Di tengah menjamurnya kafe dan coffee shop, book cafe (kerap disebut juga sebagai library cafe) menjadi sangat spesifik.
Spesifik dan idealis. Yaaah, bagaimana tidak idealis kalau mengingat minat baca masyarakat (bahkan petinggi) Indonesia masih rendah.
Book cafe Bandung juga bermunculan di berbagai sudut kota Bandung. Memadukan buku, kopi, dan tempat yang nyaman memang menjadi daya tarik tersendiri.
Sebagai pengguna transportasi umum yang tinggal di ujung timur Bandung, sayang kalau jauh-jauh membelah Bandung hanya untuk satu tujuan.
Sebuah Ruang yang Tenang
Sudah lama saya berniat mengunjungi Nimna Book Cafe. Namun, karena belum ada keperluan lain yang “sekalian jalan ke Bandung utara”, jadinya niat tinggal niat belaka.Sebagai pengguna transportasi umum yang tinggal di ujung timur Bandung, sayang kalau jauh-jauh membelah Bandung hanya untuk satu tujuan.
Sampai akhirnya, akhir Oktober kemarin saya ada acara di Setiabudi atas. Dari sana tinggal mampir ke Nimna Book Cafe di kawasan Geger Kalong.
Belum genap pukul 11 ketika kami tiba di book cafe yang berada di lantai satu Graha Satria ini. Masih sepi. Baru ada seorang pengunjung yang sedang sibuk dengan laptopnya.
Suara musik jazz mengalun pelan di ruangan book cafe yang tak seberapa besar. Masuk ke Nimna Book Cafe pagi menjelang siang hari itu seperti masuk ke sebuah ruang tenang yang menenangkan.
Dari balik meja bar, kasir menyapa kami dengan suara pelan. Menyodorkan menu. Tanya jawab seputar menu pun berlangsung dengan suara pelan.
Berbeda sekali dengan kebanyakan kafe dan coffee shop yang pernah saya datangi. Yang sejak kita membuka pintu sudah disambut dengan sapaan nyaring, “Selamat datang di Blabla Coffee.” Dilanjutkan dengan penjelasan menu dan total yang harus dibayar, juga dengan volume suara yang dapat didengar oleh pengunjung lain.
Di Nimna tidak seperti itu.
Di semua sisi dinding yang saya lihat tidak tulisan “Dilarang Berisik” seperti di perpustakan. Namun, volume suara terkontrol dengan baik sehingga tidak mengganggu pengunjung lain.
Untuk orang seperti saya yang kemarin kehabisan energi di tengah hiruk-pikuk wisuda UPI, ketenangan ini seperti charger yang mengisi kembali energi saya. Nah, nambah lagi satu alasan kenapa ke coffee shop.
Jujur nih, kaget melihat harga nasi gorengnya. Kata dompet saya, harganya mahal amat. Mau pesan menu pasta malah lebih mahal lagi. Semoga ke depannya Nimna juga menyediakan ragam makanan yang lebih ramah dompet.
Suara musik jazz mengalun pelan di ruangan book cafe yang tak seberapa besar. Masuk ke Nimna Book Cafe pagi menjelang siang hari itu seperti masuk ke sebuah ruang tenang yang menenangkan.
Dari balik meja bar, kasir menyapa kami dengan suara pelan. Menyodorkan menu. Tanya jawab seputar menu pun berlangsung dengan suara pelan.
Berbeda sekali dengan kebanyakan kafe dan coffee shop yang pernah saya datangi. Yang sejak kita membuka pintu sudah disambut dengan sapaan nyaring, “Selamat datang di Blabla Coffee.” Dilanjutkan dengan penjelasan menu dan total yang harus dibayar, juga dengan volume suara yang dapat didengar oleh pengunjung lain.
Di Nimna tidak seperti itu.
Di semua sisi dinding yang saya lihat tidak tulisan “Dilarang Berisik” seperti di perpustakan. Namun, volume suara terkontrol dengan baik sehingga tidak mengganggu pengunjung lain.
Untuk orang seperti saya yang kemarin kehabisan energi di tengah hiruk-pikuk wisuda UPI, ketenangan ini seperti charger yang mengisi kembali energi saya. Nah, nambah lagi satu alasan kenapa ke coffee shop.
Menu di Nimna Book Cafe
Karena belum sarapan, kami memesan nasi goreng pelaut (Rp54.000), nasi goreng kebun (Rp42.000), kopi tarik (Rp28.000), dan hot cappuccino (Rp32.000). Harga tersebut sudah termasuk pajak.Jujur nih, kaget melihat harga nasi gorengnya. Kata dompet saya, harganya mahal amat. Mau pesan menu pasta malah lebih mahal lagi. Semoga ke depannya Nimna juga menyediakan ragam makanan yang lebih ramah dompet.
