Kota yang bersih dan indah pastilah harapan semua orang. Sayangnya, harapan itu sering sebatas harapan. Berharap kota bersih dan indah, tetapi enggan melakukan pemilahan sampah sendiri.
Bandung pun mengalami masalah seperti
itu. Iya, Bandung. Kota tempat saya tinggal. Kota yang menjadi tujuan wisata
orang dari berbagai daerah.
Wisata alam, wisata budaya, wisata kuliner, wisata sejarah, wisata belanja, hingga wisata religi ada di Bandung.
Tragedi Leuwigajah 2005
Kalau berbicara tentang sampah di
Bandung, nama Leuwigajah harus disebut.
21 Februari 2005, tumpukan sampah
sepanjang 200 meter dengan ketinggian 60 meter di TPA Leuwigajah longsor.
Longsoran itu mengambil nyawa 150 orang pemulung. Mereka tewas tertimbun
sampah. Longsoran itu juga sekaligus meninggalkan trauma pada warga di kampung-kampung
terdampak.
Btw, kisah memilukan itu saya
masukkan ke novel yang saya tulis tahun 2005. Judulnya Kilau Satu Bintang, terbit
tahun 2009.
Sekarang, 18 tahun berlalu. TPA
Leuwigajah telah lama ditutup. Pembuangan sampah akhir Kota Bandung dipindahkan
ke TPA Sarimukti.
Trauma warga korban longsor mulai
memudar. Di sisi lain, warga kota seolah mengalami amnesia dalam urusan
persampahan. Sampah kembali menggunung di TPS dan TPA.
Mengutip perkataan Sri Bebassari
dalam workshop Sampahku Tanggung Jawabku yang saya ikuti tahun 2016, “Semua
orang memproduksi sampah, tapi hanya sedikit yang peduli pada sampah.”
Studi Kasus Kawasan Bebas Sampah
Salah satu yang peduli pada sampah
itu adalah Yaksa Pelestari Bumi Berkelanjutan (YPBB).
Selasa tanggal 29 Maret 2022 kemarin YPBB mengadakan
konferensi pers Menjajaki Transisi (Perjalanan
Kota Bandung Menuju Zero Waste Cities).
Konferensi pers tersebut menghadirkan
tiga pembicara, yaitu Deti Yulianti (Dinas Lingkungan Hidup Kota Bandung), Ria
Ismaria (Forum Bandung Juara Bebas Sampah), dan Ratna Ayu Wulandari (Zero Waste
Cities YPBB Kota Bandung).
Konferensi pers daring. |
Apa, sih, peran YPBB ini dalam
pengelolaan sampah?
YPBB merintis program Zero Waste
Cities (ZWC) pada tahun 2013 dengan mengadopsi program yang dikembangkan oleh Mother
Earth Foundation, Filipina.
Program ZWC ini bertujuan mewujudkan
dan mengembangkan Kawasan Bebas Sampah (KBS) di kelurahan, kecamatan, hingga
kota. Program ini menggunakan prinsip desentralisasi untuk mendorong gaya hidup
minim sampah.
Program KBS ini diinisiasi Pemerintah
Kota Bandung pada awal tahun 2015. Kemudian pada tahun 2018 Wali Kota Bandung Oded M.Danial meluncurkan
program Kurang, Pisahkan, Manfaatkan (Kang Pisman).
YPBB pun memberikan rekomendasi
kepada pemerintah terkait perbaikan tata kelola persampahan di kawasan.
Rekomendasi tersebut berdasarkan studi kasus yang dilakukan di Kelurahan Sukaluyu dan Babakan Sari, Kota Bandung.
Warga di dua kelurahan itu diminta untuk melakukan pemilahan sampah organik dan
anorganik dari rumah masing-masing.
Meskipun terlihat sederhana, tetapi
kegiatan ini tetap menantang. Masyarakat telah terlalu terbiasa membuang segala
macam sampah menjadi satu perlu. Mereka perlu terus diedukasi agar mau
melakukan pemilahan sampah dari rumah.
Edukasi juga dilakukan pada petugas
kebersihan. Ini penting. Kalau tidak begitu, bisa-bisa sampah yang sudah
dipilah dari tiap rumah malah jadi bercampur aduk lagi di dalam gerobak sampah.
Padahal, pemilahan sampah dari rumah akan mempermudah pengelolaan sampah di tahap berikutnya.
Edukasi pada petugas kebersihan. |
Meskipun pilot project di
Babakan Sari dan Sukaluyu belum sesuai hasil yang diharapkan, namun sudah mulai
menunjukkan perubahan perilaku masyarakat.
Dari pilot project tersebut
YPBB menemukan bahwa konsistensi masyarakat dalam tata kelola sampah ini
tergantung pada sosok tokoh (ketua RW).
