisa jadi jauh lebih besar.
Jangan Dihukum
Ada
banyak sebab kenapa tidak semua kasus kekerasan dilaporkan. Yang dilaporkan pun
belum tentu diproses lebih lanjut.
Penyebabnya?
Tak jarang dari korban kekerasan itu sendiri. Terutama pada kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), nih.
Istri
yang menjadi korban tak mau pelaku dihukum penjara. Mereka ingin suami mereka berubah
menjadi lebih baik. Menjadi suami dan ayah yang baik. Tapi jangan dihukum
penjara.
Lieur
yak?
Apa
nggak malah bakal berulang tuh KDRT-nya?
Jujurly,
menyimak pemaparan kemarin saya teringat pada cuitan dr. Gia Pratama beberapa
waktu lalu.
Tentang
seorang pasien perempuan yang menjadi korban penganiayaan suaminya sendiri. Si istri
tak mau melaporkan suaminya pada polisi. Ia yakin si suami masih cinta. Ia
yakin si suami sudah menyesal.
Keyakinan
yang sayangnya salah. Beberapa hari kemudian, perempuan yang sama kembali
dibawa ke rumah sakit. Bukan lagi ke UGD, melainkan ke kamar jenazah.
Perempuan itu tewas di tangan suaminya sendiri.
Konseling Untuk Semua
Menghapuskan
kasus kekerasan berbasis seksual dan gender menjadi sebuah PR besar yang harus
diselesaikan.
Pelaku kekerasan seksual perlu medapatkan konseling. |
Selama
ini, yang banyak dilakukan adalah memberdayakan perempuan. Diharapkan jika perempuan
lebih berdaya, maka kasus kekerasan ini akan menurun.
Pada
perempuan dan anak-anak yang menjadi korban kekerasan diberikan terapi
psikologis dan konseling.
Pelaku
kekerasan masih jarang disentuh oleh konseling. Pelaku kekerasan salah, oleh
karena itu dihukum.
Tanpa
mengetahui akar permasalahannya, hukuman tidak bisa mengubah perilaku si
pelaku. Di sinilah dibutuhkan konseling, tidak hanya untuk korban, tetapi juga
untuk pelaku.
Sekilas Rutgers WPF Indonesia
Rutgers
WPF Indonesia merupakan sebuah lembaga nonprofit (NGO) yang bekerja di
Indonesia sejak tahun 1997.
Rutgers WPF Indonesia. |
Di
Indonesia, Rutgers menggandeng beberapa mitra
lokal, seperti Yabima, Rifka Annisa, Rahima, Damar, dan Sahabat Kapas.
Fokus
Rutgers WPF Indonesia adalah pada isu dan Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR)
serta pencegahan Kekerasan Berbasis Gender dan Seksual (KBGS)
Rutgers WPF Indonesia melalui Program Prevention+ berusaha mengurangi kekerasan terhadap perempuan dengan cara:
- meningkatkan partisipasi ekonomi perempuan,
- melibatkan laki-laki sebagai agen perubahan, serta
- mempromosikan nilai maskulinitas yang positif berdasarkan nilai kesetaraan dan nonkekerasan.
“Kesetaraan
gender tidak bisa dicapai tanpa keterlibatan laki-laki dan remaja laki-laki
dalam mengurangi dan menghapus kekerasan berbasis gender,” ujar Ingrid Irawati.
Lebih
lanjut Ingrid mengatakan bahwa dengan mengajak laki-laki terlibat aktif dalam
Program Prevention+ diharapkan mereka akan teredukasi dengan baik dan tidak
melakukan kekerasan pada perempuan.
Laki-Laki dan Perempuan Setara
Laki-laki
tidak dibenarkan melakukan kekerasan pada perempuan dan laki-laki lain
Allah
menciptakan manusia setara. Laki-laki dan perempuan setara. Laki-laki tidak
lebih tinggi daripada perempuan. Perempuan tidak lebih rendah daripada laki-laki
sehingga bisa diperlakukan semena-mena.
