Indische Cafe. Begitu nama kedai kopi di Braga ini. Tapi bukan namanya yang membuat saya tertarik.
Jalan Braga toh memang memiliki banyak gedung peninggalan Belanda. Pada zaman pendudukan Belanda dulu, Jalan Braga ini merupakan kawasan elite.
Bahkan duluuuunya lagi, ketika masih
berupa jalan tanah yang becek pun kawasan ini ramai oleh pedati.
Sekarang kawasan Braga menjadi tujuan
favorit untuk wisata kuliner
dan wisata sejarah.
Zaman Berganti
Sebelum pandemi saya ke Braga
paling-paling kalau ada pameran buku di Gedung Landmark. Udah, dari pagi sampai
sore di Landmark terus. Lalu langsung pulang.
Nggak ada lagi berjalan-jalan santai
di Braga seperti zaman kuliah dulu. Cari angin, cuci mata, dan siapa tau nemu
jodoh. Hahaha….Dan terbukti nggak nemu tuh.
Ketika itu ada beberapa toko buku di
Braga. Salah satunya adalah yang berada di tikungan Jalan Braga dan Jalan Suniaraja.
Dulu, saya kerap berdiri di luarnya.
Memandangi buku-buku yang dipajang di etalasenya.
Kenapa nggak masuk?
Eung … saya cuma seneng lihat
buku-buku yang dipajang. Subjek buku-buku itu sendiri bukan bidang saya. Kedokteran,
kesehatan, dan buku-buku bahasa Jerman.
Saya sungkan kalau masuk cuma buat
lihat-lihat tapi nggak beli buku satu pun. Lain ya kalau ke Toko Buku Gramedia.
Dari dulu sampai sebelum pandemi saya betah berlama-lama di Gramedia.
Indische Cafe di akhir Desember 2020. |
Sekian tahun berlalu. Dengan segala kesoksibukan saya, berjalan-jalan santai di sepanjang Braga tak pernah lagi saya lakukan.
Ketika melihat foto Indische Café di
media sosial, saya tercenung. Saya kenal bangunan di tikungan Jalan Braga dan Jalan
Suniaraja itu.
Dulu itu adalah Toko Buku Nusa
Cendana. Yang saya cuma berdiri memandangi buku-bukunya dari luar.
Sekarang toko buku itu sudah berubah
menjadi sebuah warung kopi modern.
Sejak 2019
Ternyata saya yang kudet alias kurang
update. Indische Café sudah ada di sana sejak tahun 2019.
Rabu, 30 Desember 2020 kebetulan saya
perlu beli suatu barang di BEC (Bandung Electronic Center). Jadilah sekalian
menyempatkan ke book cafe di Braga ini.
Sengaja ke sana sebelum tengah hari
karena mencari masih sepinya. Kalau masih sepi kan nggak perlu repot jaga jarak
aman dengan orang lain.
Café and Book Store. Begitu tulisan
yang tertera di atas pintu masuk.
Coffee shop di Braga ini buka pukul
sebelas, dan saya tiba di sana setengah jam kemudian. Hanya ada tiga orang
pegawai di sana.
Begitu masuk, deretan rak buku di
ujung ruangan seperti menyapa. Hai, hai!
Duduk di dekat jendela itu memungkinkan kita menikmati kesibukan Braga :) |
Ruangan yang tak terlalu besar itu pun terasa lapang karena sisi ruangannya berupa jendela kaca besar-besar dan dibuka. Nggak ada AC. Adanya AJ. Angin Jendela. Hehe….
Cahaya matahari yang masuk dari
jendela-jendela itu pun membuat memotret jadi menyenangkan.
Menu Andalan Indische Cafe
“Menu andalannya apa, Kang?” Iyes,
itu pertanyaan standar saya tiap ke coffee shop
baru. Maksud saya, yang baru pertama kali saya datangi. Sambil berdoa dalam
hati supaya harganya terjangkau.
Ternyata, yang jadi andalan Indische Cafe
adalah archipelago coffee (Rp20.000) dan tiramisu coffee (Rp 26.000). Untuk
cemal-cemilnya ada bitterbalen (Rp 20.000). Makanan berat juga ada. Tapi
sayanya belum lapar.
Saya memesan archipelago coffee dan
bitterbalen. Cukup deh untuk menemani saya duduk menikmati Braga dari kafe buku
ini.
Archipelago Coffee
Archipelago Coffee. Signature drink-nya Indische Cafe. |
Signature drink ini merupakan perpaduan cantik dari kopi, susu, dan gula aren.
“Rasanya middle.” Itu yang terlintas oleh saya
saat mulai mencicipi minuman andalan ini.
Maksud saya, middle dalam arti gurih
susunya sopan-sopan aja (mengingat lidah saya dan minuman susu jarang bisa
bersahabat). Manis gula arennya juga sedang-sedang aja. Nggak sampe manis
menggigit.
