“Dia nih, maunya dikirimin makanan
dari kampung.” Perempuan cantik berhidung bangir itu menunjuk anak lelakinya.
Anak muda yang ditunjuk itu memasang wajah kesal. Sudah empat tahun dia merantau. Meninggalkan kampung halamannya untuk kuliah di kota saya, Bandung.
Hari itu dia diwisuda. Saya datang
menemui dia dan keluarganya yang datang dari pulau seberang.
Seorang perempuan tua berwajah teduh
menyodorkan sebuah kotak makanan pada saya. “Retno, ini untuk kamu,” ujarnya.
Saya tahu apa isi kotak itu. Salah
satu masakan andalannya. Masakan yang sering dibanggakan oleh anak lelakinya,
sahabat saya.
“Rendang buatan Nenek selalu enak,”
kata anak muda tadi. “Di Bandung sini, aku kapok makan di rumah makan Padang.
Rasanya aneh.”
Perempuan tua tadi tersenyum. Obrolan
pun terus mengalir. “Datanglah ke Bukittinggi, Retno,” ujarnya sambil menepuk
lembut tangan saya.
Saya tersenyum. "Insya Allah, Bu."
Masih Wishlist
Empat tahun berlalu sejak pertemuan
kami. Anak muda tadi sudah merantau lagi. Terbang ke pulau lain. Semakin jauh
meninggalkan kampung halamannya.
Saya? Saya belum juga jadi ke
Bukittinggi. Saya malah traveling ke tempat-tempat lain. Takdir pun membawa
saya terbang ke Tanah Suci, lalu ke Dubai.
Bukittinggi masih bertahan dalam wishlist.
Bukannya karena tak benar-benar ingin ke kota Paris van Sumatra itu. Tapi
entahlah. Ada saja yang membuat langkah berbelok.
Dan pandemi corona datang. Sebulan,
dua bulan … tahu-tahu sudah satu setengah tahun saja.
Semua rencana traveling berantakan. Manusianya
harus berdiam di rumah, sementara virusnya traveling keliling Indonesia,
keliling dunia.
Kangen Traveling
Kangen traveling nggak? Ya kangenlah!
Masa nggak kangen, sih?
Traveling virtual memang
menyenangkan. Bisa bepergian ke tempat-tempat jauh dengan biaya sangat murah.
Namun, traveling sungguhan tetap saja dirindukan.
Menikmati perjalanan di kereta api,
di pesawat, di bus …. Menelusuri jalan. Menjelajahi berbagai destinasi indah. Mencicipi
makanan khas. Menghirup udara bebas.
Kangen traveling!
Setelah pandemi corona ini usai,
rasanya ingin langsung traveling. Eh, hm … sepertinya nggak langsung, deh.
Pasti jutaan orang Indonesia lainnya
juga kangen traveling. Pasti ingin jalan-jalan menikmati kebebasan setelah
pandemi berlalu.
Pasti ramai! Saya menunggu sampai
nggak terlalu ramai aja, deh. Menahan rindu sebentar lagi masih bisalah.
Mau traveling ke mana?
Hm … bisa menebak?
Tujuan: Bukittinggi
Betul. Bukittinggi, Sumatra Barat. Ada
beberapa tempat di Bukittinggi yang seolah memanggil-manggil saya. Setiap kali melihat
foto-fotonya di internet, semakin subur rasa rindu untuk datang ke sana.
1. Jam Gadang
Sepertinya belum sah ke Bukittinggi
kalau belum mampir ke menara jam yang disebut-sebut sebagai kembaran Big Ben
London itu. Jam Gadang dan Big Ben menggunakan mesin jam yang sama, dan hanya
ada dua di dunia.
Sahabat saya saja kalau pulang
kampung masih suka foto-foto di Jam Gadang ini. Wajar dong kalau saya juga
memasukkan jam di Taman Sabai Nan Aluih ini sebagai tujuan wajib di Bukittinggi.
Jam Gadang. Foto destinasi wisata dari situs gratis Shuttersctock. Olah infografis Triani Retno. |
2. Rumah Bung Hatta
Ingin sekali rasanya berkunjung ke
rumah Proklamator sekaligus Wakil Presiden RI yang pertama itu. Menapaktilasi
jejak hidup Bung Hatta di sana.
Dari informasi yang saya dapat,
lokasi Rumah Bung Hatta ini tak jauh dari Jam Gadang. Jadi, jangan sampai
terlewat!
Rumah Bung Hatta. Foto destinasi wisata dari situs gratis Shuttersctock. Olah infografis Triani Retno. |
3. Benteng Fort de Kock
Benteng yang dibangun tahun 1826 itu
memang sudah lama hancur. Tapi itu tak mengurangi keinginan saya untuk
berkunjung ke sana.