Advokasi yang dilakukkan Rutgers WPF Indonesia. |
Untuk
informasi lebih lanjut bisa menghubungi Rutgers Indonesia
- Web : www.rutgers.id
- IG : @rutgerswpfindo
- Twitter: @rutgerswpfindo
- Youtube Channel: Rutgers Indonesia
Salam,
aduh sungguh sedih banget jika membaca berita perempuan yang akhirnya menikah dan disakiti terus menerus oleh orang yang disebut suami, yang harusnya menjadi pelindung, yang harusnya menjadi penolong. Semoga Rutgers WPF bisa menolong banyak perempuan yang tak berdaya karena dalih kekuasaan laki2. Perempuan juga berhak bahagia, semoga kelak tak ada lagi cerita menyedihkan karena kekerasan seksual pada perempuan.
BalasHapusRutgers ini aktif memberikan advokasi dan edukasi ke berbagai kalangan, dari kalangan remaja sampai aparat hukum. Cuma memang, yang belum terjangkau masih lebih banyak lag.
HapusPenghapusan kekerasan seksual.
BalasHapusKonseling pada korban dan pelaku.
Saya pernah lihat video isinya perempuan mempertanyakan kekerasan seksual
BalasHapusDia bilang bersetubuh tuh enak bukan sakit
Hmmm.. dia menyamaratakan laki laki, melupakan betapa beragamnya isi Dunia
Harusnya dia bersyukur punya suami yang baik
Banyak orang berbicara agama dan bawa-bawa agama padahal mereka nggak paham. Kayak komen netizen "Mba paham agama nggak, dalam agama nggak ada suami memperkosa istri". Padahal mereka lupa secara lengkap memahami bahwa dalam agama pun Allah mengajarkan untuk mempergauli istri dengan baik. Ada adab-adabnya, ada tata caranya. Bukan melakukan pemaksaan pada istri. Hahhh kalau udah berbicara soal agama dan orang memahaminya ga sampai dalam terus sok tahu. Suka bikin aku gemes sendiri
BalasHapusYg dilakukan RUTGERS ini menjadi tonggak perubahan paradigma ya Mba.
BalasHapusKarena selama ini, hukum ataupun norma sosial masyarakat IMHO cenderung patriarkis banget.
Semoga kekerasan seksual ini bisa tereliminasi dari kehidupan kita semua
Penting banget pastinya penghapusan kekerasan seksual ini. Ada banyak laki-laki yang bebas melakukan tindakan kekerasan ke perempuan tapi biasanya malah lebih dipojokkan si perempuan sih. Dari beberapa tetangga yang pernah kena KDRT ini memang gak semua juga sih ditindaklanjuti.
BalasHapusBagus nih menurutku, perspektif yang baik untuk melibatkan para lelaki karena negara kita kan menganut sistem patriarki jadi laki-laki memang penting jadi agen perubahan biar gada lagi kekerasan seksual
BalasHapuswah, perempuan dinikahi kan, bukan sebagai sasaran tinju, ya. Jelas kekerasan itu. Salut deh, kalau para laki2 ikut bersuara.
BalasHapusaku auto mengunjungi twiter dr Gia dan ... amaziiing! Aku dapat pencerahan banyak hal jadinya
BalasHapuspenghapusan kekerasan seksual ini seperti dua mata pisau yang tajam ke sana semoga tidak lagi tumpul di sini
Hal sensitif yang mau tak mau harus diakui. Nyatanya, kaum perempuan masih (tetap) menjadi obyek berbagai kekerasan (visual, tindakan, lisan, dan tulisan). Semoga dengan hadirnya RUTGERS WTF Indonesia, mindset dan pengaruh perempuan dalam berbagai bidang bisa lebih produktif dan diakui.
BalasHapusItu yang nyakitin perempuan apa ga inget perjanjian di buku nikah yaa.. janjinya bukan cuma ke manusia tapi ke yang ciptain manusia huhuh :(
BalasHapusSetuju Teh,, perempuan dan laki² setara, bahkan dalam agama yang membedakan hanya takwanya. Namun sayang masih banyak yg mengatasnamakan doktrin agama, berusaha tidak menyetarakan perempuan dan laki², miris ya
BalasHapusPanjang umur perjuangan :) terutama untuk para perempuan. SEmoga seminar-seminar seperti ini semakin banyak ya mbak, agar ada banyak edukasi mengenai kekesaran seksual ini.
