Ada berapa jumlah masjid di Kota
Bandung? Mengutip data dari Badan Pusat Statistik Kota Bandung1)
(terakhir diperbarui tanggal 13 Januari 2021), terdata ada 2.920 masjid di seantero
Kota Bandung.
Angka ini tidak sinkron dengan ucapan Kang Emil pada tahun 2017 bahwa ada sekitar 4.000 masjid di Bandung.2) Ada yang mau menghitung sendiri?
Dari ribuan masjid itu, ada dua masjid yang menggunakan gaya arsitektur Tionghoa. Uniknya, kedua masjid itu berada di kecamatan yang sama, yaitu Kecamatan Sumur Bandung.
Secara jarak pun cukup dekat, hanya sekitar 1,5 km. Tak jauh dari Jalan Braga yang merupakan salah satu ikon kota Bandung.
Baca juga tulisan ini ya:
Ke Masjid Tionghoa
Meski sudah bertahun-tahun tinggal di
Bandung, baru tahun 2021 ini saya masuk ke masjid - masjid Tionghoa ini.
Lewat sih sering. Tapi ya cuma lewat aja. Pakai kendaraan umum, pula. Bus Damri dan angkot. Kalau naik bus Damri, saya cuma bisa selintas menikmati keindahan masjid itu dari dalam bus. Begitu bus melaju lagi, ya babaylah.
Kunjungan pertama saya ke dua masjid
Tionghoa ini bukan pada hari yang sama.
Yang satu di pada awal 2021, ketika
ada pelonggaran PSBB (atau PPKM ya namanya waktu itu?). Satu lagi bulan
November 2021.
Masjid Al Imtizaj
Ini masjid Tionghoa yang pertama saya
datangi. Habis ngopi-ngopi cantik di Indische Café di
Jalan Braga, menyengaja berjalan kaki ke Masjid Al Imtizaj ini.
Sekitar 1 kilometer gitu deh. Nggak
terasa jauh dan capek karena sambil menikmati Braga.
Tak ada bosannya berjalan-jalan di
Braga. Walaupun kalau boleh memilih, saya lebih senang Braga tahun 90an yang
tak terlalu ramai.
Tapi karena nggak mungkin juga balik
ke masa itu, nikmati saja Jalan Braga yang ada sekarang. Tetap menarik, kok.
Sudah, tak usah pakai walaupun lagi 😀
Masjid Al Imtizaj ini terlihat
mencolok. Arsitektur Tionghoa terlihat kental di bangunan masjid ini. Lengkap
dengan warna khas merah kuning yang cerah memikat.
Masjid Al Imtizaj Bandung. |
Dari luar masjid ini terlihat seperti klenteng. Itu kalau dilihat sekilas. Coba lihatnya dua kilas, deh.
Tampak kubah berwarna kuning keemasan
sebagai ciri khas masjid. Plus tulisan “Masjid Al Imtizaj” di bagian atas
gapura berbentuk bulat.
Di bawah tulisan itu ada aksara Tionghoa berbunyi Ronghe Qingzhensi. Maknanya sama dengan Al Imtizaj, yaitu pembauran
(kata teman saya yang orang Tionghoa).
Akhirnya bisa ke Masjid Al-Imtizaj. |
Pembangunan Masjid Al Imtizaj diresmiini diprakarsai oleh R. Nuriana kala menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat. Tahun 2010 masjid ini diresmikan penggunaannya untuk umum.
Pendirian Masjid Al Imtizaj ini tak lepas dari semakin banyaknya WNI keturunan Tionghoa di Bandung yang memeluk agama Islam.
Pemilihan nama masjid itu pun disertai harapan terwujudnya pembauran. Suku, budaya, dan ras boleh berbeda. Namun, dipersatukan oleh keyakinan yang sama.
Tempat shalat jamaah wanita di lantai 2. |
Omong-omong pembauran, Jalan ABC
tempat masjid ini berada pun menyimpan sejarah pembauran antara orang asli
Indonesia, Tionghoa, dan Arab di Bandung.