Bakal jadi masalah tuh kalau masa
jabatan ketua RW berakhir. Siapa pun ketua RW-nya, warga tetap menghasilkan
sampah, kan?
Ketiga pembicara dalam konferensi
pers ini pun senada: dalam pemilahan sampah ini tidak bisa terus mengandalkan
pendampingan dan ketokohan.
Bandung Menuju Zero Waste Cities
“Kota Bandung ingin membangun
pengelolaan sampah dengan konsep sirkular ekonomi,” ujar Ria Ismaria.
Lebih lanjut Ria memaparkan bahwa selama
ini pengelolaan sampah lebih pada kumpul-angkut-buang. Sampah dianggap sebagai
sesuatu yang tidak berharga dan tidak diinginkan. Dalam konsep sirkular
ekonomi, sampah tersebut didaur ulang sehingga masih bernilai ekonomi.
Sampah bernilai ekonomi?
Saya setuju banget. Bukan sekadar
mendapat uang dari meloakkan sampah anorganik, atau dapat reward kalau
menyetorkannya ke bank sampah, tapi bisa lebih dari itu.
Saya pernah ikut workshop daur ulang sampah yang diadakan oleh Superindo (2016)
dan Alfamart (2017).
Workshop yang diadakan Alfamart
menghadirkan Mas Arigami. Mas Ari ini memiliki usaha mengolah barang bekas menjadi
bernilai jual. Tas dari kresek bekas buatan Mas Ari pernah ditaksir oleh brand
internasional Gucci dan akan dibeli dengan harga Rp 1,5 juta. Bahannya tas
kresek bekas lho itu.
Sayangnya kreativitas saya menyedihkan.
Hehe… Jadi masih terbatas pada komposting sampah dapur dan meloakkan sampah
anorganik. Daur ulang botol plastik dan sampah anorganik lainnya biarlah
dilakukan orang yang lebih kreatif.
Sekarang memang sudah bermunculan
kelompok-kelompok masyarakat atau individu yang peduli masalah pengelolaan
sampah ini, Namun, bagaimana pun peranan pemerintah dalam hal ini sangat penting.
“Dukungan dari pemerintah berupa sarana
dan prasarana, bantuan pendanaan, layanan khusus untuk pengumpulan, serta
penyediaan SDM untuk melakukan edukasi, pengangkutan, dan pengelolaan sampah
sangat dibutuhkan,” papar Ratna Ayu Wulandari (YPBB).
Pemerintah Kota Bandung sebenarnya
sudah punya memiliki Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2018 tentang Pengelolaan
Sampah.
Payung hukum pengelolaan sampah. |
Sayangnya, peraturan tersebut belum
dapat diterapkan secara optimal. Di tingkat kecamatan dan kelurahan pun belum
ada peraturan yang mewajibkan warga memilah sampah dari rumah.
Pengelolaan Sampah Secara Holistik
“Pengembangan sistem pengumpulan
sampah dan pengolahan sampah dilakukan secara holistik,” ujar Ratna Ayu.
“Meliputi edukasi ke seluruh rumah, pelatihan petugas pengumpul sampah,
penyediaan infrastruktur pengolahan sampah, pembuatan master plan kelurahan
atau RTPS (Rencana Teknis Pengelolaan Sampah), regulasi skala kota, serta
penegakan hukum.”
Jumlah kelurahan dan RW di Kota
Bandung yang didampingi untuk melakukan pemilahan sampah pun terus bertambah.
Misalnya di Kelurahan Neglasari, Cihaurgeulis, dan Sukamiskin.
Studi kasus di tiga kelurahan
tersebut menunjukkan hasil yang menarik. Kelurahan Cihaurgeulis dan Sukamiskin
yang mendapat intervensi oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bandung
menunjukkan tingkat ketaatan warga dan pemilahan sampah yang lebih tinggi
dibandingkan Kelurahan Neglasari yang melakukannya secara mandiri.
“Perjalanan menuju zero waste cities
memang bukan hal yang mudah. Namun, hal itu mungkin dilakukan oleh Pemerintah
Kota,” ujar Ratna Ayu.
Pemilahan Sampah dari Rumah
Kalau boleh jujur, sebenernya
melakukan pemilahan sampah dari rumah itu tidak sesulit mengerjakan soal
Trigonometri dalam bahasa Latin *halah*.
Yang sulit adalah mengubah mindset
masyarakat tentang sampah serta menjaga konsistensi pemilahan dan pengelolaan
sampah rumah tangga.
Sejak beberapa tahun lalu di
kelurahan saya gerobak sampahnya juga ada tulisan dan gambar Kang Pisman. Tapi
ya … begitu. Sampah dari rumah-rumah masih tercampur aduk. Belum sampai ke
kelurahan saya nih edukasi pengelolaan sampah rumah tangga ini.