BalasHapusPendekatan kepada lelaki dalam berbagai peran seperti yang disebutkan di atas itu sangat realistis dan logis ya karena laki-laki memang berperan penting dalam mencegah semakin maraknya kekerasan seksual.
BalasHapusCemoohan yg sama dan banyak diucapkan tetangga di kampung saya Teh. Bahkan sekelas ustadz saja, ngekeh katanya mana ada istri diperkosa suami.
BalasHapusSaya pikir apa harus anak perempuannya dulu ngalamin hal seperti itu?
Kesel atuda...
Nuhun informasi webinarnya Teh
Saya juga pernah dimarahi netijen ketika memaparkan tentang pemerkosaan dalam rumah tangga. Mungkin dia beneran tidak tahu lalu jadi pelaku atau tidak tahu hal semacam itu terjadi. Yang jelas kalau saya berdasarkan fakta dan ada korbannya yang bersumpah itu benar terjadi.
BalasHapushal yang menarik banget ya kak, kekerasan ternyata bisa terjadi di gender apa saja dan oleh gender mana saja. Perlu pemahaman dan sama sama harus bisa mencegah ini terjadi
BalasHapusMasya Allah, kalau dengar atau baca berita seputar kekerasan dalam rumah tangga itu sedih, miris dan memilukan.
BalasHapusBerharap benar2 ada 'payung atau wadah' yang memberikan perlindungan
Khususnya pada kaum perempuan
Nah, saya sepakat sih sih, laki-laki dan perempuan itu setara. Sejauh ini jika korbannya perempuan banyak yang berempati, tapi jika terjadi pada laki-laki? Karena dalam rumah tangga, tidak menutup kemungkinan kekerasan juga bisa dilakukan oleh perempuan.
BalasHapusIni webinar yang aku tunggu-tunggu sayang ngga bisa ikutan. Penting banget soalnya penghapusan kekerasan dan gender ini apalagi dimasa sekarang lagi banyak orang yang kehilangan akalnya
BalasHapusJadi keinget ada juga yg namanya kekerasan ekonomi. Istri ngga dikasih nafkah, malah istri yg cari nafkah. yang kayak begini jadi parasit aja ya dalam hidup, beban ditanggung istri semua. kasian banget. Akhirnya pisah juga gamau. meskipun kekerasan seksual juga lebih bikin traumatik yah..
BalasHapusLaki-laki yang melakukan KDRT memang sebetulnya dirinya juga punya masalah. Harus ada konseling juga. Semoga semakin banyak laki-laki yang paham dan menjadi agen perubahan
BalasHapusKekerasan seksual ni ga hanya terjadi pada perempuan aja ya. Banyak mungkin dari kita yg mengalami tapi gak mau lapor
BalasHapusKekerasan dalam rumah tangga itu bukan hal yang wajar ataupun sepele menurutku. Saya gak habis pikir sama korban yang mau tetap bertahan. Semoga kedepannnya para wanita lebih bisa menghargai dan mencintai dirinya sendiri agar tidak ada lagi kasus seperti ini.
BalasHapusMeskipun sudah menikah hubungan seksual pasutri itu ada adab-adabnya loh di dalam Islam. Jadi nggak bisa sembarangan meskipun terhadap pasangan sendiri. laki-laki dan perempuan Memang sebagai hamba Allah (dalam hal ibadah) memiliki kewajiban yang sama dan setara tetapi dalam perannya memiliki tugas yang berbeda sesuai fitrahnya. jadi nggak bisa di sama2in (setara). Di dalam rumah tangga seorang suami pun itu memiliki kewajiban untuk berbuat Ma'ruf kepada istrinya dan hubungan pasutri dalam Islam itu adalah hubungan persahabatan bukan hubungan diktator/otoriter yang selama ini seringkali di salah sangka oleh banyak muslim dan muslimah itu sendiri..
