Sudah nonton film KKN di Desa Penari?
Atau cukup puas dengan membaca versi Twitter-nya di akun SimpleMan?
Per tulisan ini dibuat, film itu sudah ditonton 7 juta orang. Sangat disayangkan, ada aja orangtua yang mengajak anak balitanya nonton film KKN di Desa Penari.
Sedih euy ngelihat rendahnya budaya sensor mandiri di masyarakat kita. Padahal udah jelas-jelas lho itu bukan film buat anak-anak.
Enggak, saya bukan mau membahas film itu.
Bukan pula mau tebak-tebakan lokasi pasti Desa Penari itu.
Saya mau cerita tentang KKN di Desa
Cihanyir. Oh tenang, ini nggak sehoror Kumpulan Cerita Horor di Hotel yang pernah saya tulis di blog ini. Meskipun yaaah … nama “Cihanyir” lumayan bikin
kening berkerut dan bertanya-tanya.
Cihanyir? Hanyir itu bahasa
Sunda. Bahasa Indonesianya adalah bau amis.
Bau anyir? Eung … darah? Cihanyir … air darah? Banjir darah?
KKN Tahun 1996
Di kampus saya, lazimnya KKN diambil
seusai semester 6. Masa libur semester sebelum semester 7 itulah yang digunakan
untuk KKN.
Ada juga sih yang baru ngambil ketika
akan memasuki semester 9. Tapi yang pasti sih nggak ada yang lebih cepat.
Pembagian desa untuk KKN dilakukan
sekitar seminggu sebelum keberangkatan. Desa-desa tujuan KKN sudah ditentukan
oleh kampus. Lokasinya tersebar di Jawa Barat.
Kelompok-kelompok KKN pun ditentukan oleh pihak kampus. Mahasiswa tinggal menerima dan
menjalankan. Nggak pake repot nyari desa sendiri seperti Ayu, Bima, dkk yang akhirnya malah KKN di Desa Penari.
Ketika itu saya sangat berharap dapat desa yang
jauh dari Bandung. Ciamis atau Tasikmalaya, deh. Biar kerasa KKN-nya. Biar
sekalian jalan-jalan dan berpetualang. Hehe….
Ternyata kampus berpikiran lain. Saya
ditempatkan di sebuah desa di Kabupaten Bandung. Buyarlah impian berpetualang
nun di ujung Jawa Barat.
Bahkan, saya beberapa kali
bolak-balik dari desa KKN ke kampus. Kebetulan ketika itu saya dan dua teman sejurusan
ikut lomba karya tulis ilmiah.
Karena lokasi KKN saya yang paling dekat ke kampus, jadi saya yang kebagian tugas mengurus ini itu.
Wilujeng Sumping di Desa Cihanyir
Desa Cihanyir. Ya, itu nama desa tempat saya dan 9 teman ditempatkan. Empat cowok, enam cewek. Semua baru saling kenal ketika briefing menjelang berangkat.
Kami bersepuluh dari 9 fakultas di Unpad. FH, FE, Fakultas Sastra, FISIP, Fapsi, Faperta, FK, FKG, Fikom, dan FMIPA. Yang dari FMIPA dua orang.
Sampai di kecamatan, para mahasiswa
KKN berpisah. Masing-masing kelompok menuju desa yang ditentukan.
Berdelapan dari 10 orang. |
Desa Cihanyir lumayan jauh dari jalan raya. Ada angdes (angkuutan pedesaan) menuju desa. Tapi siap-siaplah terpental-pental jedak-jeduk sepanjang perjalanan. Pasalnya, jalanan yang dilalui masih berupa jalan tanah keras berbatu.
Nama “Cihanyir” terasa paling
misterius di antara desa-desa lain yang menjadi tujuan KKN. Di antara kami tidak
ada yang tahu kenapa nama desanya seperti itu.
Tahun 1996 itu belum zaman internet
dan smartphone. Mencari informasi tak semudah sekarang.
Jadi, penjelasan tentang nama Cihanyir itu baru kami dapatkan setiba di lokasi.
Base Camp KKN
Pak Kades menempatkan kami bersepuluh di rumahnya yang kosong. Keluarga Pak Kades sendiri tinggal di rumah lain dekat
kantor desa.
Nggak jauh sih lokasi kedua rumah
ini. Setiap hari kami sarapan dan makan malam di rumah yang dekat kantor itu.
Nyantai sore sambil ngemil tahu. |
Jadi waktu itu kan Bu Kades nawarin
menyediakan makanan selama kami KKN. Kami setuju. Tinggal memberikan sejumlah
uang pada beliau. Soal menu, terserah. Dimasakkan apa saja bakal kami santap,
kok.
Kalau pagi hari tak masalah ke sana.
Selesai sarapan, kami bisa langsung melakukan berbagai kegiatan di desa.
Masalahnya pada waktu makan malam. Jangankan
ke rumah deket kantor desa itu. Ke kamar mandi malam-malam aja rasanya males.
Kalau nggak dateng, ntar dimarahi Bu
Kades. Mau dateng … terus terang agak merinding. Jalan desa sudah gelap.