Sebagai warga Bandung, insya Allah
saya siap melakukan pemilahan sampah dari rumah. Nggak sabar rasanya menunggu
pengangkutan sampah terpisah juga diterapkan di kelurahan saya.
Pada pengangkutan sampah terpilah
terpisah itu, sampah anorganik dan sampah organik diangkut pada hari yang
berbebeda agar tidak tercampur lagi.
Pengangkutan sampah organik. |
Semoga sebelum 2024 pemilahan sampah dari hulu ini sudah dipraktikkan secara konsisten di seluruh Bandung. Nggak ada urusan sama pemilu, Sis. Tapi tahun 2024 nanti TPA Sarimukti akan ditutup. Sampah produksi warga Bandung akan dialihkan ke TPA Legok Nangka.
TPA Legok Nangka hanya akan menerima
sampah sebanyak 800 – 1.025 ton per hari. Jika mindset dan perilaku warga
Bandung tidak berubah, pada tahun 2024 Bandung akan menghasilkan sampah
sebanyak 1.750 ton per hari. Jauh di atas daya tampung TPA Legok Nangka.
So?
Yuk kita lebih peduli lingkungan. Kita sama-sama membiasakan diri
melakukan pemilahan sampah dari rumah untuk kota yang lebih bersih dan lebih
indah.
Salam,
Aku sudah memilah sampah dari beberapa tahun ini. Tapi ya gitu, pas diangkut tukang sampah nyampur lagi
BalasHapusJadinya bingung kan..Memang pemilahan dari hulu ke hilir perlu biar bisa terwujud kota minim sampah yang lebih indah
Emang benar ya, kalau semua hal baik itu dimulai dari diri sendiri, dari rumah sendiri! Pemisahan sampah memang harus dimulai dari skala rumah. Semoga kota Bandungbisa menjadi kta Zero Waste City...
BalasHapusdengan adanya ZWC, kita jadi punya harapan ya Teh Eno
BalasHapusharapan bahwa masyarakat berkolaborasi dengan pemerintah dan lembaga seperti YPBB membangun kota tanpa sampah yang diwujudkan kota lain di Indonesia
TPA Legok Nangka nantinya itu daerah mana Teh Bandungnya?
BalasHapusIya kalau gak "hemat" sampah nanti melebihi kapasitas bisa bisa acakadut lagi ya persampahan ini. Si saya apalagi Teh, ga ada TPA, warga masih buang sampah ke sungai! Sedih pisan... Alih alih bisa menerapkan kang Pisman ...
Edukasi ke masyarakat sepertinya belum maksimal ya.Di tempat tinggalku rata-rata tempat sampahnya selain jorok (tidak diwadahi) juga tidak dipisah.Nah aku dipisah tetapi pas petugasnya ambil 3 hari sekali sama saja dijadikan satu di mobil pickup pengambil sampah
BalasHapusWow Mas Arigami bisa membuat tas dari kresek bekas dan ditaksir oleh brand internasional Gucci senilai 1,5 juta. Nilainya besar sekali ya, untuk ukuran tas yang menggunakan bahan bekas.
BalasHapusAlangkah indahnya hidup jika bebas sampah ya, Kak. Emang udah seharusnya sih. Ada pemilahan sampah dari rumah. Lebih cepat dan efisien gitu pengolahannya.
BalasHapusAku masih belum telaten buat pilah sampah, tapi kadang mencoba si terutama kardus gitu karena di dekat rumah ada yang terima sampah kardus dan kertas.
BalasHapusSampah memang perkara pelik. Butuh konsistensi, kedisiplinan dan kemauan kuat untuk menanganinya. Jadi saat tahu ada yang mau berusaha untuk melakukan manajemen yang baik dalam pengelolaan sampah, saya salut banget.
BalasHapusAh iya, budaya pemilahan sampah emang masih belum mengakar kuat di masyarakat kita ya mbak
BalasHapusPadahal, jika kita sudah memilah sampah, kita bisa menyelesaikan setengah dari masalah ini
Walau diawal seperti sulit untuk memilah sampah, tapi memang harus dilakukan, karena terkait dengan masa depan bumi kita juga
BalasHapusNah aklau tempat saya ada bank sampah gitu kak, tapi sayangnya setelah pandemi terhenti kegiatannya..padahal memilah sampah dari rumah tugas kita bersama ya
BalasHapusWah, bandung bersiap untuk menjadi zero waste city. Mantappp. Semoga prosesnya dipermudahkan dan saat sosialisasi programnya bisa lancar, aamiin
BalasHapusSejak Maret kemarin aku udah mulai pilah sampah dibrumah dan membuka rekening di bank sampah. Rasanya senang bisa berkontribusi untuk dunia yang lebih hijau.
BalasHapussemoga programnya berjalan lancar ya teh. unik bgt itu ada pengelolaan sampah secara holistik juga
BalasHapus