BalasHapusNgeri banget kalau baca2 soal KDRT ini ya Teh, alhamdulillah punya suami cenderung manjain ga pernah sekali pun kasar selama dua puluh dua tahun ini.. Jadi bersyukur banget dulu nikah betul2 karena melihat agama tidak sekedar konsep tapi tataran aplikasi. Kalau laki2 yg baik agamanya mah akan boro2 mau KDRT, malah ngebimbing kita karena kita tanggungjawabnya di akhirat nanti. Semoga kita semua dilindungi dari KDRT ini...sedih baca2 ttg KDRT tuh...Semoga Allah mudahkan diberi jalan keluar utk yang mengalaminya...
BalasHapusIya, beberapa kasus kekerasan seksual tidak selesai karena korban tak mau suaminya dihukum, tak mau keluarga berantakan. Kadang juga penyebabnya adalah suami yang kurang ilmu saja. Jadi konselling bisa jadi solusi awal untuk kasus ringan. Kalau berat, mah, harus dipidanakan.
BalasHapusKekerasan seksual dalam rumah tangga ataupun lingkungan harus dihapus, jangan sampai terjadi lagi
BalasHapusSTOP KEKERASAN pada Perempuan, apalagi pelecehan seksual scra verbal dan non verbal..amit-amit deh....klo soal gender krn aku mikir...klo disamakan gender (punya hak yang sama) tandanya perempuan gak boleh protes donk ya klo ga dpt tempat duduk di KRL haha
BalasHapusmemang makin memprihatinkan ya mba mengenai kekerasan seksual ini, malah makin banyak yang pelakunya akan sekolah, korban pun juga ank sekolah. kadang capek liat berita isinya begitu semua. emang harus ada hukum jera nih, biar gak ada lagi kekerasan seksual.
BalasHapusAku pernah mengalami ini dalam taraf ringan. Awalnya ya takut. Tapi lama lama aku berani melawan orang2 seperti itu, karena bener bener mengganggu
BalasHapusbenar banget ini, memilih lelaki sebagai agen perubahan memang harus dilakukan karena mereka punya power love juga
BalasHapusmenurut saya pembahasan seperti ini harus sering- sering diadakan baik online maupun offline. karena penting bgt agar semua pihak aware ttg kekerasan terhadap perempuan
BalasHapusNgeri juga kalau dlm rumah tangga ada kekerasan padahal waktu pacaran dan nikah baik2 aja. Lama kelamaan jd KDRT, mungkin status ekonomi atau perselingkuhan bisa jadi penyebabnya
BalasHapusCakep nih langkah RutgersWTF Indonesia yang memilih laki-laki sebagai agen of change, agar kekerasan seksual dalam rumah tangga berkurang dan tak lagi terjadi.
BalasHapusKarena patriarki yang terus jadi budaya, laki2 merasa punya kuasa. Sebel banget. Aku paling benci laki2 kasar, mulai dr ketikan jahat sampai obrolan kurang ajar.
BalasHapusaku setuju banget tuh mbak bahwa nilai positif maskulinitas itu emang sekarang perlu banget disosialisasikan kembali.Zaman sekarang memang bukan hanya wanita yang sering mengalami kekerasan tapi lelaki juga
BalasHapusbtw kak suami yg hypersex itu masuk ketegori pemerkosaan nggak sih kalau jatuhnya maksa istri? karena pernah denger dulu salah satu temen cewek cerita gitu. sampai akhirnya dia milih pisah sama suaminya
BalasHapusKekerasan seksual dalam rumah tngga itu nyata adanya. Karena aku ada seorang teman yang mengalami hal tersebut.
BalasHapusTapi rencana Allah swt juga lebih indah dari hal yang dialami temanku itu ternyata.
Duhh.. sayangnya aku nggak bisa cerita panjang lebar hehe
Suka gemes emang kalau lihat komentar yang membahas hal begini di medsos. Kadang enggak habis pikir kok bisa ya wanita tapi ikut komentar pedes kalau melihat wanita lain tersakiti. Empatinya itu loh.