Saya dapat informasi kalau lokasi
Fort de Kock ini tidak jauh dari Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan.
Ahay! Sekalian saja melipir ke sana.
Apalagi di dalam taman tersebut ada Museum Zoologi dan Museum Rumah Adat
Baanjuang. Saya suka museum!
Dua museum yang pernah saya datangi di kota lain adalah Museum Benteng Vredeburg di Yogyakarta dan Roemah Martha Tilaar yang merupakan museum budaya di Gombong.
Fort de Kock. Foto destinasi wisata dari situs gratis Shuttersctock. Olah infografis Triani Retno |
4. Lobang Jepang
Informasi yang saya dapat sih,
jaraknya sekitar 15 menit saja dari Jam Gadang. Jadi, sayang sekali kalau tidak
mampir di sana.
Di Lobang Jepang ini ada pemandu yang
akan menemani menyusuri goa, kan?
Saya suka wisata sejarah tapi harus
ada pemandu. Rasanya rugi jauh-jauh datang ke lokasi wisata sejarah kalau tidak
dapat tambahan pengetahuan.
Selain itu, … memangnya saya berani
sendirian menyusuri goa peninggalan Jepang itu? Oho … tentu tydack! Ditemani
pun masih harus dibentengi dengan zikir tanpa henti.
Lobang Jepang. Foto destinasi wisata dari situs gratis Shuttersctock. Olah infografis Triani Retno |
5. Ngarai Sianok
Kalau ternyata saya nggak punya nyali buat masuk ke Lobang Jepang, berarti saya bisa lebih lama menikmati keindahan Ngarai Sianok. Lobang Jepang dan Ngarai Sianok ini kan masih satu lokasi.
Well, Ngarai Sianok ini yang seolah-olah terus memanggil saya untuk datang. Menulis ini saja rasanya saya bisa merasakan hawa sejuk dan embusan anginnya membelai wajah.
Paru-paru
saya pasti akan gembira menerima udara segar dari tempat indah itu.
Ngarai Sianok. Foto destinasi wisata dari situs gratis Shuttersctock. Olah infografis Triani Retno |
6. Danau Maninjau
Kalau
memungkinkan, ingin juga mampir ke Danau Maninjau. Letaknya sekitar 30 kilometer dari Kota Bukittinggi. Masih dekatlah, dibandingkan jarak dari Bandung.
Karena mesti melewati Kelok 44 yang terkenal itu, berarti saya harus sedia obat antimabuk.
Danau Maninjau. Foto destinasi wisata dari situs gratis Shuttersctock. Olah infografis Triani Retno |
7. Tempat-Tempat Lain
Pengalaman yang sudah-sudah sih, ada
saja tempat yang dikunjungi tanpa rencana sebelumnya. Warga lokal biasanya
punya rekomendasi sendiri tempat mana yang bagus untuk dikunjungi.
Kenapa tidak, kan? Mumpung sedang di sana,
datangi saja sebanyak mungkin destinasi yang ada. Tentu saja, selama anggarannya masih cukup.
Hotel di Bukittinggi
Entah kapan benar-benar bisa ke kota
yang lahir pada tanggal 22 Desember 1784 itu. Namun, tak ada salahnya mulai
menyusun rencana, kan? Termasuk urusan mencari hotel di Bukittinggi.
Beberapa kali traveling atau sekadar
staycation di kota sendiri, saya mencari hotel melalui RedDoorz. Pengalaman saya dengan RedDoorz selama ini selalu menyenangkan. Seperti ketika staycation keluarga di Bandung di Sheo Resort & Hotel, bahkan Hotel Murah di Bandung dekat Braga.
RedDoorz menyediakan banyak hotel untuk dipilih. Harga pun bervariasi, tinggal sesuaikan dengan anggaran. Menyenangkannya lagi, sering ada diskon atau harga promo.
Selain itu, ada rekomendasi
lokasi-lokasi menarik di sekitar hotel. Misalnya hotel syariah di dekat Jam
Gadang ini. Terlihat banyak tempat menarik di sekitarnya.
Peta kota Bukittinggi. |
Seperti biasa jika berlibur (tanpa lansia), fasilitas makan di hotel bukan hal penting bagi saya. Kulineran di luar hotel jauh lebih seru.
Apalagi Sumatra Barat ini surga
makanan enak. Seperti apa rasa otentiknya? Seperti apa kelezatan di daerah
asalnya hingga tak bisa dilupakan oleh para perantau?