Ini dia penampakan makanan dan minuman yang kami pesan. Sekilas tak ada perbedaan antara nasi goreng kebun dan nasi goreng pelaut. Sama-sama ada butiran jagung, wortel serut, dan telur yang diorak-arik bersama nasi.
Bedanya, nasi goreng pelaut terlihat berwarna lebih gelap dengan potongan ikan tuna yang cukup banyak. Sedangkan pada nasi goreng kebun, ada irisan daun kol.
Kopi tarik juga biasa saja. Di lidah saya kopinya kurang terasa. Yang paling memuaskan adalah hot cappuccino. Di sela-sela rasa kopinya tercium aroma kayu manis yang kuat.
Ajaibnya, saya tidak mengomel karena harga makanan yang pricey itu. Anggaplah itu harga untuk membayar tuntas rasa penasaran pada Nimna Book Cafe.
Interior serba kayu yang hangat, suasana yang tenang, dan buku-buku yang bisa bebas dibaca membuat saya merasa tak perlu menyesali pilihan untuk datang ke book cafe ini.
Nasi goreng kebun dan kopi tarik ala Nimna Book Cafe. |
Bedanya, nasi goreng pelaut terlihat berwarna lebih gelap dengan potongan ikan tuna yang cukup banyak. Sedangkan pada nasi goreng kebun, ada irisan daun kol.
Nasi goreng pelaut dan hot cappuccino ala Nimna Book Cafe. |
Kopi tarik juga biasa saja. Di lidah saya kopinya kurang terasa. Yang paling memuaskan adalah hot cappuccino. Di sela-sela rasa kopinya tercium aroma kayu manis yang kuat.
Point Plus Nimna Book Cafe
Nimna Book Cafe Bandung. |
Ajaibnya, saya tidak mengomel karena harga makanan yang pricey itu. Anggaplah itu harga untuk membayar tuntas rasa penasaran pada Nimna Book Cafe.
Interior serba kayu yang hangat, suasana yang tenang, dan buku-buku yang bisa bebas dibaca membuat saya merasa tak perlu menyesali pilihan untuk datang ke book cafe ini.
Suasana tenang di Nimna Book Cafe cocok untuk Teman-teman yang ingin mengerjakan tugas sendiri, belajar, membaca buku sambil menikmati kopi. Nimna juga cocok bagi kaum introvert yang butuh ketenangan untuk mengisi kembali baterai sosial.
Rak-rak buku yang ramping dari kayu terpasang estetik di dinding. Penataan bukunya memang acak (kecuali untuk komik) tetapi cukup mudah mencari buku. Apalagi untuk yang memiliki minat baca random, alias suka membaca buku apa saja yang menarik.
Beberapa buku menarik perhatian saya, seperti Bandung Purba, Kaldu Ikan, dan The Jacatra Secret.
Karena keterbatasan waktu, saya hanya membaca The Jacatra Secret. Itu pun ternyata tidak sampai selesai. Saya hanya bisa membaca sampai halaman 220 dari tebal 498 halaman.
Saya sudah membaca dua novel lain karya Rizki Ridyasmara yang juga bernuansa sejarah, yaitu Firegate dan Sukuh. Kebetulan di Nimna ini saya nemu The Jacatra Secret (yang kata teman-teman saya bagus walaupun ada kemiripan alur dengan Da Vinci Code karya Dan Brown).
Oya, kalau datang ke Nimna buat ngelaptop dan butuh koneksi internet, ada wifi yang bisa digunakan.
Book cafe Bandung lainnya: Encykoffee, Tempat Ngopi di Bandung dengan Puluhan Ribu Buku
Tahun ini Nimna Book Cafe berusia 8 tahun (berdiri tahun 2016). Dalam kurun waktu itu banyak kafe dan coffee shop muncul. Ada yang bertahan, ada yang pamit selamanya.
Rak-rak buku yang ramping dari kayu terpasang estetik di dinding. Penataan bukunya memang acak (kecuali untuk komik) tetapi cukup mudah mencari buku. Apalagi untuk yang memiliki minat baca random, alias suka membaca buku apa saja yang menarik.
Beberapa buku menarik perhatian saya, seperti Bandung Purba, Kaldu Ikan, dan The Jacatra Secret.
Karena keterbatasan waktu, saya hanya membaca The Jacatra Secret. Itu pun ternyata tidak sampai selesai. Saya hanya bisa membaca sampai halaman 220 dari tebal 498 halaman.
Saya sudah membaca dua novel lain karya Rizki Ridyasmara yang juga bernuansa sejarah, yaitu Firegate dan Sukuh. Kebetulan di Nimna ini saya nemu The Jacatra Secret (yang kata teman-teman saya bagus walaupun ada kemiripan alur dengan Da Vinci Code karya Dan Brown).