Pepohonan besar di sisi jalan. Penerangan hanya dari senter yang kami bawa.
Dan … astaga! Kenapalah ketika baru
datang kami tak bisa menahan lidah untuk bertanya tentang nama desa ini.
Sewaktu belum tahu … rasanya
penasaran.
Setelah tahu … rasanya nyesel udah
nanya. Heu, kenapa tadi nggak diem aja sih!
Desa Cihanyir ini sudah ada sejak
zaman penjajahan Belanda. Bukan daerah yang tak terjangkau oleh tentara
Belanda.
“Dulu itu banyak mayat yang dibuang
oleh Belanda ke sini. Karena mayatnya banyak, baunya jadi hanyir sekali. Apalagi
meninggalnya kan karena dibunuh.”
Penjelasan itu sebenarnya sudah cukup
untuk membuat bulu kuduk berdiri. Tapi ternyata itu belum selesai.
“Lokasi pembuangan mayat-mayat itu
salah satunya di dekat pohon besar yang di sana….”
Kami terdiam ketika tahu pohon besar
mana yang dimaksud. Pohon besar yang harus kami lewati setiap kali dari base
camp ke kantor desa.
Nyali ini pun menciut rasanya. Untungnya, selama hampir dua bulan di sana tak ada kejadian horor. Atau mungkin kami yang tak peka.
Babi Ngepet
Satu-satunya kejadian mendebarkan
yang kami alami di sana adalah peristiwa babi ngepet.
Ketika itu sekelompok pemuda desa
mengajak kami kemping, lalu paginya hiking ke Curug Cibuni Racun. Curug atau air terjun ini berada di wilayah Kabupaten Garut.
Kemping bareng pemuda desa. |
Malam hari, para gadis (mahasiswi KKN plus 1 gadis desa) tidur di saung. Para pemuda desa dan cowok-cowok kampus tidur di tenda.
Tengah malam kami yang di saung
terbangun. Kaget. Para cowok terdengar berteriak-teriak dan menggebah-gebah.
Kami diteriaki untuk tidak keluar dari saung.
Ternyata ada babi hutan di dekat saung. Teman-teman curiga itu babi ngepet, Menurut mereka, matanya bukan seperti mata babi, melainkan mata manusia.
Desa Cihanyir Sekarang
Selesai KKN saya pernah satu-dua kali
lagi ke Desa Cihanyir. Sekadar main. Setelah itu tak pernah lagi.
Tahu-tahu sudah sekian presiden
berlalu. Tahu-tahu sebentar lagi saya harus membayar UKT semester 5 putri
sulung saya.
Masya Allah. Cepat sekali waktu
berlalu.
Desa Cihanyir pun tentu sudah
mengalami banyak perubahan. Sudah lebih maju dibandingkan masa saya KKN di
sana.
Saya lihat melalui penerawangan Mbah
Google, jalanan di sana sekarang sudah lebih bagus. Industri rumah tangga juga semakin
maju.
Desa Cihanyir sekarang dari ketinggian. |
Tingkat pendidikan rata-rata warganya
pun sudah lebih tinggi dibandingkan ketika kami KKN di Desa Cihanyir tahun
1996.
Teman-teman yang pernah mengalami masa KKN alias kuliah kerja nyata, punya pengalaman seru apa nih?
Salam,
Triani Retno A
Pengalaman KKN di Desa Cihanyir.
BalasHapusDaku KKN masih di sekitar kecamatan kampus Kak. Alhamdulillah, gak ke luar kota karena pastinya deg-degan juga baca pengalaman senior🙈
BalasHapusbaca ini jadi mengingat-ngingat masa KKN saya dulu waktu S1, sayangnya saya KKN nya di daerah kota jadi ceritanya ya biasa aja. Tapi pas lanjut sekolah justru saya malah belusukan ke pedalamn dan itu seru banget
BalasHapusWah mbak Eno ada ya foto foto KKN nya
BalasHapusAku sudah g punya fotonyaa
KKN adalah pengalaman seru ya mbak
aku ga pernah merasakan KKN karena magangnya di industri hotel dan restoran.. tapi sering banget nemenin mahasiswa yang lagi KKN di suatu desa. Seru banget yaaa bisa berbaur dengan masyarakat
BalasHapusSerem banget siiikkk nama desanya. Kirain jadi bau hanyir gegara apa gitu, hewan apa gitu, etaunya tempat pembuangan banyak jenazah pas jaman penjajahan. Ngebayanginnya, Acha auto merinding. Mana sepanjang baca, Acha tuh jadi mengimajinasikan keadaan pas Teteh KKN pula.
BalasHapusHuum, aku honestly nggak ngerasain KKN, Teh, sepanjang kuliah. Kayaknya KKN itu seruuuu ya. Aku mah riset doang habis itu seminar, sebelum nyiapin skripsi.
Saya lagi nyari foto dan video saya ketika KKN
BalasHapusRasanya tuh banyak sekali kenangan
Cuma lupa simpan di mana
Apalah daya saya yang hanya KKN-Covid. KKN nya cuma di rumah aja, minim banget kegiatan di luar :"(
BalasHapus