Duhaduh… sudah keroncongan saja
rasanya membayangkan itik lado mudo, rendang, gulai tunjang, kalio, bubur
kampiun, sate padang, nasi kapau, dan sederet makanan khas lainnya. Ah, jangan lupa pula mencicipi kopi kawa.
Rumah Sahabat
Destinasi yang satu ini tak ada dalam
panduan wisata di mana pun. Namun, ada dalam itinerary saya jika nanti
berkesempatan berjalan-jalan ke Bukittinggi.
Rumah sahabat.
Ya, rumah orangtua sahabat saya berada di Bukittinggi. Perempuan tua yang ketika ke Bandung membawakan
rendang buatannya untuk saya.
Saya ingin merasakan kembali jejak kehadiran
sahabat saya di rumah ibunya. Melihat kembali senyum sahabat saya melalui
foto-foto tua di sana.
Dan mengunjungi rumah sahabat saya. Rumah peristirahatan terakhirnya.
Betul, sahabat saya sudah berpulang pada
Sang Pencipta. Empat tahun lalu, ketika keponakannya sedang menyusun skripsi.
Sahabat saya sudah tiada saat keponakannya diwisuda. Tapi saya datang. Dan sekarang, saya ingin mengunjunginya di rumah terakhirnya. Menabur bunga di makamnya. Berdoa untuknya.
Saya tahu, doa bisa dipanjatkan dari
mana saja. Namun, rindu sungguh sulit dilerai.
Semoga pandemi corona ini segera
berakhir.
Salam,
Aku ke Sumatera Barat... aku suka masakan Padang. Apalagi tetangga kanan kiri kebetulan orang Minang. Sering cerita keindahan daerah asalnya.
BalasHapusYuk ntar barengan ke sananya :)) Kayaknya bakal asik jalan kaki keliling kota.
Hapusmemang daerah sumbar alamnya indah ,aku juga terpesona saat main ke sana
BalasHapusKalau Jam gadang ada edukasi tentang onderdil dan pembuatannya tidak Bunda?
BalasHapusBukittinggi, beberapa tempat yang disebutkan itu aku udah pernah datangi. Bagus2 banget memang. Semoga abis pandemi bisa keturutan main ke Bukittinggi ya, Mbak Eno.
BalasHapusMenjelajah seantero ranah minang, termaauk Bukittinggi, adalah impaianku sejak SMA. Guru bahas Inggrisku pas SMA dari Bukittinggi.
BalasHapusAku juga suka wisata di Tanah Minang, Teh Eno. Kebayang makan rendang di sana sepuasnya plus minum kopi kawa yang katanya unik banget karena dari daun, bukan biji yang ditumbuk. Semoga terwujud ya Teh, aku pun pengin ajak anak-anak dekat sini aja di Jatim asal naik kereta api. Biar tenang dan nyaman, nginepnya di RedDoorz juga karena sudah beberapa kali nginap di operator hotel ini. Moga pandemi cepat usai.
BalasHapusSeru ya di sana ternyata ada ngarai. Aku belum pernah deh mengunjungi ngarai, adem banget itu yaa. Semoga pandemi segera berakhir
BalasHapusBetul, mau juga nih ke Padang abis pandemi. Mau jangka panjang minimal 7 hari biar puass
BalasHapusAku ke sumbar juga baru sampai ke Bukittinggi, mbak. Ke Jam Gadang, terus ke pasar bukit tinggi. ternyata di sana pemandangannya indah banget. Makanannya juga sangat lezat. soale aku penyuka makanan padang, hehehehe..
BalasHapusSaya sebagai putra minang kabau yang berasal dari Payakumbuh (hanya 1 jam dari Bukittinggi) tidak pernah bosan untuk datang berwisata kesana.
BalasHapusIya nih semoga pandemi bisa cepet kelar, masih banyak juga lokasi-lokasi yang pengen dikunjungi.. Walaupun bisa kunjungin sekarang juga wisatanya belum buka juga sampai ppkm nya dibuka lagi..
BalasHapusTrakhir kali ke Sumatra barat, aku sempet ke Bukittinggi dan padang. Yg paling berkesan jelas kulinernya.. rasanya makana di sana itu cuma ada 2 rasa, enak, dan enak bangettttt :D.
BalasHapusBahkan rasa nasi Padang nya beda Ama makanan nasi Padang di restoran2 Padang di Jakarta. Sblm DTG ke Sumbar, aku ga terlalu suka Ama makanan Padang yg dijual di Jakarta. Terlalu asin menurut lidahku. Ga pedes samasekali.
Tapi setelah nyobain di kota asalnya, itu baru nasi Padang yg sebenernya :D. Asinnya pas, gurih, pedas. Rasanya ga bosen sering2 makan selama di sana :D.