Oya, kalau datang ke Nimna buat ngelaptop dan butuh koneksi internet, ada wifi yang bisa digunakan.
Book cafe Bandung lainnya: Encykoffee, Tempat Ngopi di Bandung dengan Puluhan Ribu Buku
Alamat Nimna Book Cafe
Sebuah sudut di Nimna Book Cafe. |
Tahun ini Nimna Book Cafe berusia 8 tahun (berdiri tahun 2016). Dalam kurun waktu itu banyak kafe dan coffee shop muncul. Ada yang bertahan, ada yang pamit selamanya.
Semoga Nimna Book Cafe bisa terus eksis dan menjadi oase bagi para pencinta buku dan kopi di Bandung.
Teman-teman yang juga penasaran dengan Nimna Book Cafe, langsung saja agendakan untuk ke sana, ya.
Nimna Book Cafe
Graha Satria
Jl. Sukahaji No. 126, Sukarasa, Kec. Sukasari, Bandung 40152
Btw, kalau dari kawasan Geger Kalong ini Teman-teman mau terus ke arah Lembang, bisa juga tuh mampir ke Warung Kopi Modjok, Tempat Ngopi Cat Lovers. Hati-hati jatuh cinta pada gerombolan makhluk halus di sana.
Teman-teman yang juga penasaran dengan Nimna Book Cafe, langsung saja agendakan untuk ke sana, ya.
Nimna Book Cafe
Graha Satria
Jl. Sukahaji No. 126, Sukarasa, Kec. Sukasari, Bandung 40152
- Jam buka: Setiap hari, 09.00 – 21.00 WIB
- Minuman: Kopi dan nonkopi, harga mulai Rp18.000.
- Makanan: Snacks & dessert (mulai Rp28.000), nasi & pasta (mulai Rp42.000).
- Fasilitas: Ruang indoor dan outdoor, wifi, toilet bersih dan estetik, gratis baca buku.
- Mushala: Tidak ada ruangan khusus, tetapi bisa shalat di salah satu sudut lesehan. Tersedia mukena, sarung, dan sajadah.
- Instagram: @nimnabookcafe
Btw, kalau dari kawasan Geger Kalong ini Teman-teman mau terus ke arah Lembang, bisa juga tuh mampir ke Warung Kopi Modjok, Tempat Ngopi Cat Lovers. Hati-hati jatuh cinta pada gerombolan makhluk halus di sana.
Terima kasih sudah mampir.
BalasHapusDari foto-fotonya, Nimna Book Cafe ini memang pas sekali untuk yang mencari ketenangan ya, Mbak. dengan musik mengalun lembut sambil membaca buku. Makanya menyapa dan menawarkan menu juga juga dengan suara pelan.
BalasHapusHanya menurut saya harga nasi gorengya kemahalan hehehe. coba lebih dipaskan lagi dengan kantong pelajar dan mahasiswa.
Nimna Book Cafe ini surganya para bookworm. Selain koleksi bukunya yang beragam, desain interiornya juga bikin betah berlama-lama. Cocok banget buat yang mau cari inspirasi atau sekadar bersantai sambil baca buku
BalasHapusMeski masuk kafe tapi suasana terbayang udah seperti masuk perpustakaan aja ya. Suara rendah saat mau pesan makanan, nyari buku dan membacanya sambil makan. Wuah, santai banget hidup seperti itu. Semoga saya bisa mengalaminya. Aamiin...
BalasHapusWah ini cita-citaku memiliki bok cafe seperti ini, tempat yang asyik untuk baca tidak sekaku perpus dan tetap nyaman bagi pengunjung. Mau makan minum aja bisa, mau baca buku aja juga bisa, mau keduanya bisa banget.
BalasHapusYa Allah, saya memimpikan cafe yang seperti ini. Ini saya banget. Sayang, di tempat saya belum ada cafe yang seperti ini. Di Surabaya pun kayaknya belum pernah dapat info kalau ada cafe yang seperti. Coba di Surabaya yang merupakan kota besar, dan tidak jauh dari tempat saya tinggal, saya pasti datang.
BalasHapusSuasananya tenang banget ya. Cocok buat ngerjain tugas nih sama sesi melamun dan menggalau, wkwkwk. Koleksi bukunya juga lumayan banyak, aku suka lesehan kayanya enak sambil selonjoran dan senderan. Sama minum kopi dan makan snack yang wow harganya ya tapi worth it dengan ketenangan dan estetika yg di dapat, hehe.
BalasHapusCocok banget untuk kaum introvert seperti saya, bisa seharian sepertinya menikmati buku-buku di Nimna Book Cafe. Tapi memang harus siap dompet agak tebel aja kali, ya kalau lihat price list di sana.. hehe
BalasHapusWaah ini jadi impian banget sih punya book cafe kek gini. semoga suatu saat bisa bikin book cafe kek gini deeh, aamiin
BalasHapus