Dari info yang pernah saya baca, ABC
ini bukan sekadar abjad. Bukan pula merek kembaran kecap, sambal, saos, baterai,
dan sirop. Apalagi ABC lima dasar. Aduh, bukan.
ABC ini adalah singkatan dari
Arabieren, Boemipoetra, dan Chinezen. Cocok banget ya antara nama masjid dan
nama jalannya.
Oya, boleh banget kalau mau nonton
video Youtube saya tentang Masjid Al Imtizaj ini.
Alamat Masjid Al Imtizaj
Jl. ABC No. 8, Sumur Bandung, Bandung.
Masjid Lautze 2
Nah, ini dia masjid Tionghoa kedua yang saya datangi di Bandung. Baru-baru aja ke sananya. Tepatnya ketika saya dan anak-anak menginap di Hotel Ersada tanggal 20-21 November 2021 kemarin.
Hotel murah di Bandung ini deket banget dengan Masjid
Lautze 2. Sekitar 20 meter saja jaraknya. Engklek bentar juga sampai.
Ketika berdiri di depan masjid ini saya tersenyum geli melihat patung Persib di persimpangan jalan di depan sana.
Teringat ketika saya kelas 1 SMA. Pas
ulangan Seni Rupa, ada pertanyaan, “Bagaimana pendapatmu tentang patung
Persib di Jalan Tamblong?”
Yaelah! Manalah saya tau patung
Persib itu yang mana. Saya masih lebih semangat membela PSMS kala itu. Ahaha…
betul sekali. Saya anak Medan yang pindah ke Bandung.
Masjid Lautze 2 di ruko Jalan Tamblong. Di seberang jalan (bagian kanan foto) tampak patung Persib. |
Yak, kita balik lagi ke Masjid Lautze
2. Namanya memang begitu, pakai angka 2. Masjid Lautze 1 adanya di Jakarta.
Masjid Lautze 2 didirikan pada tahun 1997 oleh WNI keturunan Tionghoa, H. Ali Karim. Haji Ali ini adalah putra dari Karim Oei (Oei Tjeng Hien).
Setelah Oei Tjeng Hien memeluk agama
Islam pada tahun 1926, ia diberi nama baru “Abdul Karim” oleh ayah Buya Hamka.
Berbeda dengan Masjid Al-Imtizaj,
arsitektur Tionghoa di Masjid Lautze 2 ini tak terlalu mencolok.
Faktor lokasi juga sih. Masjid
Tionghoa yang satu ini berada di deretan ruko. Jadi tak bisa leluasa membangun
masjid dengan arsitektur Tionghoa yang khas.
Namun, keberadaan Masjid Lautze ini tetap mudah dikenali. Warna merah kuning mendominasi masjid Tionghoa ini. Begitu juga dengan lampion-lampion merah yang bergantungan di depan masjid. Kalau dilihat dari seberang jalan, ada kubah di bagian depan atas bangunan masjid ini.
Masjid Lautze terlihat sepi ketika
saya dan anak saya tiba. Ya memang belum waktunya shalat. Ashar masih setengah
jam lagi.
Mihrab Masjid Lautze 2 Bandung. |
Hanya ada penjaga masjid. Namanya Fauzan. Dengan ramah ia mempersilakan kami mengambil minuman dan makanan yang tersedia.
Di depan Masjid Lautze ini ada
etalase berisi makanan gratis dari donatur. Siapa pun boleh mengambilnya.
Dengan catatan, satu orang hanya boleh mengambil satu. Hari itu di etalase ada
nasi (rice bowl) dan roti
Karena kehausan, saya mengambil
segelas air mineral saja. Begitu juga dengan putra saya (tapi setelah shalat
Ashar berjamaah ia mengambil satu rice bowl).
“Yang sering mengambil makanan gratis
ini biasanya sopir ojol, kurir, tukang parkir, sama pemulung,” kata Kang
Fauzan. “Orang yang kebetulan lewat juga sering ikut makan.”
Kebayang bahagianya orang yang lagi
lemes karena belum makan, yang capek dan lapar, lalu mendapatkan makanan gratis
dan lezat di sini.