Rasa kopinya juga nggak terlalu
strong tapi tetap terasa mendominasi. Dan itu membuat saya merasa senang.
Lah iya. Kan saya pengennya kopi susu
yang terbuat dari kopi jujur. Bukannya susu
dicampur essens kopi.
Saya suka menikmati kopi aren di
coffee shop yang saya datangi. Salah satunya saya tulis di artikel Ngopi Pagi di The Warung Kopi.
Oya, kalau mau rasa kopi yang lebih
strong bisa pesan varian yang lain. Tanya aja sama aa-aa yang di balik meja
bar.
Semoga setelah minum kopi yang
strong, bisa jadi lebih strong menghadapi kenyataan hidup ya😃
Bitterballen
Sebenarnya bitterballen begini lebih enaknya dimakan ketika masih hangat. Tapi karena saya asyik melihat-lihat buku di rak, bitterballen yang menunggu manja di meja saya sudah keburu dingin.
Bitterballen, salah satu camilan favorit. |
Satu porsi berisi lima butir bitterballen kentang. Adonan kentang, keju, dan kornet bersatu membentuk bulatan yang empuk. Dilengkapi dengan saus mayonais untuk cocolannya.
Sekali lagi, sayangnya saya menikmati bitterballen ini ketika mereka sudah dingin. Mungkin lain kali harus saya coba ketika masih hangat agar creamy dan gurihnya lebih melekat akrab di lidah.
Mampir juga ya ke tulisan saya tentang EncyKoffe, coffee shop mungil dengan puluhan ribu buku dan komik jadul 😀
Buku dan Piringan Hitam
Ini yang paling menarik bagi saya.
Oke, katakanlah ini semacam nostalgia. Mengingat tempat ini dulunya adalah toko
buku.
Nggak banyak buku yang tersedia di
rak. Di punggung buku ada label yang menunjukkan buku itu adalah milik Indische
Cafe.
Saya mengelompokkannya menjadi dua
kategori: yang bisa dibaca dan yang pajangan doang. Hehe…. Maapkeun.
Ada piringan hitam Lionel Ritchie. Milenials kenal dia nggak nih? :D |
Yang bisa dibaca ada komik, novel,
dan buku-buku nonfiksi. Ada juga beberapa buku referensi tentang candi-candi
dan bangunan kuno.
Hardcover, lux, berukuran besar, dan
tebal pula. Buat ngangkatnya butuh tenaga ekstra.
Yang saya ambil buat dibaca?
Hahaha… Komik dong! Saya pengen
refreshing. Dan saya nemu komik Eropa terjemahan terbitan tahun 90-an di sana.
Rak yang deket meja bar khusus berisi
piringan hitam. Di sampulnya tercantum harga antara Rp 250.000 hingga Rp
350.000.
Tentang Indische Café ini juga bisa ditonton di channel Youtube saya.
Toko Buku Nusa Cendana
Btw, apa kabar toko bukunya? Sempat
saya baca komen-komen di dunia maya yang menyayangkan “hilangnya” toko buku
ini.
Penasaran, saya cari di Instagram.
Aha, nemu akun @nusacendana_bookstore. Saya kontak via DM deh.
Ternyata Toko Buku Nusa Cendana nggak
hilang, kok. Toko buku ini masih ada. Cuma kalau dulu menempati lantai 1,
sekarang bergeser ke lantai 2. Toko online-nya juga ada di marketplace.
Fyi, Indische Café dan Toko Buku Nusa
Cendana dimiliki oleh orang yang sama, yaitu Bapak Jantje W. Kendju.
Jujurly, saya lega mendengarnya.
Sebagai penulis buku, pastilah senang mengetahui
toko-toko buku masih eksis. Yekan?
Book cafe yang sepi di masa pandemi. |
Alamat Indische Cafe
Jl. Braga No. 115 Bandung 40111
Info Ringkas
- Jam buka Indische Cafe : 11.00 – 20.00 WIB (masa pandemi).
- Toilet: Ada.
- Ruangan: Hanya ada smoking area.
- Wifi: Ada
- Mushala: Tidak ada.
- Poin
plus: Ada buku-buku untuk dibaca, tempatnya terang dengan
cahaya alami, instagramable.
- Harga: Minumannya mulai dari Rp16.000 (americano)
sampai Rp30.000 (single origin dan matcha latte). Makanan mulai dari Rp16.500
(colenak) sampai Rp52.000 (chicken parmigiana). Harga tercantum di daftar menu
belum termasuk pajak 10% dan biaya service.
- Layanan Online: GoFood dan GrabFood.