BalasHapusMasalahnya, ah entahlah masalahnya di mana?
:(
Kekerasan dalam bentuk apapun sebebernya ada disekitar kita, hanya kadang kita yang nggak tau atau korban ggak berani cerita
BalasHapusPenting sekali sih ini, ditekankan terus terutama di edukasi edukasi edukasi karena hal tersebut benar-benar berpengaruh, intinya semua harus update dan terpantau ya.
BalasHapusLaki-laki dan perempuan adalah setara, meskipun tidak sama. Setara dalam hal pekerjaan, tetapi perlu ditakar dalam kodrat gendernya. Kekerasan seksual ini seringkali dianggap hanya dari laki-laki ke perempuan, padahal cukup banyak dari perempuan ke laki-laki tetapi jarang yang terpublikasi. Termasuk, KDRT.
BalasHapusMelihat berita yang beredar sekarang ini malah banyak kekerasan seksual dari keluarga sendiri miris ya mba, semoga dengan adanya NGO Rutgers ini permasalahan seperti ini dapat teratasi dengan baik ya, apalagi dengan adanya laki2 sbg agen perubahan
BalasHapusBaru tau nih ada NGO di Indonesia yang concern di Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi. Aku support banget dengan aktivitasnya :)
BalasHapusIya mbak, dalam Islam suami itu harus memperlakukan istri dengan lemah lembut... Kok ada yang bilang sesat, ckckck...
BalasHapusPenting sekali pastinya penghapusan kekerasan seksual ini. Masih banyak laki-laki yang merasa bebas melakukan tindakan kekerasan kepada perempuan
BalasHapusSuka banget nih terobosannya jika Laki2 dilibatkan sebagai agen perubahan. Btw aq jg jleb banget sama sebagian paradigma yg mengira tdk ad kekerasan dlm rumah tangga dlm hal seksual
BalasHapusMemprihatinkan ya mbak ..tapi memang serba salah. Cara pandang masyarakat yang kadang menyudutkan perempuan juga salah satu penyebab mengapa KDRT jarang dilaporkan. Belum lagi pengambilan keputusan untuk bercerai, juga bukan hal yang mudah. Menjadi janda bukan hal yang mudah. Memang seharusnya didikan terhadap laki-laki juga yang harus diubah. Agar mereka punya empati dan tidak ringan tangan. Nggak gentle juga mukul atau nyakiti perempuan
BalasHapusYa, Teh, saya juga pernah mendengar cerita dari seorang teman yang jadi korban KDRT. Tapi dia tidak pernah mau memperkarakan suaminya, malah cenderung membiarkan. Akibatnya perlakuan kasar itu gak pernah berhenti.
BalasHapusMiris memang, banyak juga perempuan yang mengalami kekerasan tetapi tidak mampu untuk keluar dari situasi seperti itu.
nah,, banyak nih yang masih nggak mau peduli krna belum mengalami kekerasan itu sndiri
BalasHapusmasa ya nunggu kejadian sama diri sndiri baru sadar dan berempati ya kan
Ya Allah, ternyata angka kasus kekerasan seksual atu KDRt tuh gede banget ya... Miris, serem... Perlu banget nih edukasi dan konseling baik untuk korban maupunpelaku.
BalasHapussetuju dengan kesetaraan itu
BalasHapustapi suka miris soalnya ada yang ga percaya kalau laki-laki bisa menjadi objek kekerasan seksual, bukan cuma subjek
Hiks serem ya mba banyak banget memang korban kekerasan seksual. Bahkan di dalam rumah tangga. Semoga Indonesia bisa menurun ya angkanya
BalasHapusTetanggaku dulu ada mbak yang kek gitu, dari para tetangga yang ustazah sampai pengacara udah siap bantuin dan bekingin, tapi si korban yang nggak mau. Lebih memilih "taat." DUh, sedihnya... taat pun ada batasannya. kalau sampai mendholimi diri sendiri dan anak2 ya udah nggak saatnya taat.
BalasHapusSemoga semakin banyak yang sadar akan hal ini ya mbak..