Nasi gratis bagi siapa pun yang membutuhkan. |
Karena masih pandemi, karpet-karpet
di dalam masjid digulung. Jamaah shalat tanpa beralas karpet.
Hanya beberapa orang yang ikut shalat Ashar berjamaah. “Biasanya ramai kalau Zuhur,” kata Kang Fauzan.
Yang lebih ramai lagi sih kalau pas
Jumatan. Bisa luber sampai ke jalan raya.
Alamat Masjid Lautze 2
Jalan Tamblong No. 27, Sumur Bandung, Bandung
Masjid Tionghoa Untuk Semua
Masjid-masjid Tionghoa ini didirikan
agar WNI keturunan Tionghoa yang mualaf memiliki tempat untuk mempelajari agama
Islam. Sebagai mualaf care gitu, deh.
Namun, masjid-masjid ini juga terbuka
untuk jamaah umum. Siapa pun boleh shalat di masjid Tionghoa ini. Boleh
mengikuti kajian-kajian keislaman yang diadakan di sana.
Kalau Teman-teman sedang
berjalan-jalan di Bandung, khususnya di sekitar Jalan Braga dan Asia Afrika,
mampirlah sejenak ke dua masjid dengan arsitektur Tionghoa ini.
Referensi
2) https://bandung.merdeka.com/halo-bandung/jumlah-masjid-untuk-program-magrib-mengaji-bertambah-anggaran-naik-170530w.html
Salam,
paling suka lihata rsitektur berbagai gedung termasuk mesjid
BalasHapusMengingat sekarang udah mulai bisa tarawih, seneng banget nih kalau ziarah masjid seperti ini, sambil melaksanakan sholat sekalian juga mengenal sejarahnya, tentang pendiriannya.
BalasHapusWaaah ada masjid Tionghoa di Bandung, khas banget arsitekturnya ya mbak. Sekilas tidak nampak kalau itu bangunan masjid karena warnanya yang menyolok. Ternyata didalamnya sangat luas dan bersih....ornamen2 khas Tionghoanya masih nampak, keren banget. Jadi pengen ke masjid Tionghoa seperti ini☺️
BalasHapusmashaAllah,
BalasHapuskalau mesjid Lautze pernah dengar. kalau yg AlImtijaz baru dengar.
5 thn di Bandung belum sekalipun saya mampir ke dua mesjid ini, hiks
Kalau melihat sekilas memang seperti kelenteng ya. Untungnya ada tulisannya sehingga tau itu masjid.
BalasHapusKalau di Surabaya dan Pasuruan ada Masjid Cheng Ho yg khas tionghoa
huwaaa keren bangeeet yaa masjid, tempat ibadah umat islam tapi arsitekturnya nuansa Tionghoa, berasa banget akulturasi dan nilai toleransinya nih, sabi nih yaa klo ke Bandung main-main ke masjid Al Imtizaj sama Lautze
BalasHapusWuih kawasan Braga memang semakin ramai aja ya. Tapi asyik sih bisa mengelilingi Braga. Nanti bisa mampir ke Masjid Al Imtijaz deh. Keren ya, perpaduan dua etnis menjadi satu.
BalasHapusKeren sih gebrakan yang dilakukan oleh R. Nuriana. Berkat idenya, jadi banyak WNI keturuan Tionghoa yang memeluk agama Islam.
Keren, keren asli. Menyatukan dua etnis untuk kepentingan umat Islam berjamaah....
Bangunan khas Tionghoa emang khas banget ya. Utamanya pemilihan warna itu. Kuning dan merah yang bikin cerah.
BalasHapusBaru lihat dalamnya di foto teteh ini
BalasHapusDulu kalau masih suka main ke Bandung, biasanya lewat aja. Kalau ke BEC, ke kostan saudara, lewat aja gitu. Mau berhenti kan agak susah soalnya tidak bisa bolak balik.
Kapan kapan harus masuk juga ya
Ternyata banyak juga masjid khas Tionghoa di Bandung ya mbak. Di Palembang juga banyak mbak, soalnya dulu banyak keturunan Tionghoa di sana
BalasHapus