- Instagram: @indischebraga.bdg
Salam,
Triani Retno A
Kalau nggak pandemi bisa betah banget ya kak eno nongkrong di kafenya. Asik melihat pemandangan jalan braga, sambil baca buku juga di sana
BalasHapusSamaan mba, dulu ke toko buku yang berani masuk terus lihat lihat aja tuh atau baca dikit ya ke gramedia haha btw udah lama banget ga ke Bandung sejak pandemi ini, baca ini jadi jalan jalan virtual ke bandung😍
BalasHapusBook cafe di Bandung.
BalasHapusAsyik banget ya mbak, ngecafe sambil baca buku. Tapi ini gak berbatas waktu kan mbak, solanya kalau orang baca kan bisa berjam-jam?
BalasHapusTempatnya asyik nih ya kak buat me time. Kalo aku, jujur aja suka ngopi, tapi jangan bawa anak .
BalasHapusKegiatan aku baca+ngopi gak bakalan tenang kalo anaknya ngikut 🤣
Aaah pengen suatu saat main ke Bandung.
Wow ada kafe buku di Bandung...pasti bikin mupeng buat mengunjungi tempat ini ya mbak. Selain bisa nongkrong sambil baca buku, bisa juga menikmati aneka hidangan yang dijual....pas banget deh tempatnya bisa sambil bernostalgia...
BalasHapuswah enak banget cafe nya mbak
BalasHapusbisa menghabiskan me time sambil baca buku dan ngopi
senang mendengar toko bukunyabmasih eksis
Lah sayang banget pas 2019 saya kesitu belum ada kafe ini. Moga2 next bisa main ke sini juga soon. Trims sharingnyaa ya mba retno. Keep on writing and blogging <3
BalasHapusSuka nih review cafe yang komplit kayak gini, jadi bisa masuk rekomendasi daftar untuk dikunjungi apa nggak hehe. Menarik sih jarang-jarang ada cafe yang nyediain banyak buku kayak Indische Cafe Braga ini.
BalasHapusAsyik banget tempatnya, Mbak. Aku suka yang gak rame gini. Apalagi sambil baca buku, butuh tempat yang gak rame. Btw koleksi bukunya (dan piringan hitam) banyak yang lawas-lawas gitu ya? Punya segmen tersendiri nih jadinya. Hehe.
BalasHapusAsyik banget bisa ngemil, ngopi, sambil baca buku di Kafe. Me time yang nyamaan. Sekalian belanja buku.
BalasHapusSeumur-umur saya belum pernah ke Bandung. Semoga habis pandemi bisa ke sana dan main ke Braga.
Nuansanya klasik banget, dan ya.. bener banget, bisa bersnostalgia di jaman dulu. Dan yang lebih menyenangkannya lagi, bisa ngopi cantik sambil membaca buku.
BalasHapusBetah banget nih semedi sendiri di sini. Menenggelamkan diri dalam tumpukkan buku dan kopi. Asik juga kalau motret di sini, terbukti dari foto yang ciamik.
BalasHapusHmmm.. bisa me time banget di book cafe begini ya, mba.. Saya juga turut gembira karena masih banyak toko buku yang eksis. Bagaimanapun pasti masih banyaklah orang-orang senang membaca buku. Apalagi sambil ngopi-ngopi :)
BalasHapusWah, konsep cafe nya book heaven banget ya. Pecinta buku pasti betah lama-lama nongki disitu. Mana nama minumnnya keilmuawan banget, archioelago 😱
BalasHapusKalau mau melihat Bandung versi lama memang jalan Braga tempatnya. Indische Cafe ini keren banget ya, apalagi konsepnya cafe buku ya. Sambil ngopi bisa sambil baca buku nih.
BalasHapusAkuuuu bakalan betah nongkrong di cafe ini. Btw kalau bawa ank-anak gimana ya kak? Kondusif nggak ya?
BalasHapusMaklum, emak berbubtut, kemana-mana bawa rombongan. Haha
Huwwwaaaahhh,, tempat yang nantinya bakal jadi tempat favorit buat kerjaaa. Cozy banget kelihatannyaa.. Trims infonya mbak Eno ^^
BalasHapusIni tempat nongkrong sebelum midnight movie nih di Braga City Walk. Dulu sering ngafe di sini sama anak-anak pecinta buku. Seru tau
BalasHapussekitar tahun 2012, di Pekanbaru dulu ada kafe buku semacam ini. Tapi waktu itu ekosistem kafe belum sekuat sekarang, jadinya tutup deh.
BalasHapusMelihat indische cafe ini terasa ingin kesana juga
Ya ampun pengen banget me time ke kafe2 gini, sambil bawa laptop dan nulis, sendirian tanpa distraksi dari anak 😂
BalasHapussuka sama cafe atau toko yang masih memanfaatkan bangunan kuno khas penjajahan dan apalagi masih terawat dengan baik
BalasHapusini cafenya cakep betul menurutku, adem gitu dengan nuansa kayu kayu